
Tidak sedikit program dan kebijakan pemerintah yang kerap tidak menyentuh akar masalah. Malah terkesan betapa pemerintah sedang memoles citra demokrasi yang ujung-ujungnya jadi jebakan "batman" untuk rakyatnya.
Oleh. Tari Ummu Hamzah
(Kontrobutor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dilansir dari detiknews.com (11-12-2024), pemerintah siap melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan dimulai pada 2 Januari 2025. Dalam proses uji coba selama beberapa bulan terakhir, pemerintah telah menemukan format ideal dalam proses pelaksanaan program. Program ini digadang-gadang mampu mengurangi kesenjangan gizi, meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia, dan membentuk SDM unggul yang mampu bersaing di masa depan. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Hariqo Satria Wibawa dalam keterangan tertulis pada hari Rabu (11-12-2024).
Program ini membutuhkan anggaran sebesar Rp450 triliun rupiah. Namun, mengingat anggaran APBN negara sangat terbatas tentu ini akan menjadi tantangan berat negeri ini. Akhirnya Prabowo melakukan penyesuaian terhadap anggaran MBG, yaitu dengan menekan anggaran per porsi MBG, dari Rp15.000 menjadi Rp10.000. Dengan demikian, anggaran yang seharusnya Rp450 triliun, bisa ditekan menjadi Rp71 triliun. (Harianumum.com, 02-12-2024)
Dampak Kebijakan MBG
Kebijakan ini seolah-olah memberikan harapan soal pemenuhan gizi. Namun, kita harus kritis soal program-program pemerintah, terutama soal dampak apa saja yang akan terjadi jika program ini diterapkan. Hal ini karena sudah beberapa program sebelumnya yang mandek, bahkan berujung pada masalah yang lain. Alih-alih menyelesaikan masalah, malah menambah masalah, bahkan blunder. Bukankah hal ini kerap terjadi di setiap program pemerintah?
Karena itu, adanya program ini dikhawatirkan akan memunculkan dampak yang serius, yaitu:
Pertama, minimnya anggaran sehingga akan memaksakan anggaran yang ada. Dikhawatirkan hal ini berdampak mengambil anggaran program lain yang ujung-ujungnya akan memboroskan anggaran.
Kedua, program yang terkesan tidak siap, tetapi tetap dipaksakan. Ini akan terkesan hanya mengumbar janji sehingga makin memperburuk wajah demokrasi yang sejatinya memang batil.
Ketiga, peluang berkuasanya asing sehingga pemerintah akan makin disetir oleh asing.
Keempat, terbukanya peluang korupsi. Di mana ada proyek di situ ada sarang-sarang korupsi, bukankah ini sering kali terjadi?
Kelima, peluang keran impor bahan pangan makin kencang yang mengakibatkan matinya petani lokal. Ini tentu akan menimbulkan masalah baru.
Di sisi lain, kebijakan dari pemerintah populis saat ini sepertinya hanya melanjutkan program pemerintah sebelumnya. Kebijakan berupa pemberian solusi-solusi populer yang sebenarnya cenderung gagal menyelesaikan masalah rakyat. Bahkan, sebenarnya program ini belum siap secara anggaran, tetapi tetap dipaksakan. Karena itu, dikhawatirkan pola kepemimpinan populis pada pemerintahan sekarang yang menihilkan keberadaan oposan, diduga kuat bisa mengarah pada gaya otoriter.
Tidak Menyentuh Akar Masalah
Semua dugaan di atas muncul karena tidak sedikit program dan kebijakan pemerintah kerap tidak menyentuh akar masalah. Malah terkesan pemerintah itu sedang memoles citra demokrasi yang ujung-ujungnya jadi jebakan "batman" untuk rakyatnya. Contohnya, program MBG ini. Jika persoalan gizi menjadi titik kritis program MBG, pemerintah harusnya berpikir bagaimana caranya seluruh elemen masyarakat bisa mengakses kebutuhan pangan yang murah.
Baca juga: Program MBG Budget Sepuluh Ribu per Anak, Cukupkah?
Hal ini karena akar masalah kekurangan gizi dan stunting adalah masyarakat sulit mengakses kebutuhan pokok terutama pangan. Semua harga pangan sekarang merangkak naik. Itu pun masih dibarengi dengan kenaikan pajak, listrik, BBM, tagihan air, tagihan komunikasi. Kondisi ini diperparah dengan PHK dan sempitnya lapangan pekerjaan. Dampaknya akan menciptakan kemiskinan ekstrem. Ya, wajar jika masyarakat tidak mampu mengakses bahan pangan. Bukankah ini masalah yang bersifat struktural? Masalah yang berkaitan dengan penerapan sistem kapitalisme sekuler.
Kebijakan Kepemimpinan Islam
Kepemimpinan Islam jelas berbeda dengan gaya kepemimpinan kapitalis. Pemimpin dalam Islam tegak di atas akidah Islam dengan menjadikan Al-Qur'an dan sunah sebagai landasan negara. Dengan demikian, halal dan haram akan dijadikan sebagai timbangan berperilaku. Karena itu, gaya kepemimpinan Islam akan cenderung menempatkan rakyat sebagai prioritas utama. Ini karena Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya .… “ (HR. Bukhari)
Islam menggambarkan seorang pemimpin itu adalah penggembala. Yang namanya penggembala, dia akan senantiasa melindungi dan mengayomi gembalaannya. Penggembala juga akan senantiasa menuntun mereka untuk mendapatkan sumber air dan makanan. Karena itu, jika disandingkan dengan konteks kepemimpinan, makna penggembala adalah orang yang memiliki sikap dan kapasitas kepemimpinan yang sejati.
Pemimpin dalam Islam akan memikirkan bagaimana menuntaskan masalah hingga ke akarnya. Ia akan menerapkan beragam kebijakan yang sesuai dengan syariat Islam. Jika akar masalah pangan adalah soal kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan, negara akan menyediakan berbagai kebutuhan pangan yang murah. Selain itu, negara akan mendorong para laki-laki untuk bekerja mencari nafkah dengan menyediakan lapangan pekerjaan, baik di sektor formal atau informal.
Di sisi lain, negara juga akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk menjadi pengusaha dengan memberikan modal serta menetapkan regulasi yang akan mempermudah iklim usaha. Jika masyarakat memiliki kemampuan di bidang pertanian dan perkebunan, negara akan memberikan tanah-tanah yang tidak dikelola. Tanah ini diberikan kepada masyarakat yang mampu mengelolanya menjadi lahan produktif.
Penutup
Keberhasilan peradaban Islam dalam sejarah memang tidak bisa dimungkiri. Ini sebagai bukti bahwa Islam pernah menjadi bagian peradaban terbaik sepanjang sejarah umat manusia. Sudah dipastikan pula bahwa kepemimpinan Islam akan menjadikan setiap individu sejahtera secara merata dan adil. Kesejahteraan terwujud dari kebijakan yang diterapkan sesuai dengan aturan Allah semata. Kesejahteraannya pun tidak hanya dirasakan dalam perkara dunia, tetapi keberkahan yang Allah turunkan menjadikan kaum muslim mulia, baik di dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: https://narasiliterasi.id/opini/12/2024/blunder-kebijakan-populis/ […]