
Indikator yang ada sedikit demi sedikit akan menjadikan pendidikan di perguruan tinggi seolah menjadi peternakan manusia yang siap menjadi pekerja industri. Kapitalisasi dan liberalisasi perguruan tinggi pun tidak terelakkan.
Oleh. Rukmini
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id- Telkom University (Tel-U) merayakan ulang tahunnya dengan tema “SDGs for Indonesia”. Hal ini menjadi momen penting bagi Telkom University untuk merancang strategi masa depan yang lebih unggul dan cemerlang. Kabupaten Bandung sendiri telah berkomitmen mendukung pencapaian SDGs melalui berbagai program dan inovasi. Hal ini diungkapkan Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung, Jawa Barat.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang fokus pada komunikasi, teknologi, dan bisnis, Telkom University terus berupaya menjalankan misinya. Misi berupa mencetak generasi yang siap menghadapi tuntutan global. Dengan dedikasinya mewujudkan pendidikan berkualitas dan semangat berinovasi, Telkom University siap menghadapi berbagai tantangan global di masa mendatang. Perguruan tinggi ini berkomitmen untuk terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa. Tidak lupa juga selalu berupaya membangun generasi penerus yang berdaya saing tinggi di kancah internasional. (hibar.pgrikabupatenbandung.id, 12-3-2024)
Seiring semakin melambungnya Telkom University sebagai kampus swasta terbaik, tentu ia tidak akan dibiarkan tanpa program-program yang sesuai dengan proyek global. Salah satunya berupa program SDGs yang diusung oleh PBB. Terlebih ketika Telkom University juga didukung fasilitas yang mumpuni serta peminat dari kalangan menengah ke atas.
Target-target SDGs tentu hanya sebatas ungkapan-ungkapan yang ingin dicapai oleh sebuah negara. Namun, apakah target-target ini sejalan dengan harapan seluruh rakyat atau justru akan disabotase oleh para pemilik kepentingan seperti oligarki? Pada akhirnya, target-target SDGs ini tidak lain merupakan bentuk penjajahan dalam berbagai bidang, salah satunya pendidikan.
Liberalisasi dalam Konsep World Class University
Seorang pemimpin sudah selayaknya memikirkan langkah agar perguruan tinggi semakin baik kualitasnya. Baik kualitas dari segi pelayanan pendidikan maupun sumber daya manusianya. Pemimpin yang cerdas, visioner, dan politis tentu memahami akar masalah perguruan tinggi saat ini yang terkooptasi oleh standar kapitalisme. Kenyataannya pendidikan di negara-negara berkembang dituntut agar setara dengan negara-negara maju.
Konsep World Class University dimunculkan sebagai pendorong agar kemampuan suatu perguruan tinggi dapat berdaya saing global. Kampus dalam hal ini digiring memenuhi tolok ukur bertaraf internasional. Seperti memiliki keunggulan penelitian, kebebasan akademik, fasilitas, dan pendanaan yang cukup memadai, termasuk berkolaborasi dengan lembaga internasional.
Harus dicermati bahwa pengambilan istilah kolaborasi antarsemua kalangan itu sejatinya hanya ilusi. Kenyataannya dalam sistem kapitalisme sekuler, ketika semua kalangan tidak memiliki kesadaran politik ( politik will ), setiap harapan seolah-olah sia-sia. Justru kalangan yang punya kepentingan saja yang akan merealisasikannya.
Indikator tersebut sedikit demi sedikit akan membuat pendidikan di perguruan tinggi seolah menjadi peternakan manusia yang siap sebagai pekerja industri. Kapitalisasi dan liberalisasi perguruan tinggi pun tidak terelakkan. Bahkan lebih parah lagi, konsep tersebut membuat Barat bisa mengontrol dunia pendidikan sesuai kepentingan mereka.
Perguruan Tinggi di Sistem Islam
Sangat berbeda dengan perguruan tinggi yang diatur dalam sistem Islam. Islam diturunkan tidak hanya sebagai agama ritual yang membahas masalah salat, zakat, haji, dan sebagainya. Begitu pun bahwa Islam tidak sekadar membahas seputar ibadah mahda lainnya. Allah Swt. menurunkan Islam sebagai ideologi yang mengatur seluruh kebutuhan manusia dan menjadi solusi atas semua masalah kehidupan. Dengan demikian, termasuk sistem pendidikan tinggi, Islam memiliki konsep dan teknis yang jelas. Dalam Khilafah (sistem pemerintahan Islam), pendidikan tinggi adalah pendidikan yang sistematis setelah pendidikan sekolah.
Adapun tujuan pendidikan tinggi dalam Islam yang bebas dari liberalisasi, yakni:
Pertama, kampus adalah tempat pendidikan lanjutan (tinggi) untuk menanamkan dan memperdalam kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiswa. Peningkatan kualitas pada kepribadian ini ditujukan agar para mahasiswa bisa menjadi pemimpin dalam memantau permasalahan umat. Termasuk kemampuan mengatasinya dengan risiko hidup atau mati. Hal ini menjadikan para mahasiswa akan memahami masalah krusial di tengah-tengah umat dan paham bagaimana menyelesaikannya.
Kedua, kampus harus mampu mencetak generasi para ulama. Mereka kelak dituntut mampu melayani kemaslahatan hidup umat dan menyusun rencana jangka pendek serta jangka panjang atau strategis. Makna kemaslahatan hidup melingkupi kepentingan demi menjaga kelestarian hidup umat. Mulai dari kebutuhan akan tentara yang kuat agar mampu melindungi umat, melawan ideologi-ideologi kufur dengan perang, dan mengemban dakwah Islam.
Selain itu, termasuk kemaslahatan hidup umat juga adalah terpenuhinya kebutuhan asasi umat seperti air, makanan, tempat tinggal, dan pelayanan kesehatan. Maka dari itu, kampus diharapkan melahirkan para peneliti yang kompeten dalam ilmu dan praktik. Juga kemampuan menciptakan berbagai sarana dan teknik yang terus berkembang di bidang pertanian, pengairan, keamanan, dan kemaslahatan hidup masyarakat lainnya. Perguruan tinggi juga diupayakan mampu melahirkan sekumpulan politikus, pakar ilmu pengetahuan, dan para pakar yang melayani kemaslahatan umat lainnya.
Ketiga, kampus dituntut mempersiapkan sekumpulan orang yang diperlukan dalam mengelola urusan umat. Mulai dari para hakim (qadhi), pakar fikih, dokter, insinyur, pendidik, penerjemah, manajer, akuntan, perawat, dan lain-lain.
Untuk mewujudkan independensi tujuan, pendidikan tinggi Islam juga memiliki aturan terkait pembiayaan. Dalam Khilafah, anggaran pendidikan dialokasikan dari baitulmal pos kepemilikan negara dan umum. Dengan demikian, Khilafah akan mampu membangun fasilitas sarana prasarana di perguruan tinggi seperti laboratorium, perpustakaan, auditorium, kelas-kelas, dan lainnya. Bahkan, dari pos tersebut Khilafah akan membiayai seluruh kebutuhan mahasiswa sehingga mereka akan mendapat pendidikan gratis. Perguruan tinggi benar-benar diurus pembiayaannya oleh negara. Tidak akan terjadi liberalisasi di pendidikan tinggi.
Baca juga: Perguruan Tinggi Terbaik Versi The WUR, Bagaimana Indonesia?
Kemandirian Pendidikan Tinggi
Seperti inilah kemandirian perguruan tinggi yang dibangun Khilafah, tanpa campur tangan asing. Dalam persoalan genting berupa ketiadaan Khilafah di tengah umat, hal ini akan mendorong para mahasiswa hasil cetakan perguruan tinggi dalam Islam memikirkan cara mengembalikan kehidupan Islam sesuai hukum syariat. Jika pun Khilafah sudah berdiri, mereka akan berupaya untuk menjaga dan menjadikannya tetap hidup serta diterapkan di tengah-tengah umat.
Semua dilakukan dengan kesadaran betapa permasalahan mendesak ini tetap hidup dan menjadi pusat perhatian dalam benak dan perasaan para mahasiswa. Seluruh mahasiswa di perguruan tinggi dididik dengan tsaqafah Islam tanpa memandang spesialisasi keilmuannya seperti fikih, hadis, tafsir, ushul fikih, dan lain-lain. Liberalisasi perguruan tinggi pun tidak akan berkembang di tengah umat. Bukankah perguruan tinggi yang seperti ini sejatinya yang dibutuhkan oleh umat? Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Liberalisasi di Perguruan Tinggi […]
[…] Baca juga: Liberalisasi di Perguruan Tinggi […]