
Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi Muhammad saw. dengan kekuasaan Allah Swt. diperjalankan melalui wilayah-wilayah yang nantinya akan menjadi bagian dari kekuasaan Islam yang dipimpin oleh beliau.
Oleh. Dhini Sri Widia Mulyani
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Peristiwa Isra Mikraj merupakan mukjizat istimewa Rasulullah Muhammad saw. dari Allah Swt. Pada peristiwa Isra Mikraj, Rasulullah saw. diperlihatkan berbagai tanda kebesaran Allah Swt. saat berada di antara langit dan bumi hingga akhirnya sampai di Baitulmaqdis.
Setibanya di sana, beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim al-Khalil, Nabi Musa as., dan Nabi Isa as. yang berada di tengah-tengah para nabi lainnya dan telah berkumpul untuk menyambutnya. Dalam pertemuan itu, para nabi dan rasul melaksanakan salat berjamaah dengan Rasulullah Muhammad saw. sebagai imamnya. (HR. Al-Bukhari dari Malik bin Sha’sha’ah ra.)
Aspek Ketaatan Peristiwa Isra Mikraj
Dalam peristiwa Isra Mikraj terdapat ibrah berupa aspek ketaatan yang luar biasa. Hal ini terlihat dalam perintah salat lima waktu. Salat merupakan kewajiban utama bagi setiap muslim kepada Allah Swt. Salat menggambarkan tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang, serta menjadi pembeda antara seorang mukmin dengan orang yang tidak beriman.
Atas dasar ketaatan dan kepatuhan terhadap perintah Allah Swt., salat berperan sebagai sarana yang dapat mencegah seseorang dari berbagai perbuatan tercela. Allah Swt. berfirman:
اُتْلُ مَاۤ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَ قِمِ الصَّلٰوةَ ۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَا لْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
"Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ankabut 29 ayat 45)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa siapa pun yang senantiasa menjaga salatnya maka salat tersebut akan menjadi penghalang baginya dari perbuatan keji dan mungkar. Dengan kata lain, menjalankan salat menuntut seseorang untuk menjauhi perbuatan tercela. (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsîr Al-Qur’ân al-‘Azhîm, 6/277)
Sejalan dengan itu, Syekh As-Sa'di menambahkan bahwa dalam salat terdapat zikir kepada Allah Swt. serta kekhusyukan yang membuat hati selalu merasa dalam pengawasan-Nya. Kesadaran ini menjadi benteng bagi seseorang agar terhindar dari perbuatan maksiat. (Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Manân, hlm. 657)
Oleh karena itu, seorang muslim yang secara konsisten melaksanakan salat lima waktu dengan disiplin, khusyuk, taat, pasrah, dan tunduk kepada Allah Swt. seharusnya akan terhindar dari berbagai bentuk kemaksiatan. Ia misalnya, tidak akan melakukan pencurian, perzinaan, terlibat dalam praktik riba (termasuk pinjaman online), berjudi (termasuk judi online), melakukan korupsi, atau menzalimi rakyat.
Namun demikian, jika dalam kenyataannya seseorang tetap melakukan berbagai kemaksiatan tersebut meskipun tetap menjalankan salat lima waktu, maka kualitas salatnya patut dipertanyakan. Salat semacam itu tidak akan mampu menyelamatkannya dari azab di akhirat.
Terlebih saat ini, kita menyaksikan bagaimana umat semakin jauh dari ketaatan secara totalitas terhadap perintah Allah Swt. Beragam perbuatan keji dan mungkar kian marak dilakukan oleh banyak kalangan. Semua ini terjadi karena sistem yang diterapkan saat ini bukanlah sistem Islam yang kaffah, melainkan sistem kufur kapitalisme sekuler. Sistem ini menjadi akar penyebab mengapa syariat Islam tak dapat ditegakkan secara sempurna. Bahkan, perintah-perintah fundamental seperti salat pun sering kali terabaikan akibat dominasi sistem ini yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai ilahiah.
Aspek Politik Peristiwa Isra Mikraj
Di samping aspek ketaatan, betapa dalam peristiwa Isra Mikraj demikian kental dengan aspek politik. Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw. dengan kekuasaan Allah Swt. diperjalankan melalui wilayah-wilayah yang nantinya akan menjadi bagian dari kekuasaan Islam yang dipimpin oleh beliau. Sebelumnya, kekuasaan dunia hingga peristiwa Isra Mikraj berlangsung, berada di tangan Bani Israil.
Selain itu, ketika Rasulullah saw. menjadi imam salat bagi para nabi di Baitulmaqdis serta pengakuan mereka atas kepemimpinannya, menjadi simbol perubahan besar dalam politik. Yaitu peralihan kepemimpinan dari Bani Israil kepada Nabi Muhammad saw. dan umatnya.
Baca juga: Spirit Rajab dalam Perjuangan Islam
Isra Mikraj, Mengukuhkan Kepemimpinan Islam
Peristiwa luar biasa ini, di mana para nabi dikumpulkan dan Rasulullah Muhammad saw. diangkat sebagai imam mereka menjadi bukti kuat bahwa beliau adalah pemimpin para nabi. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa risalah yang dibawanya merupakan risalah terakhir dan umatnya diberi amanah untuk menyampaikan ajaran tauhid kepada seluruh manusia. Dengan kata lain, peristiwa ini mengukuhkan kepemimpinan Rasulullah saw. serta umatnya. Karena itu, satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia adalah dengan mengikuti kepemimpinan Rasulullah saw. dan umat Islam.
Peralihan kepemimpinan dunia ini terbukti dalam sejarah. Sekitar setahun setelah peristiwa Isra Mikraj, Allah Swt. memberi perintah kepada Rasulullah saw. untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Di sana beliau mendirikan Daulah Islam (Negara Islam) dengan ideologi dan sistem yang kokoh, tepat, serta sesuai dengan fitrah manusia. Ideologi Islam ini menjadi jalan yang membawa umat manusia menuju kebaikan dan kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Negara Islam di Madinah juga dipimpin oleh individu yang bersih, dapat dipercaya, dan dengan tulus ikhlas melaksanakan sistem ini. Negara Islam kemudian memperluas wilayah kekuasaannya, yang semula hanya terbatas di Madinah hingga mencakup seluruh Jazirah Arab. Bahkan, setelah masa kepemimpinan Rasulullah saw., pada periode Khulafaurasyidin kekuasaan Islam (Khilafah Islam) telah meluas hingga selain mencakup seluruh Jazirah Arab juga wilayah Timur Tengah, termasuk Syam (dengan Palestina dan Baitulmaqdisnya).
Sebelumnya, Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur) yang menguasai wilayah Syam. Adapun Baitulmaqdis di Palestina, termasuk Gaza, merupakan tanah yang diberkahi oleh Allah Swt. Dahulu Palestina merupakan bagian dari negeri Syam, kemudian menjadi bagian dari kekuasaan Islam (Khilafah Islam) setelah dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. Maka dari itu, insyaallah bi iznillah Syam akan kembali menjadi bagian dari kekuasaan Islam (Khilafah Islam) di masa yang akan datang.
Khatimah
Maka dari itu, umat muslim berkewajiban untuk memperjuangkan pembebasan Palestina dari penjajahan entitas Yahudi dengan cara jihad fisabilillah. Hal ini dilakukan sebagaimana Khilafah sebelumnya pada waktu pertama kali membebaskan Pelestina (Syam) dari kekuasaan kekaisaran Bizantium. Begitu juga Yahudi, yang akan diusir dari tanah Palestina. Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
