Pemimpin harapan haruslah seorang negarawan yang dapat menjalankan tugas-tugas pemerintahan sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat
Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor Narasiliterasi.Id)
Narasiliterasi.Id-Pemilihan kepala daerah secara serentak telah selesai dilaksanakan. Sosok-sosok pemimpin harapan untuk lima tahun ke depan telah terpilih. Ada yang terpilih karena terkenal, intelek, religius, ramah, dan sebagainya.
Namun, apakah kriteria tersebut cukup bagi seseorang untuk menjadi seorang pemimpin dalam pemerintahan atau penguasa? Untuk menjadi seorang pemimpin, seseorang harus memenuhi beberapa kriteria. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan kriteria tersebut dalam kitab Syakhsyiyyah Islamiyyah jilid 2.
Pelayan Umat
Pada masa kampanye, para kandidat kepala daerah akan diperkenalkan oleh tim sukses mereka dengan sisi-sisi baik mereka. Melalui kegiatan yang mereka lakukan, para calon pemilih akan mendapat gambaran bahwa calon penguasa mereka adalah orang yang rajin beribadah. Ada pula yang digambarkan sebagai orang yang sangat sayang pada keluarga dan menghormati orang tua. Masyarakat pun terkesan dengan semua itu. Mereka pun menjadikan hal tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan.
Namun, semua itu sebenarnya hanya kriteria kebaikan seseorang di level individu. Sebagai seorang laki-laki dia harus menjadi bapak yang baik bagi anak-anaknya. Sementara itu, sebagai suami dia harus menyayangi istri dan keluarganya, sedangkan sebagai seorang anak dia harus memuliakan orang tuanya. Dengan demikian, kriteria itu memang seharusnya dimiliki oleh setiap laki-laki yang menjadi suami, bapak, sekaligus anak.
Sementara itu, untuk menjadi seorang pemimpin tidak cukup dengan memiliki kriteria tersebut. Sebagai pemimpin bagi rakyat ia tidak hanya mengurusi keluarganya, tetapi juga rakyat yang dipimpinnya. Ia harus menjadi pelayan bagi mereka. Dalam HR. Ibnu Majah disebutkan,
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Artinya: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”
Pemimpin adalah Negarawan
Agar mampu melayani rakyat, seorang pemimpin harus menjadi negarawan. Pertama, ia harus mempunyai kepribadian Islam yang kuat, yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Ia harus memahami pemerintahan Islam serta terampil menjalankan tugasnya. Pemahaman ini akan tampak dalam sikapnya yang adil, berwibawa, bijaksana, berani, tegas, peduli, dan tulus.
Oleh karena itu, mereka yang kepribadiannya lemah tidak layak menjadi pemimpin. Rasulullah saw. menyampaikan hal ini kepada Abu Dzar dalam HR. Muslim.
يَا أبَا ذَرٍّ إنِّي أرَاكَ ضَعِيْفًا وَإنِّي أحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِيْ لَا تَأَمَّرَنَّ عَلَى اثْنَيْنِ وَلَا تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيْمٍ
Artinya: “Hai Abu Dzar, sesungguhnya aku lihat engkau seorang yang lemah dan aku suka engkau mendapatkan sesuatu yang aku sendiri menyukainya. Janganlah engkau memimpin dua orang dan janganlah engkau mengurus anak yatim.”
Kedua, ia adalah orang yang bertakwa, yang menjauhi larangan Allah Swt. dan menjalankan perintah-Nya. Sosok seperti ini akan berupaya menjalankan amanahnya sebagai seorang pemimpin dengan sebaik-baiknya. Ia juga tidak akan mengkhianati rakyat yang telah menitipkan amanah itu di pundaknya. Ketakwaan yang dimilikinya membuatnya takut akan beratnya dosa yang akan ditanggungnya jika ia melakukan hal itu.
Ketiga, cinta dan sayang kepada rakyatnya. Ia akan berusaha membuat rakyat hidup sejahtera dan bahagia. Ia juga tidak suka memberi kesulitan kepada rakyat, sebagaimana perintah Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari dan Muslim.
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
Artinya: “Mudahkanlah dan janganlah kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari.”
Hubungan Pemimpin dengan Rakyat
Selain memiliki kepribadian Islam yang kuat, seorang pemimpin juga harus memiliki relasi atau hubungan yang baik dengan rakyat. Hubungan yang baik itu akan tecermin dalam tiga hal.
Pertama, pemimpin yang baik akan melingkupi rakyat dengan nasihat.
Hal itu bisa diperhatikan dari pidato pertamanya saat pengangkatan. Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar, ia pun berpesan kepada masyarakat agar menjalankan empat hal berikut:
- Senantiasa membaca, memahami, serta mengamalkan Al-Qur’an.
- Mengevaluasi diri sendiri sebelum mengevaluasi orang lain.
- Memperbaiki diri untuk menghadapi hari akhir.
- Tidak menaati pemimpin yang bermaksiat.
- Penguasa bagaikan wali bagi harta anak yatim.
Selain itu, pemimpin yang baik akan memerintahkan para pejabat agar selalu bertakwa. Ia juga akan memberikan nasihat kepada rakyat dalam pidatonya pada momen-momen tertentu, seperti saat hari raya atau hari-hari penting lainnya. Ia juga membentuk departemen penerangan dan mengangkat qadhi hisbah yang akan menjelaskan kepada rakyat tentang berbagai pelaksanaan syariat dalam bermuamalah.
Baca juga: https://narasiliterasi.id/opini/10/2024/kepemimpinan-beban-berat-di-akhirat/
Kedua, pemimpin yang baik tidak akan menyentuh harta milik rakyat.
Ia tidak akan menyentuh harta rakyat dengan alasan apa pun, baik yang termasuk harta pribadi maupun harta milik umum. Harta milik umum, seperti bahan tambang yang sangat besar cadangannya adalah harta yang menjadi milik bersama masyarakat. Setiap anggota masyarakat berhak memanfaatkannya dan menikmati hasil pengolahannya.
Oleh karena itu, harta tersebut tidak boleh diberikan pengelolaannya kepada pihak swasta, baik pribadi maupun kelompok. Hal ini dilakukan agar tidak ada anggota masyarakat yang terhalangi dari menikmati atau memanfaatkan harta tersebut. Sebaliknya, harta itu akan dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Ketiga, menjadikan syariat Islam sebagai landasan berbagai kebijakan.
Kebijakan yang bersumber dari aturan Allah Swt. ini paling sesuai dengan manusia karena aturan ini dibuat oleh Sang Pencipta manusia. Sebagai pencipta, tentu Allah Swt. pasti memahami kekurangan dan kelebihan manusia. Oleh karena itu, aturan dari Allah Swt. merupakan aturan yang paling tepat bagi manusia. Selain itu, Allah Swt. juga tidak memiliki kepentingan apa pun terhadap peraturan tersebut sehingga aturan itu tidak akan memihak atau mementingkan salah satu kelompok atau golongan tertentu.
Meskipun diturunkan pada beberapa belas abad yang lalu, syariat Islam akan tetap relevan diterapkan saat ini. Berbagai persoalan baru dapat dicari status hukumnya melalui ijtihad. Ijtihad dilakukan dengan cara menggalinya dari dalil-dalil syarak, baik dari Al-Qur’an, hadis, ijmak sahabat, maupun qiyas.
Pemimpin Harapan Dicintai Rakyat
Untuk menjaga pemimpin agar tetap berada pada rel yang benar, ada mekanisme muhasabah yang dapat dilakukan oleh rakyat. Muhasabah ini berlandaskan pada halal dan haram karena dorongan takwa, bukan untuk menjatuhkan sifat oposisi. Muhasabah ini merupakan salah satu bentuk kecintaan rakyat terhadap pemimpin. Rasulullah saw. bersabda dalam HR. Bukhari.
اُنْصُرْ أخَاكَ ظَالِمًا أوْ مَظْلُوْمًا
Artinya: “Tolonglah saudaramu yang zalim dan dizalimi.”
Setiap muslim itu bersaudara, termasuk pemimpin mereka. Ketika seorang pemimpin melakukan kezaliman, rakyat yang merupakan saudara sesama muslim harus menolongnya dengan melakukan muhasabah. Dengan cara ini diharapkan kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin itu diubah menjadi keadilan.
Khatimah
Inilah sosok pemimpin harapan umat. Pemimpin yang akan membantu umat agar senantiasa taat kepada Allah dan rasul-Nya. Ia yang akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pemimpin seperti inilah yang didambakan dan akan dicintai rakyat.
Rakyat pun akan mencintai pemimpin seperti ini. Hubungan rakyat dengan pemimpin pun sangat indah, seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam HR. Muslim.
خِيَارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.”
Namun, sosok pemimpin harapan seperti ini hanya dapat diwujudkan dalam sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Sistem ini akan melandaskan seluruh aturannya kepada akidah Islam, termasuk dalam kurikulum pendidikannya. Dengan kurikulum pendidikan seperti ini akan terbentuk sosok-sosok berkepribadian Islam yang kuat. Sosok-sosok yang siap memimpin dan menjalankan amanah sebaik-baiknya.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca juga: Pemimpin Harapan Umat […]
[…] https://narasiliterasi.id/syiar/01/2025/pemimpin-harapan-umat/ […]