Semoga kisah kami ini menjadi kado yang indah dan bisa menjadi inspirasi bagi setiap keluarga muslim untuk tetap teguh di jalan Allah dan menjadikan rumah tangga sebagai fondasi utama dakwah yang kokoh.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Banyak wanita cantik di luar sana, tetapi bagi suami yang paham agama tidak akan pernah membandingkan wanita lain dengan istrinya sendiri. Sebabnya, istri adalah sosok yang paling paham dan mau menerima kekurangan suaminya. Sedangkan, wanita lain hanya tahu apa yang tampak dari luarnya saja yang terkadang hanya pencitraan dan menipu.
Menjaga keharmonisan dalam keluarga itu sangat penting karena sistem pergaulan saat ini sangat rentan dengan berbagai macam godaan yang membuat hancurnya tatanan kehidupan rumah tangga. Tidaklah mudah mengarungi bahtera rumah tangga sampai puluhan tahun, bahkan hingga akhir menutup mata.
Di balik kesuksesan seorang suami, baik posisinya sebagai pemimpin keluarga, bisnis perusahaan, tokoh masyarakat, maupun pengemban dakwah yang selama ini banyak waktunya di tengah umat. Seorang istri sangat berperan dalam membentuk citra suami.
Begitu pun dengan aku, bukanlah siapa-siapa tanpa kehadiran seorang istri. Aliyah, sosok wanita yang saat ini menjadi istriku, begitu setia mendampingi perjalanan dakwah. Tidak terasa pada tanggal 2 Januari 2025 kemarin, sudah dua puluh satu tahun usia pernikahan kami. Tentunya, tidaklah mudah melayari bahtera rumah tangga sampai sejauh ini.
Pasalnya, berbiduk rumah tangga bukan sekadar perjalanan panjang, tetapi juga perjalanan penuh perjuangan dalam mengemban dakwah. Kebersamaan kami telah teruji oleh waktu, menghadapi beragam ujian dan kesulitan. Namun, kami tetap kokoh dalam satu tujuan, menyebarkan cahaya Islam.
Dakwah bersama pasangan hidup ini sangat penting karena banyak dalil dari Allah Swt. yang memerintahkan kita untuk berdakwah. Misalnya saja, pada surah Al-Baqarah ayat 213, "Dan berdakwahlah kepada Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat yang baik."
Pun dalam surah At-Tahrim ayat 6, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka."
Awal Cinta Bersemi
Tidak selamanya seorang ustaz bertemu jodohnya di pesantren atau acara keagamaan. Lingkungan yang kental dengan suasana keagamaan memang bisa mengantarkan orang baik berjodoh dengan orang baik pula, tetapi bukan jaminan ia menjadi pasangan pengemban dakwah yang istikamah. Seperti halnya aku dan Aliyah bertemunya justru di sebuah mini market karena ia bekerja di sana.
Pertemuan yang sangat singkat, sebulan kemudian kami menyatukan janji suci di hadapan Allah Swt., tidak hanya untuk saling mengasihi sebagai pasangan hidup, tetapi juga untuk saling menguatkan dalam dakwah. Kami memahami bahwa jalan yang akan ditempuh bukanlah jalan yang mudah.
Namun, keyakinan pada janji Allah bahwa setiap langkah perjuangan di jalan-Nya akan selalu mendapatkan pertolongan, membuat kami tak gentar menghadapi rintangan. Sebenarnya aku bukanlah sosok pengemban dakwah yang tangguh. Hanya saja, selalu belajar untuk istikamah dan bersemangat mengajarkan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat melalui dunia literasi.
Sementara itu, istriku adalah wanita yang begitu tegas dan pandai berkomunikasi dalam membimbing kaum hawa pada kajian-kajian keislaman. Dua karakter yang berbeda ini, justru membuat kami bisa saling melengkapi dalam menjalankan amanah dakwah yang diemban.
Anak-Anak sebagai Penguat Dakwah
Pada tahun kedua usia pernikahan, kami baru dikarunia oleh Allah Swt. seorang putra yang diberi nama Muhammad Ahda Alfityan. Ada doa di balik arti nama tersebut, yaitu agar kelak ia menjadi pemuda yang terpuji dan setia. Nama ini memiliki konotasi positif dan menyiratkan kebaikan, kesabaran, dan kejujuran.
Pun putra kedua kami, namanya adalah Muhammad Fathin Zaidan, memiliki arti sebagai "Pembuka jalan kemenangan yang terus berkembang" atau "Pemenang yang terpuji dan maju". Harapan dari putra kedua kami ini, kelak ia memiliki kepribadian yang kuat, kesabaran, dan kebijaksanaan.
Baca: Aisyah, Uni Manis yang Lincah
Sementara itu, anak yang ketiga adalah seorang putri bernama Nafisa Fathia Afshah. Nama ini dapat diartikan sebagai "Kemenangan yang berharga dan meluas" atau "Kejayaan yang Indah dan menyebar". Sementara itu, sebagai anak bungsu saat ini adalah Najma Shafa Rahima. Nama anak keempat kami ini dapat diartikan sebagai "Bintang kesembuhan yang penyayang" atau "Cahaya yang memberikan kesembuhan dan kasih sayang".
Dengan demikian, Allah Swt. telah menganugerahi kami empat orang anak yang saleh dan salihah. Kehadiran anak-anak ini bukan hanya sebagai pelengkap kebahagiaan rumah tangga, melainkan juga sebagai penerus semangat perjuangan orang tua.
Sejak dini, kami berusaha untuk mendidik anak-anak dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Salah satu caranya dengan membiasakan anak-anak untuk mencintai Al-Qur’an, salat berjemaah, dan terlibat dalam kegiatan dakwah. Anak-anak kami semoga kelak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mampu mendukung perjuangan orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Masa Sulit yang Menguji Keimanan
Tidak ada perjalanan dakwah yang bebas dari cobaan, begitu pula yang kami alami selama ini. Ada saat di mana ekonomi keluarga kami terpuruk, dan ada pula momen ketika fitnah dan cemoohan datang bertubi-tubi. Namun, dalam setiap kesulitan, kami yakin akan adanya pertolongan Allah Swt. yang selalu diandalkan.
“Saat kami merasa berada di ujung jalan, Allah selalu memberikan jalan keluar,” kataku mengenang masa-masa sulit itu. “Alhamdulillah, selalu saja ada pertolongan Allah yang datang pada waktu yang tepat."
Keyakinan ini membuat kami tidak pernah menyerah. Setiap musibah justru kami jadikan kesempatan untuk semakin mendekat kepada Allah dan memperkuat ikatan keluarga.
Menjadi Teladan dalam Dakwah
Kisah perjuangan keluarga kami ini semoga bukan hanya menginspirasi anak-anak kami, tetapi juga masyarakat di sekitarnya. Kesederhanaan hidup yang kami jalani, ketulusan dalam berdakwah, dan kekuatan menghadapi ujian, semoga kelak menjadi teladan bagi banyak orang.
Perjalanan hidup dalam rumah tangga kami seakan mengajarkan bahwa dakwah bukan hanya tugas individu, melainkan tugas bersama yang membutuhkan kekuatan keluarga. Dengan saling menguatkan dan bersandar pada Allah, kami akan selalu berusaha untuk mampu menghadapi segala rintangan yang datang.
Semoga kisah kami ini menjadi kado yang indah dan bisa menjadi inspirasi bagi setiap keluarga muslim untuk tetap teguh di jalan Allah dan menjadikan rumah tangga sebagai fondasi utama dakwah yang kokoh.
Wallahu'alam bish Shawwab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com