
Muharam adalah titik refleksi dan transformasi. Ia menjadi pengingat bahwa kejayaan hanya dapat diraih jika umat kembali berhukum pada hukum Allah.
Oleh. Ummu al-Fatih
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Tahun baru Islam kembali hadir, bulan ini tak sekadar pertanda pergantian waktu, melainkan sebuah momentum istimewa dalam sejarah umat Islam. Muharam membawa ingatan umat pada peristiwa besar hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Peristiwa ini bukan hanya perpindahan fisik, tetapi menjadi titik balik sejarah yang menandai lahirnya negara Islam pertama serta permulaan peradaban agung yang memimpin dunia selama berabad-abad.
Muharram: Islam Bergelut dalam Keterpurukan
Namun, kedatangan Muharam tahun ini, 1447 Hijriah, terasa getir. Di tengah kemuliaan bulan suci ini, umat Islam justru masih bergelut dalam keterpurukan. Di Palestina, genosida terhadap rakyat Gaza terus berlangsung. Data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, sejak Oktober 2023 hingga Juni 2025, lebih dari 56.000 jiwa telah syahid, dan lebih dari 131.000 lainnya luka-luka (Anadolu Ajansi, 22-6-2025). Dunia Islam hanya bisa menyaksikan, sementara para pemimpinnya bungkam, bahkan ada yang terang-terangan melayani penjajah dengan menutup perbatasan dan menolak bantuan.
Tahun baru Islam seharusnya menjadi momen introspeksi bagi umat. Sebagaimana hijrah Nabi menjadi titik tolak terbentuknya masyarakat Islam yang hidup mulia di bawah naungan Daulah Islam, semestinya umat hari ini kembali merenungi kemuliaan tersebut. Ketika Rasulullah membangun negara Islam di Madinah, umat yang sebelumnya tercerai-berai menjadi satu kesatuan. Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sistem kehidupan yang dibangun berdasarkan wahyu Allah mampu menghapus kezaliman, menghadirkan keadilan, dan menebar kesejahteraan hingga pelosok dunia.
Namun kini, predikat sebagai khayra ummah (umat terbaik) tak tampak nyata dalam realitas. Umat Islam terpecah dalam puluhan negara, dipimpin oleh penguasa boneka yang tunduk pada kepentingan asing. Potensi luar biasa umat tak berdaya mengangkat martabatnya sendiri. Krisis multidimensi terus melanda: kemiskinan, kebodohan, konflik horizontal, penjajahan ekonomi dan budaya, serta krisis identitas yang semakin mengakar.
Membongkar Akar Masalah, Islam sebagai Junnah
Akar dari semua ini adalah keterjauhan umat dari aturan Allah. Umat telah meninggalkan Islam sebagai sistem kehidupan. Mereka terjerumus dalam sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Dalam QS. Thaha: 124, Allah mengingatkan, “Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” Ayat ini bukan sekadar ancaman spiritual, tetapi menjadi fakta sejarah bahwa ketika umat Islam meninggalkan aturan-Nya, kehinaanlah yang mereka peroleh.
Untuk itu, satu-satunya cara untuk meraih kembali kemuliaan adalah dengan kembali pada aturan Allah. Islam harus diterapkan secara kaffah (menyeluruh), tidak hanya dalam ibadah individual, tetapi juga dalam tatanan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan hukum. Kehidupan Islam ini hanya mungkin terwujud dalam bingkai institusi negara yang menerapkan syariat secara menyeluruh.
Sistem Islam bukan sekadar gagasan romantis masa lalu. Ia adalah keniscayaan sejarah dan kebutuhan riil umat saat ini. Sistem Islam akan menjadi junnah (perisai) bagi umat, sebagaimana sabda Rasulullah: “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim). Melalui sistem Islam, umat akan kembali memiliki pelindung yang memperjuangkan kemaslahatan mereka, mengusir penjajah, dan menegakkan keadilan berdasarkan syariat Islam.
Baca juga: Muharam 1445 H: Momentum Transformasi Umat dari Kegelapan Menuju Cahaya
Islam: Solusi Problem Kehidupan
Namun, kebangkitan ini tidak akan lahir begitu saja. Umat Islam harus disadarkan kembali akan jati dirinya. Kesadaran ini tidak muncul spontan, tetapi harus dibangun secara terus-menerus melalui dakwah yang menyentuh akal dan hati. Umat perlu dibimbing untuk memahami bahwa hanya Islam yang mampu menyelesaikan seluruh problem kehidupan. Mereka perlu diyakinkan bahwa sistem Islam bukan ancaman, tetapi solusi yang dirindukan.
Proses penyadaran ini membutuhkan keberadaan jemaah dakwah yang tulus dan istiqamah. Jemaah ini tidak hanya mengajak kepada kebaikan, tetapi juga membangun visi politik umat berdasarkan Islam. Mereka menyeru kepada penerapan Islam secara total dan konsisten menolak semua bentuk kompromi dengan sistem kufur sekuler kapitalistik yang menjadi penyebab penderitaan umat.
Jemaah dakwah ini harus berjalan di atas manhaj kenabian mengikuti jejak Rasulullah dalam membangun peradaban Islam. Tahapan dakwah beliau adalah membina individu, membangun kesadaran kolektif umat, lalu mewujudkan institusi politik yang menerapkan Islam secara kaffah. Semua dilakukan dengan cara damai dan intelektual, tanpa kekerasan, apalagi pemberontakan.
Muharram: Titik Refleksi dan Transformasi
Oleh sebab itu, setiap individu muslim memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam perjuangan ini. Setiap muslim wajib menjadi bagian dari barisan dakwah, mendukungnya dengan lisan, tulisan, harta, dan tenaga. Allah telah menjanjikan kemenangan kepada mereka yang berjuang di jalan-Nya dengan keimanan dan keikhlasan.
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa…” (QS An-Nur: 55)
Maka dari itu, Muharam bukan sekadar bulan untuk memperbanyak amalan sunah seperti puasa atau istighfar. Muharam adalah titik refleksi dan transformasi. Ia menjadi pengingat bahwa kejayaan hanya dapat diraih jika umat kembali berhukum pada hukum Allah, dan menolak semua sistem buatan manusia yang bertentangan dengan wahyu-Nya.
Khatimah
Dengan demikian, jika umat Islam benar-benar ingin mengubah nasibnya, mengangkat kehormatannya, membela saudara-saudaranya yang tertindas seperti di Gaza dan wilayah lainnya, maka mereka harus kembali menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan. Tidak ada pilihan lain.
Inilah esensi hijrah di masa kini. Bukan sekadar pindah tempat, tetapi berpindah dari sistem kufur menuju sistem Islam. Dari keterpecahan menuju persatuan. Dari penjajahan menuju kemerdekaan hakiki di bawah naungan hukum Allah.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
