
Mirisnya, dengan banyaknya kasus keracunan akibat MBG, pemerintah tidak segan-segan memberikan solusi dengan asuransi MBG.
Oleh. Ninik Suhardani
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
NarasiLiterasi.Id--Program unggulan yang diusung Presiden Prabowo, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga saat ini masih menuai kontroversi. Program unggulan yang resmi dilaksanakan pada 6 Januari 2025. Di mana peluncurannya secara serentak di 26 provinsi di Indonesia dengan target penerima manfaat mencapai 82,9 juta jiwa.
Namun, sejak awal peluncuran program terjadi kasus keracunan program MBG dan terus berulang hingga saat ini. Wilayah dan jumlahnya yang terkena kian melebar dan bertambah hingga mencapai ribuan siswa.
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), jumlah korban keracunan MBG per 21 September 2025 mencapai 6.452 orang. Berdasarkan data ini, Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, pemerintah seharusnya menghentikan sementara program MBG. (Tempo.co, 26-09-2025)
Lantaran banyak kasus keracunan program MBG, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan juga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendesak pemerintah menghentikan dan mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis.
Meskipun sejumlah aspirasi dari masyarakat meminta adanya evaluasi total hingga penghentian sementara. Namun pemerintah melalui Wakil Menteri Sekretaris Negara menegaskan tetap terus berjalan dengan melakukan langkah korektif. (Media Indonesia, 25-09-2025)
Ada Apa Di Balik Keracunan MBG?
Program unggulan yang bertujuan menggurangi malnutri, stunting, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (generasi muda) dan diharapkan memperkuat ekonomi melalui keterlibatan masyarakat dalam UMKM sehingga berharap mampu memberikan stabilitas harga pangan.
Namun, pada prakteknya program ini masih jauh dari tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia saat ini tidak siap membuat program yang benar-benar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Mirisnya, dengan banyaknya kasus keracunan akibat MBG, pemerintah tidak segan-segan memberikan solusi dengan asuransi MBG. Hal ini menunjukkan adanya komersialisasi risiko. Di mana pemerintah seharusnya membuat solusi yang preventif untuk mencegah terjadinya kasus yang sama, tetapi justru mencari keuntungan.
Kasus keracunan yang mencapai 6000 lebih ini bersifat sistemik bukan teknis. Artinya tata kelola harus diatur ulang dengan baik dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Standar food safety benar-benar harus terpenuhi. Jadi bukan sekadar kejar target semata atau hanya sekadar mengambil keuntungan. Di samping itu prosedur penyedia makanan harus diperhatikan, sebab makan itu adalah asasi. Dalam penyediaan makanan harus sesuai standar keamanan, tidak boleh bertentangan dengan adat, kepercayaan, dan agama.
Sementara dari sisi infrastrukturnya banyak yang harus disiapkan. Termasuk pembinaan pengelola SPPG, mereka harus paham terkait dengan keamanan pangan mulai dari bahan sampai pada distribusi. Mereka harus paham bagaimana menjaga makanan agar tidak basi saat didistribusikan.
Di sisi lain aroma kapitalisasi program MBG sangat kental. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai praktek penyelewengan. Di antaranya:
Pertama, adanya keterlibatan pihak ketiga yang pastinya akan mengambil keuntungan.
Kedua, membuka peluang indutrialisasi agrikultur.
Ketiga, pemangkasan anggaran di sektor strategis.
Keempat, membuka peluang bagi korupsi sistemik akibat lemahnya tata kelola.
Baca juga: Telaah Kritis Program Makanan Bergizi Gratis (MBG)
Islam Solusi Preventif
Program MBG bukan sebuah solusi preventif yang mampu menyelesaikan kasus stunting. Kasus stunting adalah ketidakmampuan terpenuhinya kebutuhan makan bergizi untuk anaknya disebabkan oleh faktor kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Sehingga penyebab pokok inilah yang harus diselesaikan yaitu kemiskinan.
Jika kita telusuri anggaran yang dialihkan ke program ini sebesar 71 triliun. Dan diambilkan dari anggaran pendidikan 30% anggaran kesehatan 10%, dari sini terkesan dipaksakan. Menurut Menteri Keuangan baru 15-16T yang terserap, sementara yang lainnya habis untuk proses administratif. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa program ini tidak efektif dan efisien dalam menyelesaikan permasalahan pokok masyarakat.
Indonesia dengan kapitalisme sebagai asasnya, telah gagal menjamin terpenuhinya gizi generasi bangsa. Negara hanya berfungsi sebagai regulator semata. Dengan adanya asuransi MBG, justru menunjukkan adanya komersialisasi risiko. Sudah seharusnya pemerintah membuat solusi yang preventif untuk mencegah terjadinya kasus yang sama, bukan mencari keuntungan.
Terjaminnya Kesejahteraan
Berbeda dengan Islam dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. Dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab sepenuhnya terhadap rakyat. Pemimpin adalah ra'in (penggembala) yang akan dimintai tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Negara tidak hanya memberikan layanan, tetapi juga memastikan kesejahteraan rakyat terpenuhi secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan mekanisme langsung maupun tidak langsung.
Sementara dari sisi pembiayaan program-programnya, negara Islam tidak bergantung pada utang luar negeri atau pajak yang mencekik rakyat. Melainkan mengelola sumber daya alam melalui baitulmal.
Dengan sistem ini, kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan tanpa menjadikan mereka “korban percobaan” dari program yang terburu-buru. Semua ini hanya dapat terwujud jika negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
