World Teachers Day terus diperingati, tetapi revitalisasi peran pendidik dan perbaikan kualitas pendidikan mustahil bisa terwujud di sistem sekuler kapitalisme.
Oleh. Fatimah Al Fihri
(Kontributor Narasiliterasi.id dan Alumni Farmasi UGM)
Narasiliterasi.id-World Teachers Day biasa diperingati setiap 5 Oktober. Peringatan tahun ini mengangkat tema, "Valueing Teacher Voices: Towards a New Social Contract for Education" (Menghargai Suara Pendidik: Menuju Kontrak Sosial Baru untuk Pendidikan). Tema ini menyoroti pentingnya mendengarkan suara pendidik untuk mengatasi tantangan dalam dunia pendidikan dan mengambil manfaat dari ilmu yang disampaikan oleh pendidik. Acara yang diselenggarakan di markas besar UNESCO ini juga menekankan pentingnya mengintegrasikan perspektif pendidik ke dalam kebijakan pendidikan. Di samping itu juga membina lingkungan yang mendukung pengembangan profesionalitas pendidik. (unesco.org, 05-10-24)
Sedemikian penting peran pendidik, tetapi fakta menunjukkan sebaliknya, terkhusus di Indonesia. Pendidik dihadapkan pada berbagai persoalan, baik gaji yang belum menyejahterakan, kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak dari perilaku utama, juga tekanan hidup yang tinggi. Pendidik juga tidak dihargai sepatutnya, hanya dianggap sebagai faktor produksi dan pengajar saja. Sudahkah World Teachers Day benar-benar mendengar keprihatinan suara pendidik sebagaimana tema yang diangkat tahun ini?
World Teachers Day di Tengah Isu Kesejahteraan
Pendidik adalah profesi mulia maka selayaknya diberikan penghargaan yang mulia pula. Namun nahas, realitas membuktikan bahwa masih banyak pendidik yang mengalami kesulitan ekonomi, terutama yang tidak tetap atau honorer. Hingga Mei 2024, survei dari lembaga Institute for Demographic Studies (IDEAS) dan Dompet Duafa menyatakan 20,5% pendidik honorer mendapatkan upah di bawah Rp500 ribu per bulan. (databoks.katadata.co.id, 21-05-24)
Dengan penghasilan di bawah Rp500 ribu tentu tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, banyak pendidik yang mencari pekerjaan sampingan guna menambah income. Realitas ini sangat memprihatinkan karena berbanding terbalik dengan tuntutan terhadap pendidik yang sangat tinggi, yaitu mencetak generasi yang cerdas dan unggul. Namun, dengan berbagai isu kesulitan ekonomi yang dialami pendidik, mungkinkah tuntutan tersebut dapat terwujud secara sempurna? Dapatkah momen World Teachers Day mewujudkannya?
World Teachers Day dan Kualitas Pendidik
Masa depan generasi selanjutnya ditentukan oleh kualitas pendidik dalam mentransfer ilmu. Pendidik berperan sebagai aktor terdepan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, peran pendidik belum bisa dikatakan berhasil, mengingat skor Programe for International Student Assessment (PISA) Indonesia masih rendah. Penilaian PISA didasarkan pada tiga indikator, yaitu matematika, literasi, dan sains. Pada 2022, Indonesia menempati posisi ke-66 dari 88 negara atau 15 terendah di dunia. (cnbcindonesia.com, 01-02-24)
Salah satu faktor yang menyebabkan kualitas pendidik di Indonesia rendah adalah perekrutan yang kurang maksimal. Survei dari Research on Improving System of Education (RISE) menyatakan lebih dari 50 persen pendidik di Indonesia adalah pegawai negeri dan 90% tumpuan belajar ada pada mereka. Sementara itu, kualitas mereka tidak terjamin dengan baik. (Kompasiana.com, 23-09-22)
Fakta di lapangan menunjukkan masih ada para pendidik yang tidak memenuhi kualifikasi dari segi ilmu pengetahuan dan kemampuan. Mereka tidak mau meningkatkan kompetensi dalam mengajar dan mendidik sehingga berdampak pula pada kualitas anak didiknya.
Lebih parahnya, dalam beberapa kasus, pendidik justru menjadi aktor kekerasan seksual kepada siswanya. Seperti yang terjadi pada seorang siswa SMP Negeri 1 STM Hilir yang dikabarkan wafat setelah menjalani hukuman dari pengajar agama sebab tidak hafal ayat di kitab suci. Ia dihukum seorang pengajar di sekolah tersebut untuk melakukan squat jump sebanyak 100 kali.
Menurut data FSGI, kasus kekerasan di satuan pendidikan selama Januari—September 2024 sudah mencapai 36 kasus. Di periode yang sama, sudah ada tujuh siswa yang tewas karena kekerasan di satuan pendidikan (tirto.id, 02-10-24). Betapa mengerikan.
Imbas Sekularisme
Akibat penerapan sekularisme yaitu pemisahan agama dari urusan kehidupan, orientasi hidup manusia hanya berfokus pada mengejar materi saja. Konsep ini diterapkan pula dalam kurikulum pendidikan hari ini yang hanya berfokus mencetak budak-budak korporat, bukan mencetak generasi dengan kepribadian unggul. Tidak heran, banyak sekali masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas pendidikan hari ini.
Isu kesejahteraan pendidik yang belum menemukan titik terang hingga kini adalah bukti kegagalan sistem sekuler dalam menyejahterakan mereka. Betapa negara telah gagal menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh pendidik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya pendidik yang mengalami kesulitan ekonomi hingga terjerat pinjol. Negara justru berlepas tangan terhadap para pengajar, terutama honorer. Penggajian pengajar honorer malah diserahkan kepada instansi/sekolah masing-masing.
Baca juga: Generasi Rusak, Buah Sekularisme Pendidikan
Sudah semestinya pemberian upah/gaji yang layak menjadi bentuk apresiasi atas kerja keras pendidik dengan beban kerja yang luar biasa. Rendahnya upah pendidik ini tentu akan berimbas pada kinerja dan pendidik. Hal ini menjadikan bermunculannya kasus-kasus pengajar yang tega melakukan tindakan buruk pada siswa, yakni berupa kekerasan fisik maupun seksual, bahkan hingga mengakibatkan siswa meregang nyawa.
World Teachers Day dan Kasus Kekerasan
Sosok yang seharusnya menjadi pelindung bagi siswanya justru menjadi pelaku kriminal yang membunuh siswanya. Hal ini terjadi karena penerapan sistem sekularisme yang meniscayakan tidak adanya jaminan perlindungan dan keamanan bagi seluruh rakyat. Tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan serta tidak adanya jaminan ketakwaan tiap individu adalah pangkal dari semua kengerian yang terjadi.
Akibat penerapan kurikulum pendidikan yang sekuler, tidak ada perhatian yang cukup pada pendidikan karakter anak didik. Kurikulum pendidikan sekuler menggunakan materi sebagai indikator capaian sukses dan sedikit sekali mempertimbangkan karakter/kepribadian sebagai indikator kesuksesan dalam pendidikan. Hal ini dapat berkontribusi pada perilaku buruk seperti kekerasan di sekolah.
Sekularisme adalah prinsip hidup yang diadopsi dari Barat. Sayangnya, konsep-konsep pendidikan yang diberlakukan hingga diperingatinya World Teachers Day tidak mampu menyelesaikan persoalan pendidikan yang ada.
Solusi Islam
Berbeda dengan sistem pendidikan sekuler, sistem pendidikan Islam adalah sistem yang khas. Ia mengedepankan prinsip-prinsip ajaran Islam. Tujuan pendidikan Islam yang utama adalah membentuk kepribadian yang islami (asy-syakhsiyyah al-islamiyyah) yang terdiri dari pola pikir islami (al-‘aqliyyah al-islamiyyah) dan pola sikap islami (an-nafsiyyah al-islamiyyah).
Pola pikir islami melingkupi pemahaman terhadap hukum-hukum Islam (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram). Sedangkan pola sikap islami melingkupi segala perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum syarak dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan adanya konsep pembentukan karakter ini, baik pengajar maupun peserta didik tidak akan terjerumus ke dalam tindak kekerasan, apa pun jenisnya.
Pendidikan dalam Perspektif Islam
Pendidikan di dalam Islam tidak hanya dibebankan kepada pendidik.
Ada beberapa pihak lain yang turut berperan, yakni:
Pertama, peran keluarga. Orang tua sebagai madrasah pertama bagi anaknya wajib mendidik dan mendampingi proses belajar anak.
Kedua, peran masyarakat. Masyarakat wajib melakukan amar makruf nahi mungkar demi terciptanya lingkungan yang kondusif, jauh dari kemaksiatan.
Ketiga peran negara. Negara wajib menjalankan kurikulum pendidikan Islam di semua lembaga pendidikan dan memberikan sanksi yang adil dan tegas bagi pelaku kejahatan. Negara juga wajib memberikan apresiasi bagi pengajar dengan pemberian upah yang layak.
Semua komponen di atas demikian penting demi terwujudnya sistem pendidikan yang ideal.
Khatimah
Sinergi yang baik antara keluarga, pendidik, masyarakat, dan negara terbukti pernah melahirkan generasi emas sepanjang sejarah peradaban Islam. Sistem pendidikan Islam pada era keemasan negara Islam mampu mengintegrasikan tsaqafah Islam seperti akidah dan fikih dengan sains. Tujuannya untuk menciptakan generasi yang cerdas dan mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
Oleh karenanya, seberapa sering pun World Teachers Day diperingati, revitalisasi peran pendidik dan perbaikan kualitas pendidikan mustahil bisa terwujud di sistem sekuler kapitalisme. Ia hanya akan didapat jika sistem Islam diberlakukan di tengah kehidupan. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Alhamdulillah naskah Mbak Al-Fihri tayang,,, barakallah.
Judulnya dr awalnya "Hari Guru Sedunia" diedit menjadi "World Teacher Day" ... Syukron Mbak admin dan editor udh membantu naskah ini bs publish.