Toleransi artinya menghargai agama selain Islam, tetapi bukan pula mencampuri agama lain apalagi sampai mengikutinya. Bukti toleransi kita terhadap umat Nasrani atau agama lain cukup dengan membiarkan dan tidak membuat keributan yang akan mengganggu ritual perayaan mereka.
Oleh. Agus Susanti
(Kontributor Narasiliterasi.id dan Pegiat Literasi Serdang Bedagai)
Narasiliterasi.id-Perayaan Natal dan Tahun Baru sudah kian dekat, Menteri Agama mengimbau agar toleransi umat tidak sekadar menjadi kiasan bibir. Hal tersebut disampaikannya dalam membuka Seminar Natal Nasional di Kementerian Agama, Jakarta Pusat pada Kamis (19-12-24). Menteri Agama menegaskan bahwa keberhasilan para tokoh agama bisa dilihat dari sikap toleransi jemaahnya terhadap agama lain. Semakin lengket antaragama berarti semakin baik, sebaliknya semakin berjarak antaragama menandakan kegagalan Menteri Agama dan para tokoh agama yang ada di sekitarnya. (Kompas.com, 19-12-24)
Gagal Paham Toleransi Beragama
Seorang Menteri Agama, ulama, dan para tokoh agama lain banyak yang kian hari kian lari dari pemahaman makna toleransi yang sesungguhnya, padahal sudah jelas Allah memberitahukan dalam Al-Qur'an surah Al-Kafirun ayat 6, yang artinya, "Untukmu agamamu dan untukku agamaku."
Ayat ini menegaskan bahwa toleransi artinya menghargai agama selain Islam, tetapi bukan pula mencampuri agama lain apalagi sampai mengikutinya. Bukti toleransi kita terhadap umat Nasrani atau agama lain cukup dengan membiarkan dan tidak membuat keributan yang akan mengganggu ritual perayaan mereka.
Imbauan Menteri Agama dan Tokoh Agama agar umat Islam berlaku sangat toleran dengan memberikan ucapan selamat Natal hingga ikut andil pada perayaan jelas sebuah kekeliruan. Ikut berkontribusi untuk perayaan Natal sekecil apa pun bukanlah sebuah toleransi, justru hal demikian merupakan bukti tercemarinya iman.
HAM Mengaburkan Umat dari Akidah
Rakyat Indonesia dipenuhi dengan berbagai suku dan agama. Hal ini tidak lantas menjadikan umat saling bermusuhan. Sesungguhnya seluruh agama bertujuan untuk mengagungkan Tuhan Yang Esa. Sayang, banyak yang masih salah dan tidak mau menerima kebenaran terhadap Pencipta sehingga mereka jatuh terhadap kekufuran. Islam dijadikan oleh Allah Swt. sebagai agama yang terakhir dan telah disempurnakan dari agama sebelumnya.
Menjadi bagian dari umat Islam adalah anugerah terindah yang semestinya kita syukuri dan jaga. Namun sayang, paham sekularisme (memisahkan antara urusan dunia dan akhirat) yang diemban negara ini mengakibatkan umat Islam banyak yang lari dari akidahnya sedikit demi sedikit. Tidak ada jaminan dari pemerintah untuk penjagaan akidah umat. Alih-alih menjaga, pemerintah justru menjadikan HAM (hak asasi manusia) sebagai tameng kebebasan seseorang terhadap perbuatan serta pilihan hidupnya.
Alhasil, umat yang lemah iman sering kali menjadi korban terjatuh pada toleransi kebablasan yang mengotori akidah. Bukan lagi sekadar memberikan ucapan selamat Natal, banyak yang justru ikut serta dalam perayaan Natal yang diselenggarakan umat Nasrani. Sebaliknya, ketika ada umat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Islam, mengingatkan agar saudaranya jangan sampai mengikuti agama lain, dan memberikan pemahaman toleransi yang benar justru dianggap sebagai provokator dan dianggap tidak toleran.
Waspada Ekstra Menjelang Nataru
Rakyat Indonesia sudah kian akrab dengan sikap latah (mengikuti) dalam beraktivitas. Namun, menjadi sebuah keharusan bagi setiap umat Islam agar waspada dan tetap menjaga akidah menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi di akhir tahun ini. Memberikan ucapan selamat dan menggunakan aksesori Natal bukanlah bentuk toleransi yang benar.
Islam meyakini bahwa Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah 'Azza Wajalla, mengucapkan selamat artinya membenarkan bahwa ada Tuhan selain Allah. Hal itu jelas menodai akidah. Muslim terbaik adalah yang selalu bersikap wara' (hati-hati) dalam setiap perbuatan, apalagi jika berhubungan dengan keyakinan agama lain.
Baca juga: Bahaya Toleransi Kebablasan
Selain Natal, umat Islam juga harus berhati-hati dalam menyikapi perayaan Tahun Baru Masehi yang akan segera hadir. Islam memang tidak mengharamkan penggunaan kalender Masehi sebagai perhitungan hari dalam beraktivitas, karena kalender ini dianggap sebagai madaniah (benda). Sedangkan perayaan tahun Masehi adalah sebuah hadharah yang di dalamnya ada keyakinan dari agama lain sehingga tidak boleh diikuti.
Informasi yang diambil dari buku 'Komik 60 Detik Sejarah', Masehi diambil pada saat kelahiran Isa Al-Masih. Oleh karenanya, kalender Masehi sering disebut Masihiah atau Yesus dari Nazaret dan telah diakui dunia sejak abad ke-14 M. Adapun sejarah sistem penanggalan Masehi yang ditemukan oleh Dionysius Exiguus (seorang biarawan) digunakan untuk menentukan jatuhnya Hari Paskah. (detikjateng.com, 31-12-23)
Toleransi yang Diajarkan Islam
Kian hari Islam justru dituduh sebagai pihak yang paling tidak toleran. Padahal sejak dulu Rasulullah saw. bahkan sudah membuktikan bagaimana Islam sangat toleran terhadap agama lain. Sikap toleransi yang diajarkan Rasul dengan memberikan kebebasan pada nonmuslim untuk tetap berpegang pada keyakinannya sekalipun mereka tinggal di dalam naungan pemerintahan Islam. Rasulullah bahkan memberikan jaminan keamanan sebagaimana yang diberikan pemerintahan terhadap umat Islam dengan mereka membayar jizyah.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa Rasul juga memberikan batasan agar nonmuslim tidak melakukan ritual keagamaannya di luar kawasan khusus sehingga umat Islam tidak menyaksikan berbagai ritual dan perayaan mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga akidah umat Islam. Begitu detail pemerintahan Islam dalam memastikan agar umat terjaga akidahnya. Tidak seperti saat ini yang mana pemerintah dan pemimpin lainnya justru mengarahkan umat muslim pada sikap toleransi kebablasan yang mengikis akidah.
Khatimah
Akidah umat hanya akan terjaga apabila negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan negara yang dipimpin oleh seorang khalifah. Sistem Islam yang tegas dan tidak mulur seperti karet, memastikan kerukunan umat beragama tetap terjaga, meskipun tidak dengan ikut serta merayakan perayaan agama selain Islam. Karena toleransi sejati itu menghargai bukan mengikuti. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Jangan sampai kita menggadaikan akidah hanya demi mengatasnamakan toleransi.
Kata selamat yang kita ucapkan bisa berakibat kita tidak selamat dari hisab di akhirat!
[…] Baca juga: Toleransi Sejati Menghormati, Bukan Mengikuti […]