Turki: Upaya Pembebasan Palestina dari Cengkeraman Penjajah

Turki Upaya pembebasan Palestina

Pembelaan Turki hanyalah retorika jika tanpa disertai pengiriman pasukan. Sudah selayaknya para pemimpin muslim melakukan tindakan nyata untuk Palestina yang diiringi dengan kesadaran politis ideologis.

Oleh. Siska Juliana
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Turki kembali menjadi sorotan setelah mengeluarkan surat penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pejabat Israel lainnya. Alasannya, mereka dianggap telah melakukan genosida di Jalur Gaza, Palestina.

Surat penangkapan tersebut dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Istanbul pada Jumat (7-11). Tercantum 37 orang dalam surat tersebut, di antaranya Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir hingga Panglima Militer Eyal Zamir.

Selain genosida, mereka juga ikut bartanggung jawab atas tindakan yang dilakukan terhadap armada Global Sumud Flotilla (GSF). Mereka dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan berdasarkan pasal 77 dan genosida berdasarkan pasal 76 KUHP Turki. Akan tetapi, para terdakwa tidak bisa ditangkap karena saat ini tidak berada di Turki.

Surat Penangkapan dari Turki

Kantor Kejaksaan Umum Istanbul meminta dikeluarkannya surat penangkapan yang menyatakan genosida sistematis dan kejahatan kemanusiaan oleh Israel di Gaza. Peristiwa tersebut menyebabkan ribuan orang kehilangan nyawa, ribuan orang lainnya terluka, dan permukiman penduduk hancur.

Kejaksaan Istanbul menyertakan beberapa insiden yang terjadi, di antaranya serangan yang meningkat setiap harinya sejak 7 Oktober, serangan terhadap Rumah Sakit Baptis Al Ahli pada 17 Oktober yang telah merenggut 500 nyawa.

Israel juga sengaja menghancurkan peralatan medis pada 29 Februari 2024. Kemudian pada 21 Maret, Israel mengebom Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina. Selain itu, Kejaksaan Istanbul juga mencantumkan penembakan brutal oleh pasukan Israel dengan 335 peluru terhadap Hind Rajab pada 29 Januari 2004.

Selain diserang, warga Gaza juga diblokade oleh pasukan Israel sehingga tidak bisa mendapatkan bantuan kemanusiaan. Kondisi tersebut memantik reaksi dunia dan mendorong sekumpulan aktivis yang tergabung dalam GSF berlayar ke Gaza untuk membuka blokade itu dan mengirimkan bantuan kemanusiaan. Namun, usaha tersebut gagal setelah diserang pasukan Israel di perairan internasional.

Beberapa aktivis yang ditangkap merupakan warga Turki. Mereka sempat ditahan sebelum dikembalikan ke negara asal. Setelah sampai di negara asal, mereka diperiksa secara medis dan psikologis kemudian hasilnya diserahkan ke kantor kejaksaan.

Selain itu, Turki juga melakukan penyelidikan terhadap kasus penyiksaan, perusakan properti, perampasan berat dan kemerdekaan, serta pembajakan berdasarkan pasal 12 dan 13 KUHP Turki, pasal 15 KUHP, dan ketentuan Konvensi PBB soal Hukum Laut.

Adanya surat penangkapan terhadap pejabat Israel tentu saja mendapat reaksi dari Israel. Tentu saja Israel tidak akan tinggal diam bersama sekutunya Amerika. (cnnindonesia.com, 09-11-2025)

Relasi Amerika dan Israel

Israel dan Amerika Serikat memiliki ikatan sejarah dan ekonomi yang kuat. Sejak Perang Dunia II, AS telah mendukung terbentuknya negara Yahudi. AS merupakan negara pertama yang mengakui kenegaraan Israel saat deklarasi kemerdekaannya pada tahun 1948.

Israel dan AS dipersatukan oleh komitmen kepentingan bersama terhadap demokrasi dan kemakmuran ekonomi serta keamanan regional. Para pejabat AS juga menyatakan bahwa AS dan Israel memilki nilai strategis sebagai kekuatan stabilisasi di Timur Tengah untuk mencegah kerusuhan yang akan mengancam akses terhadap pasokan minyak regional yang masih menjadi ketergantungan Amerika.

Pada awalnya, AS menggunakan Israel sebagai kekuatan penyeimbang pengaruh Uni Soviet, tetapi setelah Perang Dingin pemikiran ini tetap bertahan. Hal ini bertujuan untuk memastikan Timur Tengah tetap sejalan dengan kepentingan AS dengan menangkal ancaman-ancaman yang muncul baik terhadap rezim maupun kelompok-kelompok perlawanan.

Dengan begitu, Israel akan selalu dijaga kekuatan militernya di Timur Tengah.

Israel telah menjadi pilar utama dari tujuan AS untuk menciptakan Timur Tengah yang terintegrasi, makmur, dan aman. AS memfasilitasi perjanjian untuk menormalisasi hubungan antara Israel dengan beberapa negara tetangganya yang mayoritas muslim, yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

Selain itu, hubungan ekonomi dan komersial AS dan Israel sangat kuat. Hal ini didukung oleh perdagangan bilateral barang dan jasa tahunan senilai hampir US$50 miliar. Beberapa perjanjian dan kesepakatan, termasuk Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) AS-Israel tahun 1985 memperkuat hubungan ekonomi bilateral. Sejak penandatanganan FTA, Amerika Serikat telah menjadi mitra dagang terbesar Israel.

Sisi Kemanusiaan Turki

Langkah yang diambil Turki mencerminkan posisinya dalam menegakkan keadilan, kemanusiaan, dan ikatan persaudaraan yang menyatukan mereka dengan rakyat Palestina yang tertindas. Mereka sedang mengalami penderitaan yang luar biasa akibat penjajahan.

Selain itu, peradilan Turki mencerminkan sikap hukum dan moral yang maju serta memberi peringatan kepada pihak yang melakukan kejahatan terhadap Palestina bahwa mereka tidak akan luput dari pertanggungjawaban.

Saat ini, hubungan Turki dan Israel berada di titik terendah sejak pasukan Zionis melakukan agresi di Palestina. Akibatnya, Turki memutus hubungan ekonomi dengan Israel dan melarang maskapai dari negara itu melewati area udaranya.

Selama ini Turki lantang mengecam dan menolak agresi Israel di Gaza. Sikap terbaru darinya menunjukkan keinginannya memimpin kampanye hukum dan diplomatik melawan Tel Aviv di panggung dunia.

Turki Jangan Hanya Retorika

Para penguasa negeri-negeri muslim aktif dan masif mengirimkan bantuan dan relawan, memberikan kritik pada AS dan entitas Yahudi, membuka diplomasi, hingga mengeluarkan surat penangkapan bagi para pejabat Israel. Akan tetapi, hal itu belum cukup bahkan belum mampu membebaskan Palestina.

Sebagaimana tindakan nyata AS yang membantu militer Yahudi, maka hal yang sama juga harus dilakukan oleh penguasa negeri-negeri muslim. Para pemimpin muslim semestinya mengirimkan pasukan militernya, bukan hanya sekadar mengecam atau pernyataan prihatin atas krisis yang terjadi. Begitu pun dengan adanya surat penangkapan yang dikeluarkan, tidak akan mampu dilaksanakan sebab berbeda negara.

Sudah selayaknya para pemimpin muslim melakukan tindakan nyata untuk Palestina yang diiringi dengan kesadaran politis ideologis. Pembelaan hanyalah retorika jika tanpa disertai pengiriman pasukan.

Palestina Belum Bebas

Umat Islam mengalami permasalahan internal dan eksternal sehingga menambah panjang penderitaan rakyat Palestina. Secara internal, umat Islam terpecah belah menjadi negara bangsa (nation state). Dahulu mereka bersatu dalam naungan Khilafah, tetapi saat ini tersekat-sekat menjadi sekitar 57 negara. Mereka memiliki kepentingan yang berbeda sehingga persatuan visi dan langkah membebaskan Palestina sulit diwujudkan.

Tidak sedikit dari pemimpin negeri muslim yang mendukung solusi dua negara (two state solution). Solusi ini jelas batil dan mengkhianati seluruh umat Islam di dunia. Selain itu, terdapat pengkhianatan yang dilakukan pemimpin negeri muslim. Mereka menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi.

Misalnya, Mesir yang menjalin hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi sejak Perjanjian Damai Camp David pada 1978. Yordania menandatangani perjanjian pada 1994. Uni Emirat Arab dan Bahrain menormalisasi hubungan pada tahun 2020 melalui kesepakatan Abraham.

Sejak tahun 1949 Turki sudah menjalin hubungan diplomatik. Selain itu, negara Sudan, Maroko, Bosnia-Herzegovina, dan Kosovo juga menormalisasi hubungan dengan entitas Yahudi.

Secara eksternal, penyebab Palestina belum bisa dibebaskan, yaitu entitas Yahudi didukung oleh negara-negara besar seperti Amerika dan Eropa. Mereka membantu baik dalam militer, ekonomi, dan diplomasi. Alhasil, makin memperkuat posisi entitas Yahudi dalam mempertahankan penjajahannya.

Dukungan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) makin menguatkan posisi entitas Yahudi. Pada November 1947, PBB mengesahkan Resolusi 181 yang mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, yaitu negara Yahudi dan Arab di mana Yerusalem menjadi wilayah di bawah pengawasan PBB.

Kemudian pada 14 Mei 1948, PBB secara sepihak memproklamasikan kemerdekaan negara entitas Yahudi dan menerimanya sebagai anggota PBB pada 11 Mei 1949. Dengan demikian, berharap pembebasan Palestina melalui bantuan PBB hanyalah angan belaka.

Membutuhkan Khilafah

Jika kita menelusuri sejarah, negeri-negeri muslim merupakan satu kesatuan di bawah naungan Khilafah Islamiah. Para penjajah kafir yang berhasrat meruntuhkan peradaban Islam melakukan berbagai cara sehingga umat lupa dengan persatuan akidah.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim harusnya kita menyadari bahwa dari setiap permasalahan yang ada, keberadaan Khilafah bukan sekadar wajib, tetapi sangat dibutuhkan. Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi kaum muslim di seluruh dunia yang akan menerapkan Islam secara kaffah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia.

Khilafah berperan melindungi umat dari penindasan dan wilayah kaum muslim dari penjajahan. Dengan begitu, Khilafah akan mengomando pasukan untuk berjihad membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah, seperti Palestina. Alhasil, jihad dan Khilafah merupakan agenda utama umat Islam untuk menyelamatkan negeri-negeri muslim dari cengkeraman hegemoni kapitalisme.

Peran Penting Khilafah

Dalam sejarah, Khilafah senantiasa melindungi tanah kaum muslim dari Zionis Yahudi. Hal ini tercermin saat Sultan Abdul Hamid II ditawari imbalan yang besar oleh pimpinan Zionis, Theodor Herzl dengan syarat Yahudi diizinkan membeli tanah Palestina untuk mendirikan negaranya. Ketika itu, Khalifah Abdul Hamid II langsung tegas menolak permintaan tersebut. Beliau menjelaskan bahwa tanah Palestina merupakan tanah milik kaum muslim yang tidak boleh dijual pada siapa pun.

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab tahun 637 M, wilayah Palestina berhasil dibebaskan dari Kekaisaran Byzantium Romawi. Pada tahun 1187 M, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi dapat membebaskan Baitul Maqdis dari penjajahan tentara salib sekitar 88 tahun.

Dengan demikian, pembebasan Palestina hanya mampu dilakukan dengan persatuan kaum muslim, serta kekuatan politik dan militer yang kokoh. Hal tersebut akan terwujud jika Khilafah tegak di tengah-tengah kaum muslim.

Khatimah

Ketika Islam kembali diterapkan, maka keberkahannya akan hadir. Islam dan syariatnya menjadi rahmat yang hakiki bagi seluruh alam. Pada saat itu, bukan hanya negeri muslim seperti Palestina yang terbebaskan, tetapi seluruh dunia yang hari ini hidup terjajah dalam cengkeraman kapitalisme.

Allah Swt. berfirman,

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk berbondong-bondong masuk agama Allah.” (QS. An-Nashr: 1-2)

Wallahu’alam bishawab []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Siska Juliana
Siska Juliana Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Ledakan SMAN 72: Bentuk Kelalaian Negara Kapitalis
Next
‎Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh‎
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram