Petaka Iklim di Negara Seribu Danau

petaka iklim negeri seribu danau

Petaka iklim tidak mampu ditutupi oleh kebijakan dan solusi dari negara-negara di dunia yang sekaligus berperan sebagai perusak lingkungan.

Oleh. Sartinah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Cuaca ekstrem tengah melanda negara-negara Eropa. Sebagian negara Eropa mengalami panas ekstrem, sedangkan sebagian lainnya mengalami suhu dingin ekstrem. Salah satu negara yang terkena dampak cuaca dingin ekstrem adalah Finlandia. Suhu dingin di negara yang berjuluk Seribu Danau tersebut bahkan mencatatkan rekor hingga minus 44,3 derajat celsius.

Menurut laporan dari Institut Meteorologi Finlandia, sebagaimana dikutip dari Anadolu Agency pada Sabtu (06/01/2024), suhu di Finlandia turun ke rekor terendah yakni 44,3 derajat celsius di wilayah barat laut Finlandia, pada Jumat (05/01) dini hari. Hal ini terjadi bersamaan dengan datangnya hujan salju yang lebat serta banjir yang melanda sebagian negara Eropa. Cuaca ekstrem tersebut menyebabkan peningkatan konsumsi listrik yang mencapai rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir. (cnnindonesia.com, 06/01/2024)

Akibat lonjakan konsumsi listrik, harga listrik pun melonjak hingga mencapai level tertinggi, yakni sebesar 3,35 euro atau Rp40 ribu per kilowatt per jam. Tak hanya Finlandia, cuaca ekstrem juga menyerbu Swedia yang sama-sama menjadi bagian dari Skandinavia. Suhu dingin ekstrem dan hujan salju juga menyebabkan berbagai kekacauan di jalan-jalan di Swedia. Pun demikian dengan Norwegia dan Denmark, dan beberapa negara Eropa lainnya juga mengalami hal yang sama dan berakibat pada terganggunya aktivitas masyarakat. 

Lantas, mengapa Finlandia dan negara-negara Skandinavia lainnya sering menjumpai suhu ekstrem hingga minus derajat celsius? Apa sejatinya penyebab utama terjadinya suhu ekstrem di banyak negara? Bagaimana pula Islam mencegah dan menanggulangi cuaca ekstrem? 

Mengenal Geografis Finlandia

Finlandia termasuk negara Nordik, yakni negara serta budaya yang berada di Eropa Utara dan Atlantik Utara. Negara ini berbatasan darat dengan Swedia di bagian barat, Norwegia di utara, dan Rusia di bagian timur. Sedangkan perbatasan lautnya, yakni dengan Laut Baltik di barat daya, Teluk Bothnia di barat, dan Teluk Finlandia di selatan. Berada di antara 60°–70° lintang utara dan 20°–32° bujur timur, Finlandia menjadi salah satu negara yang terletak paling utara bumi. (wikipedia)

Sebagai negara yang berada di paling utara bumi, Finlandia memiliki musim dingin yang panjang. Di bagian utara Finlandia, terutama di Laplandia, didominasi oleh iklim subarktik yakni musim dingin yang panjang dan musim panas yang pendek. Sementara itu, seperempat dari wilayah Finlandia berada di Lingkar Arktik, di mana setidaknya sekali dalam setahun akan mengalami matahari di tengah malam.

Karena itu, di titik paling utara Finlandia, matahari tidak terbenam selama 73 hari ketika musim panas tiba dan tidak terbit selama 51 hari saat musim dingin. Dengan letak geografisnya tersebut, tak heran jika Finlandia yang disebut sebagai negara paling bahagia di dunia, sering menjumpai suhu minus dalam waktu yang lama. Namun, benarkah terjadinya suhu ekstrem di Finlandia dan negara-negara lainnya hanya murni karena letak geografisnya? 

Ulah Tangan Manusia

Jika diperhatikan sepintas, terjadinya perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan fenomena alam lainnya, semuanya tampak alami dan berada di luar kendali manusia. Fenomena yang tampak alamiah tersebut membuat manusia seolah tak perlu bertanggung jawab. Sayangnya, terjadinya cuaca ekstrem bukan sepenuhnya karena fenomena alam yang berada di luar kendali manusia. Data-data yang ada justru menunjukkan bahwa terjadinya cuaca ekstrem sebagai dampak perubahan iklim, sebagian besarnya disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia.

Mengutip laporan dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), selama 50 tahun terakhir, bencana yang terkait dengan cuaca telah mengalami peningkatan dan menyebabkan banyak kerusakan. Di Asia misalnya, sejak tahun 1970–2019, tercatat telah terjadi bencana sebanyak 3.454 yang menyebabkan sekitar 975.677 orang menjadi korban. Tak hanya itu, kerugian ekonomi tercatat US$1,2 triliun. Celakanya, dari bencana terkait cuaca, iklim, dan air yang telah dilaporkan secara global, hampir sepertiga (31 persennya) disumbang oleh Asia. (mui.or.id, 02/01/2023)

Baca: Topan Yagi di Myanmar Picu Banjir Parah

Dengan demikian, terjadinya perubahan iklim dan seluruh dampak turunannya bukanlah semata karena fenomena alam. Namun, hal itu terjadi sebagai efek gas rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah emisi karbon. Sedangkan meningkatnya jumlah emisi karbon adalah akibat dari perbuatan tangan manusia. Contohnya saja adalah meluasnya industri-industri ala kapitalisme, penggunaan bahan bakar fosil, dan sisa-sisa makanan yang terbuang, nyatanya ikut menyumbang naiknya suhu bumi. Jika demikian, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? 

Kapitalisme Biangnya

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perubahan iklim yang berakibat pada terjadinya berbagai fenomena alam, terdapat andil manusia di dalamnya. Meski begitu, tidak semua manusia patut disalahkan atas fenomena alam yang merusak dan menyebabkan kerugian. Pasalnya, tak semua orang melakukan perusakan alam secara besar-besaran. Sejatinya pihak yang paling bertanggung jawab adalah mereka yang berada di balik industri-industri raksasa kapitalisme.

Dalam Manifesto Komunis, Karl Marx dan Engels menyebut bahwa keajaiban kapitalisme melampaui segala bentuk keajaiban dunia yang pernah ada sebelumnya. Sayangnya, berbagai kemajuannya dalam bidang industri berbasis fosil tersebut harus dibayar mahal dengan kerusakan lingkungan yang sangat fatal. Kerusakan ini pun tidak akan mampu ditutupi oleh berbagai kebijakan dan solusi dari negara-negara di dunia yang sekaligus berperan sebagai perusak lingkungan.

Contohnya saja penambangan batu bara yang terus meningkat telah memicu pelepasan karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan gas metana yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim ekstrem. Walhasil, selama sistem kapitalisme masih menaungi perindustrian dunia, maka kerusakan lingkungan akan terus berulang. Manusia akan terus merasakan fenomena alam ekstrem dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari mengguritanya industri ala kapitalisme. Lantas, adakah solusi tuntas dari permasalahan iklim yang dialami dunia? 

Solusi Islam 

Pangkal utama terjadinya kerusakan alam hingga berakibat perubahan iklim dan cuaca ekstrem adalah penerapan sistem kapitalisme. Kapitalisme telah melegalkan SDA suatu negara dieksploitasi secara besar-besaran oleh pihak swasta demi meraup untung sebesar-besarnya. Karena itu, kerusakan yang terjadi secara sistemis tersebut harus diselesaikan dengan solusi sistemis pula. Satu-satunya sistem yang mampu menjadikan manusia berjalan beriringan dengan alam adalah Islam.

Islam adalah sebaik-baik sistem hidup yang tidak hanya menjaga manusia, tetapi juga mampu menjaga keseimbangan alam. Islam memandang bahwa alam dan seluruh sumber daya yang ada di dalamnya tidak boleh dikelola dan dimilki oleh swasta. Semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Misalnya hutan, tambang minyak dan gas, sumber air yang langka, tambang yang kandungannya cukup banyak, serta hal-hal lainnya yang sifatnya tidak dimiliki individu, seperti jalan, laut, dan sungai.

Semua penjagaan dan pengelolaan SDA tersebut wajib dilakukan oleh khalifah. Pasalnya, khalifah adalah satu-satunya pihak yang menjadi penanggung jawab seluruh urusan rakyat. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." Dengan pengelolaan dan penjagaan SDA secara benar dan sesuai standar syariat, maka akan meminimalisasi terjadinya perubahan iklim oleh tangan-tangan manusia.

Mitigasi Bencana

Perlindungan khalifah terhadap rakyatnya tidak sebatas pada mengelola SDA, tetapi juga melindungi rakyat dari potensi bencana. Dalam melindungi rakyat dari potensi bencana, maka khalifah harus berpegang pada ketentuan syariat. Hanya saja, meski pengelolaan dan perlindungan terhadap alam sudah dilakukan oleh khalifah, tetapi bahaya ekologi atas kerusakan alam masih bisa terjadi. Untuk mencegah terjadinya bahaya ekologi karena kerusakan alam, maka khalifah wajib menerapkan kebijakan mitigasi yang erat hubungannya dengan konservasi atau penjagaan hutan.

Pasalnya, hutan adalah paru-paru dunia yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Selain itu, hutan juga berfungsi untuk menyerap air, menahan tanah, dan mengeluarkan oksigen dalam jumlah besar. Melihat betapa pentingnya fungsi hutan, maka negara harus memiliki program konservasi alam khususnya hutan. Selain wajib melestarikan hutan, Islam juga melarang siapa pun berbuat kerusakan. 

Pada saat yang sama, Islam juga memerintahkan kepada semua pemeluknya untuk mempelajari dan memahami berbagai fenomena alam. Hal ini dilakukan agar dapat mengelola alam ini dengan lebih baik. Sebagaimana yang dahulu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam hal pelestarian alam. Sebut saja istilah "hima" yang sudah lama dikenal oleh Islam. Beliau saw. pernah menyebut bahwa hima merupakan tempat yang menyenangkan. Saat itu, hima merupakan padang rumput yang tidak boleh dijadikan tempat menggembala ternak oleh siapa pun.

Bagi mereka yang lalai dalam melestarikan alam, maka ada ganjaran setimpal yang akan diterima, misalnya dalam surah Ar-Rum [30] ayat 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ ۝٤١

Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Khatimah

Cuaca ekstrem dan dampak buruk dari kerusakan lingkungan lainnya adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Selama kapitalisme masih diemban, maka manusia akan terus berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Satu-satunya jalan menjadikan lingkungan terjaga dan layak bagi tempat hidup manusia adalah dengan mengadopsi syariat Islam sebagai pengatur kehidupan. Di bawah sistem yang manusiawi ini, manusia akan memiliki harmonisasi dengan alam sekitar. Dengan begitu, perubahan iklim yang mengakibatkan berbagai kerusakan dapat dicegah.

Wallahu a'lam bishawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Sartinah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Dering sang Maestro
Next
Menelisik Otak Mini dari Janin Manusia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram