
Negara sebagai pilar utama dalam penjagaan terhadap keselamatan rakyat harusnya menjadi garda terdepan yang membentengi rakyat dari segala hal yang bersifat negatif dan berbahaya, baik di dunia nyata maupun dunia maya (media sosial).
Oleh. Agus Susanti
(Kontributor NarasiLiterasi.Id dan Aktivis Dakwah Serdang Bedagai
NarasiLiterasi.Id-Pihak berwajib menetapkan satu siswa sebagai terduga pelaku pengeboman yang terjadi di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat (7-11-25). Berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan temuan barang bukti, serta rekaman CCTV, siswa tersebut dinyatakan sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) karena masih di bawah umur. Hingga kini, ABH tersebut masih menjalani perawatan intensif di RS Polri Kramat Jati setelah sebelumnya dirawat di RS Islam Jakarta Cempaka Putih. (cnnindonesia.com, Rabu, 12-11-25)
Ledakan Bom yang Terencana
Dalam Konferensi pers yang disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suhari di Polda Metro Jaya, selasa (11-1-25), beliau mengatakan ABH dikenal dengan pribadi yang tertutup dan jarang bergaul. Berdasarkan penyelidikan, diketahui bahwa pelaku tertarik dan menyukai konten kekerasan dan hal-hal ekstrem. Pribadi yang kesepian dan tidak memiliki tempat berkeluh kesah baik dari lingkungan keluarga, rumah, maupun sekolah.
Berdasarkan rekaman CCTV, ABH tiba disekolah pukul 06.28 WIB dengan menggunakan seragam sekolah dan menggendong tas punggung berwarna merah, serta menenteng tas berwarna biru di tangan kirinya. Kemudian pada pukul 11.43 WIB, ABH terlihat berjalan ke arah masjid sambil membawa tas punggung merah. Namun, sekitar pukul 12.05 WIB terekam ABH sudah melepas seragamnya dan menuju lorong ke arah masjid dengan memakai kaos putih dan celana hitam, sambil menggendong senjata mainan (dummy). Lalu, terlihat tangan pelaku mengarahkan ke arah masjid, kemudian terlihat cahaya warna merah keluar dari dalam mesjid disertai dengan ledakan dan mengeluarkan asap berwarna putih.
"Berdasarkan temuan kawah ledak di lokasi kejadian, maka dapat disimpulkan ada dua bom yang diledakkan dalam mesjid dengan menggunakan remot. Hal tersebut berdasarkan bukti remot yang justru ditemukan di lokasi ledakan kedua yakni di taman baca dan bank sampah", ucap Dansat Brimob Polda Metro Jaya Kombes Jenis Maryanto.
Menurut juru bicara Densus 88 Anti Teror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, tindakan pelaku merupakan tindakan kriminal umum dan tidak ada aktivitas terorisme. ABH melakukan aksi peledakan terinspirasi dari aksi kekerasan atau terorisme yang terjadi di negara lain. Hal ini diperkuat dari senjata airsoft gun yang digunakan pelaku, di permukaannya ditulis berbagai nama tokoh (teroris) maupun ideologi yang berkembang, yaitu di Eropa maupun di Amerika. Di antaranya Eric Harris, Dylan Klebold, Dylann Storm Roof, Alexander Bissonnette, Vladislav Roslyakov hingga Brenton Tarrant. Pelaku terinspirasi kemudian mempelajari dan mengikuti beberapa tindakan ekstremisme, pose, dan beberapa simbol.
Hal ini harus menjadi perhatian bagi semua kalangan, sebab pelaku bisa melakukan hal seperti ini karena adanya pola berurutan yang diposting dalam komunitas media sosial. Bahaya kekerasan di dunia maya maupun dunia nyata benar adanya. Ini sekaligus menunjukkan bentuk kelalaian negara kapitalis dalam penjagaan generasi dari media sosial.
Gangguan Psikologi dan Pengekspresian Diri Ekstrem
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Iman Imannudin menjelaskan setelah melakukan pemeriksaan terhadap 20 saksi, serta analisis mendalam dari hasil laboratorium forensik, diduga pelaku tidak memiliki motif dendam, melainkan adanya dorongan dan pengekspresian diri secara ekstrem.
Hidup sehari-hari dengan seorang ayah yang bekerja, dan sang ibu yang harus bekerja di luar negeri menjadi salah satu faktor utama pelaku merasa kesepian dan tidak punya tempat untuk berkeluh kesah. Demikian juga di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, maupun sekolah.
Kondisi psikologis pelaku diduga menjadi faktor paling dominan di balik tindakannya. Pelaku mengalami tekanan emosional yang membuatnya menarik diri dari lingkungan dan akhirnya memilih jalan ekstrem untuk mengekspresikan perasaannya. Kondisi demikian yang menjadikan pelaku mengalami gangguan psikologis.
Baca: pendidikan sempit dan rumit di negara kapitalis
Orang tua adalah pihak terdekat yang harusnya bisa memberikan rasa aman dan nyaman. Kewajiban orang tua tak sekadar memberi makan dan memenuhi kebutuhan finansial, tetapi abai dalam sikap dan perhatian kepada sang anak. Orang tua adalah madrasah pertama bagi seorang anak, darinya ditanamkan nilai-nilai dan moral serta penanam akidah. Seseorang yang kenal terhadap Tuhan-Nya akan senantiasa berhati-hati ketika melakukan tindakan dan berusaha agar terhindar dari perbuatan dosa.
Berusaha mencelakai orang lain adalah sebuah perbuatan yang dilarang Allah. Rasulullah saw. bersabda:Â "
Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain." (HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan lainnya)
Kapitalisme Memfasilitasi Aksi Kejahatan
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak berwenang, pelaku peledakan yakni ABH menggunakan bom rakitan yang dikendalikan menggunakan remot. Ini menunjukkan betapa mudahnya seseorang untuk bisa mendapatkan bahan-bahan kimia yang akan digunakan sebagai bahan peledak. Hal yang paling mengejutkan adalah begitu mudah seseorang bisa mengakses dan mempelajari tutorial perakitan bom/peledak di media sosial.
Hal ini harusnya menjadi warning besar bagi pemerintah untuk bisa menyaring konten-konten yang membahayakan, seperti tutorial perakitan peledak, juga berbagai tontonan lainnya yang bersifat berbahaya dan mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Ini bukan kali pertama kasus kriminal yang dilakukan seseorang akibat pengaruh tontonan. Negara sebagai pilar utama dalam penjagaan terhadap keselamatan rakyat harusnya menjadi garda terdepan yang membentengi rakyat dari segala hal yang bersifat negatif dan berbahaya baik di dunia nyata hingga dunia maya (media sosial).
Banyaknya konten berbahaya yang mudah diakses di media sosial merupakan bentuk kelalaian negara kapitalis. Pemerintah tidak cukup hanya memberikan informasi dan edukasi terkait bermedia sosial yang baik. Namun, lebih dari itu pemerintah harus bisa dengan tegas memberantas/menutup konten-konten yang membawa pengaruh buruk terhadap psikologis generasi.Â
Pemerintah juga harus memberikan aturan atau mekanisme yang tegas agar bahan-bahan kimia yang punya indikasi membahayakan tidak dijual secara bebas yang bisa dibeli oleh siapa saja. Mengingat saat ini banyak temuan berupa kemudahan dalam mengakses pembelian zat kimia yang seharusnya hanya bisa dibeli oleh orang-orang tertentu.
Lemahnya Sistem Pendidikan Sekuler
Indonesia sudah berulang kali merayakan kemerdekaan. Namun sayang, faktanya negara ini belum bisa benar-benar merdeka dari cengkeraman penjajahan. Sistem pendidikan yang seharusnya menjadi wadah pencetak generasi terbaik untuk kemajuan bangsa justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Alih-alih mengharumkan nama sekolah, para peserta didik justru banyak terlibat kriminalitas, baik bullying, tawuran, seks, narkoba, hingga pembunuhan.
Ini menunjukkan ada yang salah dalam kurikulum pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Sebuah kurikulum yang semestinya bisa membentuk pribadi baik justru acap kali hanya mengedepankan sebuah angka di atas kertas, sementara moral siswa terabaikan. Sistem pendidikan ala sekularisme yang berkiblat pada penjajah Barat hanya menjadikan dunia sebagai tujuan, hingga melupakan tujuan dari kehidupan itu sendiri. Sekolah yang seharusnya menjadi wadah pembentukan akhlak justru harus kalah dengan persaingan nilai akademis meskipun dengan menghalakan berbagai cara.
Sekolah harusnya bisa memberikan teladan mana hal yang baik dan buruk, mana yang patut dijadikan tuntutan atau sekadar tontonan.
Tragedi peledakan yang dilakukan seorang siswa di SMAN 72 saat ini harusnya menyadarkan setiap elemen kehidupan, bahwa kurikulum pendidikan yang ada telah gagal membentuk kepribadian siswa. Pendidik harus berpegang pada sebuah kurikulum yang bisa membentuk kepribadian terbaik. Tak dimungkiri dalam kurikulum ala sekuler saat ini pendidikan agama tidak dijadikan sebagai bagian penting yang harus diutamakan. Sebaliknya, pendidikan agama hanya diberikan sedikit sekali. Murid dibiarkan membentuk kepribadian seperti yang mereka inginkan. Walhasil lahirlah para generasi rusak yang jauh dari Ilahi.
Kurikulum Pendidikan Sahih (Islam)
Rasulullah saw. telah mencontohkannya kehidupan bernegara yakni dengan menjadikan syariat Islam sebagai sebuah aturan kehidupan. Terbukti selama 14 abad, 2/3 dunia berada di bawah naungan negara Islam.
Keberhasilan tersebut tentu tidak terlepas dari peranan sistem pendidikan/kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan. Dalam kurikulum Islam, hal pertama yang harus dibentuk pada diri seseorang adalah kepribadian Islam yaitu penanaman akidah yang kokoh supaya mereka memiliki keimanan yang kuat kepada Allah Swt. Setalah akidahnya benar-benar mantap, barulah seseorang mulai diajarkan tentang sains dan teknologi. Hal ini bertujuan agar seseorang bisa senantiasa mengaitkan segala perbuatan dengan perintah Allah sehingga terjaga dari perbuatan buruk seperti tawuran, seks bebas, narkoba, bullying, dan lain-lain.Â
Tujuan pendidikan selaras dengan firman Allah yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(TQS.At-Tahrim ayat 6)
Islam tidak hanya bertujuan mencerdaskan generasi. Namun, lebih dari itu Islam mengajarkan agar seseorang bisa menjadi manusia yang cerdas dan bertakwa. Sebab tujuan kehidupan sendiri hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Seseorang yang sudah mantap akidahnya bisa menyadari bahwa ilmu pengetahuan yang ia miliki bisa bermanfaat, baik untuk negara, masyarakat, dan agama. Sebaliknya kecerdasan yang ia miliki tidak boleh dijadikan untuk kejahatan atau membahayakan orang lain.
Sistem Terbaik untuk Generasi Gemilang
Kapitalisme terbukti gagal menghasilkan generasi cemerlang karena menerapkan aturan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Allah Swt. sudah memberikan manusia sebuah panduan kehidupan berupa Al-Qur'an dan hadis. Islam bukan sekadar agama bagi kehidupan manusia, ia merupakan sebuah aturan hidup yang akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang terbaik.
Penerapan kurikulum Islam terbukti unggul hingga berhasil menjadi mercusuar peradaban dunia pada masanya dengan berbagai penemuan dan inovasinya di berbagai bidang seperti astronomi dan kedokteran (Ibnu Sina), matematika (Khawarizmi), kimia (Jabir Ibn Hayyan), dan lainnya. Mereka adalah hasil dari generasi unggul yang lahir dari kurikulum yang diterapkan dalam sistem Islam.
Untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam, yakni memiliki pola pikir dan pola sikap yang luhur kita membutuhkan penerapan sistem Islam kaffah dalam bingkai negara. Sebuah sistem yang akan menjadikan syariat Islam sebagai aturan hidup. Islam adalah sistem terbaik yang memiliki kurikulum untuk menghasilkan generasi gemilang.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com



















Ya Rabb..
Sungguh semua ini menjadi dosa bagi kita jika kita masih terus berdiam diri.
Sebagai ibu bagi generasi kita ikut bertanggungjawab atas kerusakan moral generasi hari ini.
Pelaku adalah generasi yang seharusnya mendapatkan cinta dari keluarga, masyarakat, bahkan negara. Namun, semua itu tidak ia dapatkan.
Sistem pendidikan Islam menunjang output generasi berbasis akidah Islam mampu mewujudkan generasi berkepribadian Islam. Faktor yang menghambat tumbuhnya generasi gemilang akan diatur oleh negara dengan aturan Islam kaffah seperti faktor lingkungan, media sosial, keluarga, pergaulan, dan lain-lain.