Gaza: Matinya Hukum Internasional

Gaza Matinya Hukum internasional

Merujuk pada sejarah, jelas bahwa keselamatan Gaza-Palestina dan umat Islam secara keseluruhan hanya akan terwujud melalui kembalinya Islam kaffah sebagai sistem politik dan ideologi negara yang menyatukan kaum muslim.

Oleh. Rita Handayani
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id--Peristiwa di Gaza, Palestina, terus menjadi luka menganga di tubuh umat Islam dan kemanusiaan global. Eskalasi konflik yang tiada henti, pembantaian warga sipil yang masif, dan pemblokiran bantuan kemanusiaan. Bahkan terhadap kapal-kapal bantuan (flotilla) yang membawa kebutuhan dasar adalah bukti konkret betapa rendahnya harga nyawa kaum Muslim di mata dunia. (bbc.com, 2-9-2025)

Berbagai lembaga dan hukum internasional, yang diklaim sebagai penjaga perdamaian dan hak asasi manusia, terbukti lumpuh dan impoten. Resolusi-resolusi PBB hanya menjadi lembaran kertas tak bertaring yang diabaikan begitu saja oleh entitas Zionis.

Upaya diplomasi global selalu berakhir di meja perundingan yang berpihak pada kekuatan hegemoni Barat. Hal ini menyisakan kesengsaraan dan genosida bagi rakyat Palestina. Upaya solidaritas kemanusiaan, seperti yang dilakukan oleh berbagai aktivis dari seluruh dunia, justru dihadang, bahkan pelakunya diancam dan dideportasi.

Kondisi ini menegaskan bahwa tidak ada keadilan sejati yang bisa diharapkan dari sistem global yang didominasi oleh negara-negara kafir penjajah. Keamanan dan keberlangsungan hidup umat Muslim di mana pun hanya dijamin jika mereka memiliki kekuatan politik dan militer yang berdaulat dan teguh di atas syariat Allah.

Nasionalisme Semu dan Jerat Kapitalis Sebagai Biang Keladi

Krisis Palestina-Gaza, yang telah berlangsung puluhan tahun, bukanlah sekadar sengketa teritorial. Melainkan manifestasi dari kegagalan ideologi nasionalisme dan sekularisme yang melanda tubuh umat Islam. Ini adalah akar masalah ideologis dan sistemik.

Pertama, batas-batas palsu yang melemahkan. Setelah runtuhnya Khilafah, wilayah-wilayah Muslim dipecah menjadi negara-negara kecil berbasis nasionalis (nation-state). Setiap negara Muslim hanya fokus pada kepentingan sempit teritorialnya sendiri dan tidak memiliki ikatan politik-militer yang kuat untuk membela saudaranya. Negara-negara tetangga Palestina, yang seharusnya menjadi garda terdepan, terikat oleh perjanjian internasional dan kepentingan politik. Inilah yang menghalangi mereka untuk mengirimkan pasukan dan bantuan militer secara efektif.

Kedua, keadilan di bawah kendali hegemoni barat. Institusi internasional seperti PBB dan Dewan Keamanan PBB sepenuhnya dikontrol oleh negara-negara adidaya yang memiliki kepentingan strategis di Israel. Hukum yang mereka buat dan terapkan bersifat diskriminatif. Hukum tersebut mengizinkan penindasan Zionis atas nama "pertahanan diri" sambil mengkriminalisasi perlawanan umat Islam sebagai "terorisme". Dalam sistem sekuler ini, keadilan diukur berdasarkan kekuatan politik, bukan berdasarkan kebenaran hakiki yang bersumber dari wahyu.

Kegagalan ini membuktikan bahwa umat Islam tidak akan pernah aman dan adil di bawah tatanan dunia yang dikuasai oleh ideologi non-Islam. Solusi parsial dan bantuan kemanusiaan sesaat tidak akan pernah mengakhiri penderitaan. Selama akar masalah utamanya adalah ketiadaan institusi politik global umat Islam yang menyatukan kekuatan mereka.

Baca juga: Derita Gaza: Urgensi Kepemimpinan Islam

Syariat dan Kekuatan Nusrah (Pertolongan) Sejati

Islam mengajarkan bahwa pembelaan terhadap kaum Muslim yang tertindas adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) yang harus dilaksanakan oleh negara Islam. Untuk mengatasi krisis Gaza secara fundamental, Syariat menawarkan dua pilar solusi:

Pertama, seruan jihad dan pengerahan pasukan negara. Daulah Islam (Khilafah) memiliki kewajiban mutlak untuk mengerahkan kekuatan militer (jihad) untuk membebaskan tanah Muslim yang diduduki dan untuk melindungi kaum Muslim yang tertindas (nusrah). Pertolongan tidak hanya bersifat kemanusiaan, tetapi juga politis dan militer. Khilafah akan memutus semua hubungan diplomatik dan ekonomi dengan entitas penjajah dan mengerahkan pasukan untuk membebaskan wilayah tersebut secara permanen.

Kedua, kembalinya satu kepemimpinan politik global. Solusi Palestina tidak akan terwujud tanpa penyatuan nation-state Muslim yang ada saat ini. Islam kaffah menuntut didirikannya kembali satu kepemimpinan politik global (Khilafah) yang menyatukan seluruh sumber daya, tentara, dan kekayaan umat di bawah satu panji. Dengan kekuatan gabungan ini, umat Islam akan menjadi kekuatan dunia yang disegani dan mampu menekan serta menghancurkan agresi Zionis. Persatuan ini didasarkan pada ikatan akidah Islamiyah, bukan batas-batas nasionalisme artifisial.

Teladan Sejarah: Dari Shalahuddin Hingga Penolakan Sultan Abdul Hamid II

Sejarah Islam mencatat bahwa tanah suci (termasuk Al-Quds) selalu dibebaskan dan dilindungi oleh institusi politik Islam. Perlindungan ini adalah implementasi nyata dari konsep ri’ayah al-syu’un dalam konteks geopolitik dan militer:

Momentum persatuan Shalahuddin Al-Ayyubi: di abad ke-12. Setelah bertahun-tahun wilayah Muslim terpecah-pecah di bawah kepemimpinan kecil yang lemah, Shalahuddin berhasil menyatukan wilayah Syam (Suriah) dan Mesir di bawah satu panji. Kekuatan yang terpadu di bawah kepemimpinan Islam yang satu inilah yang memungkinkan pasukannya memenangkan Perang Hittin dan membebaskan kembali Al-Quds dari cengkeraman Tentara Salib. Kemenangan itu adalah buah dari persatuan politik dan militer yang mendahului aksi militer itu sendiri.

Ketegasan Sultan Abdul Hamid II menghalau zionisme: Pada masa Khilafah Utsmaniyah (Ottoman), ketika Theodor Herzl (pendiri Zionisme modern) meminta izin kepada Sultan Abdul Hamid II untuk membeli tanah di Palestina untuk imigran Yahudi, Sultan menolak keras. Sultan menjawab bahwa beliau tidak akan menjual sejengkal pun tanah kaum Muslim, karena tanah itu adalah hak umat.

Penolakan politik yang tegas ini menunjukkan bagaimana Daulah Islam yang kuat dan berlandaskan Syariat mampu menjadi pelindung nyata bagi umat dan tanah suci dari upaya penjajahan asing.

Dengan merujuk pada sejarah, jelas bahwa keselamatan Palestina dan umat Islam secara keseluruhan hanya akan terwujud melalui kembalinya Islam kaffah sebagai sistem politik dan ideologi negara yang menyatukan kaum Muslim. Inilah satu-satunya jalan untuk mengakhiri krisis abadi ini dan memulihkan martabat umat. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Rita Handayani Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Dualisme Nilai Demokrasi, Kritis Dilabeli Anarkis
Next
Gedung Ponpes Ambruk, Cermin Buruk Fasilitas Pendidikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram