Betapa bahayanya jika pemerintah tidak segera menyadari dan menyikapi dengan benar, bahwasanya dengan menerapkan sistem pemerintahan kapitalisme sekuler dan liberal, sungguh membuat negeri ini dalam bahaya besar. Kehancuran demi kehancuran, serta bahaya lost generation mengadang di depan mata.
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia tengah mendapat sebuah karunia bonus demografi. Di mana penduduknya didominasi usia produktif. Namun, apakah kesempatan emas ini mampu mengantarkan Indonesia menjadi negara maju dan mulia dalam peradaban? Atau justru menjadi bencana di masa mendatang?
Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan sebutan Jokowi, mengatakan bahwa Indonesia akan menghadapi puncak bonus demografi di tahun 2030. Di mana, 68,3% penduduknya adalah usia produktif. Jokowi sangat optimis, bonus demografi ini akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk naik level menjadi negara maju. Hal itu ia sampaikan pada puncak acara LPDP Festival 2023, Kamis (3/8/2023) di Kota Kasablanka, Jakarta. Untuk itu, Jokowi berusaha menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dari generasi mudanya. Salah satunya dengan memfasilitasi beasiswa melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Tujuannya agar para lulusannya bisa disalurkan sesuai kebutuhan dan visi negara, seperti pada bidang metalogi, ev baterai, maupun bidang mobil listrik. (cnbcindonesia.com, 3/8/2023)
Senada dengan Jokowi, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah berpendapat bahwa bonus demografi harus dioptimalkan untuk menyambut Indonesia Emas 2045. Karena itu, Ida menjelaskan bahwa pemerintah telah berupaya menyiapkan SDM yang kompeten, salah satunya melalui Perpres 68 Tahun 2022. Perpres tersebut menjadi payung hukum revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi guna meningkatkan kualitas, akses, dan relevansi dengan kebutuhan pasar kerja. "Selain itu, pendidikan tinggi harus mampu melahirkan lulusan yang siap masuk ke industri dan melahirkan riset inovasi yang dihilirisasi, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya. (kemnaker.go.id, 25/7/2023)
Berbeda dengan Jokowi dan Ida Fauziyah tentang penduduk dan demografi, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa mengatakan bahwa Pemerintah RI perlu mewujudkan pertumbuhan yang seimbang. Salah satunya dengan menyusun program Keluarga Berencana (KB) era baru. Kebijakan ini dimaksudkan guna pengendalian kelahiran secara berencana berdasarkan wilayah dan kelompok sasaran. Hal ini ia sampaikan pada Musrenbang RKP 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Selasa (16/5).(liputan6.com, 16/5/2023)
Bonus Demografi
Bonus demografi adalah peluang (window of opportunity) yang dimiliki suatu negara, karena besarnya proporsi penduduk produktif, yaitu rentang usia 16-64 tahun. Bonus demografi terjadi karena evolusi kependudukan yang dialami semenjak puluhan tahun sebelumnya. Puncak masa bonus demografi Indonesia diperkirakan terjadi di tahun 2030-2040. Karunia ini, tentu harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar mampu mengantarkan menjadi bangsa yang maju, juga terangkat harkat dan martabat setiap individu bangsa.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/bonus-demografi-di-tengah-konstelasi-internasional-ancaman-hegemoni-global/
Untuk memastikan tercapainya tujuan tersebut, sebagaimana telah kita ketahui bahwa pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Data BPS tahun 2022 menyebutkan, ada sekitar 24% penduduk Indonesia berusia antara 16-30 tahun. Posisi inilah yang akan digali pemerintah. Namun, potensi itu memiliki dua mata pedang. Jika di-upgrade dengan benar, akan menjamin teraihnya kemajuan, bahkan peradaban yang gemilang. Namun jika salah, maka bisa menjadi bencana yang berujung sengsara.
Langkah Pemerintah Menjadikan Negara Maju
Untuk memosisikan diri menjadi negara maju, pemerintah telah jorjoran mempersiapkan SDM yang ada. Seperti yang dikatakan Presiden Jokowi, bahwa pemerintah akan mengedepankan bidang pendidikan, kesehatan, juga karakter generasi muda agar ada peningkatan kualitas pada SDM. Namun seperti yang kita saksikan hari ini, langkah yang ditempuh pemerintah tidaklah mencerminkan cita-cita menjadi negara maju.
Pertama, dalam bidang pendidikan. Pada bidang ini, pemerintah telah memfasilitasi beasiswa melalui LPDP yang lulusannya akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan SDM. Pemerintah juga telah resmi meluncurkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang revitalisasi pendidikan vokasi. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, bermutu, dan relevan dengan tuntutan dunia kerja.
Selain itu, pemerintah pun mencanangkan program Kampus Merdeka, yang di dalamnya termasuk program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Padahal, program ini adalah bagian dari kebijakan merdeka belajar Kemendikbud Ristek yang mendekatkan perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri. Dari langkah-langkah pemerintah itu, artinya generasi muda hari ini hanya digiring untuk menjadi pekerja, yaitu sebagai budak-budak bagi dunia industri.
Kedua, bidang kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB). Program ini beralasan untuk menyelamatkan generasi, menjaga pertumbuhan penduduk yang seimbang, penurunan angka stunting,juga percepatan penghapusan kemiskinan. Namun sayang, yang dikampanyekan justru larangan pernikahan dini, penundaan usia pernikahan, dan pembatasan jumlah anak. Betapa ironis, di satu sisi pemerintah melarang pernikahan dini, menunda usia pernikahan, dan membatasi jumlah kelahiran. Namun di sisi lain, pemerintah malah membiarkan merajalelanya pornografi, pornoaksi, juga pergaulan bebas. Maka tak heran jika banyak kasus hamil di luar pernikahan, pemerkosaan, aborsi, pembunuhan bayi, bahkan fenomena menyimpang seperti LG8T.https://narasipost.com/opini/02/2023/bonus-demografi-di-tengah-generasi-stunting/
Dari sini rakyat bisa menyimpulkan, bahwa program KB, termasuk di dalamnya ada program Kesehatan Produksi (Kespro) untuk remaja, itu masih sejalan dengan program Kampus Merdeka. Yakni, generasi muda digiring untuk jangan cepat-cepat menikah, dan tidak usah punya banyak anak. Sehingga, dunia industri punya banyak peluang memeras keahlian, pikiran, waktu, dan tenaga di era keemasan para pemudanya.
Seiring dengan itu, banyak generasi muda yang sudah nyaman bekerja dengan gaji dan materi, mereka menyampingkan salah satu tugas utama sebagai hamba Allah Swt., yaitu menikah dan melestarikan keturunan. Padahal, Allah Swt. telah menjamin rezeki bagi setiap anak yang lahir, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
"Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka ingkar?" (TQS. An-Nahl: 72)
Dengan demikian, maka sejatinya betapa riskannya program KB maupun Kespro ini. Karena ternyata, bukan untuk menjadikan anak bangsa yang sehat jiwa raga, hingga memiliki keturunan yang unggul dan memiliki pemikiran cemerlang. Namun, generasi muda justru digiring untuk senang melajang, bahkan dihambat dan dibatasi dalam memiliki keturunan. Jika hal ini dibiarkan, bonus demografi hanya akan menjadi mimpi buruk belaka. Bahkan di balik bonus demografi, dengan program ini justru terlihat ancaman depopulasi.
Hal ini bukan ilusi semata. Karena, data BPS tahun 2022 menyebutkan bahwa jumlah pemuda lajang semakin meningkat setiap tahunnya. Dari 65,82 juta jiwa penduduk Indonesia yang berkategori pemuda berumur 16-30 tahun, sebanyak 64,56% masih berstatus lajang. Porsi ini naik tajam sebesar 10,39% dalam sepuluh tahun terakhir. Angka pernikahan pun turun 25% dalam kurun yang sama. Semua kenyataan itu terpampang di depan mata.
Ketiga, program pembangunan karakter. Sebagaimana masyarakat ketahui, bahwa membangun karakter adalah membentuk generasi yang tangguh, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa. Sebenarnya itu sudah ada dalam kurikulum sekolah. Namun faktanya, karakter beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, tidak menjadi sesuatu yang harus direalisasikan. Sebaliknya, pemerintah justru gencar menggaungkan agar generasi mempraktikkan paham-paham yang berasal dari penjajah, seperti pemberian wawasan kebangsaan, moderasi beragama, juga antiradikalisme. Paham-paham dari penjajah itu terus dikampanyekan di sekolah, di kampus-kampus, bahkan di setiap instansi. Padahal, paham-paham tersebut justru menjauhkan generasi dari ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah Swt..
Dilihat dari langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam menyambut bonus demografi untuk menjadikan bangsa dan negara yang maju sejajar 5 negara besar lainnya, tentu itu mustahil terjadi. Semua itu hanya mimpi di siang bolong. Karena, antara cita-cita dan langkah yang ditempuh justru bertolak belakang.
Permainan Global
Indonesia adalah salah satu negara yang terbelenggu oleh permainan global. Seolah kekuatan global yang dikomandoi Barat dengan sistem ideologi kapitalisme memberikan solusi pada negara berkembang seperti Indonesia. Mereka mengiming-imingi agar menjadi negara maju sebagaimana mereka. Tentu itu mustahil terjadi. Karena, mana mungkin negara penjajah membantu negeri jajahannya agar sejajar dengan mereka. Sementara, sistem dan segala aturan permainan, mereka yang membuat. Standar-standar dalam menilai sesuatu pun ditetapkan oleh mereka. Jadi, baik aturan, standar yang ditetapkan, maupun paham-paham dan berbagai ide yang datang dari mereka, sejatinya adalah jebakan penjajah untuk menguasai negeri-negeri muslim atau negara berkembang. Jika sebuah negeri tunduk pada arahan mereka, menilai sesuatu menggunakan standar-standar yang ditetapkan mereka, maka akan mudah pula mereka menguasai dan mengeksploitasi sumber daya manusianya, juga menjarah sumber daya alamnya.
Maka, dari sini terlihat bahwa program-program yang selama ini dicanangkan pemerintah, tidak untuk menjadikan generasi unggul yang mampu menyongsong Indonesia Emas 2045. Pun, tidak berorientasi pada hadirnya kemajuan peradaban yang agung dan mulia. Namun, pemudanya justru dieksploitasi sebagai problem solver bagi dunia industri. Selebihnya, hanya berorientasi pada tercapainya karier yang ujung-ujungnya adalah materi semata, dan itu pun tidak seberapa bahkan tidak merata.
Akibat Sistem Rusak
Fenomena seperti ini tidak terjadi di Indonesia saja. Karena, ini tentang rezim global yang ingin menguasai dunia. Rezim global yang dikomandoi Barat ini, terus mengampanyekan sistem ideologi kapitalisme di negeri-negeri berkembang. Tujuannya agar mengikuti arahan dan langkah-langkah yang mereka aruskan. Nahasnya, rezim lokal seperti Indonesia dan negara berkembang lainnya, serempak patuh mengikuti arahan Barat.
Dampaknya, setiap terjadi masalah di sebagian wilayah negeri di dunia ini, yang lain juga akan mengalaminya. Sebagai contoh, ketika terjadi depopulasi seperti yang dialami Jepang, Italia, atau Eropa, maka negeri di belahan lain pun akan terancam masalah yang sama, tak terkecuali Indonesia. Walaupun saat ini sedang menikmati banyaknya jumlah penduduk produktif, namun depopulasi mengancam di depan mata. Hal ini merupakan kesalahan global yang menerapkan sistem cacat, rusak, dan merusak tatanan kehidupan.
Inilah sistem kapitalisme yang sekuler dan liberal. Di mana yang dipropagandakan dalam sistem ini adalah kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Akibatnya, lahir generasi yang bebas dan individualistis. Yaitu bahwa semua dalam kehidupan ini dinilai hanya dari saya, oleh saya, dan untuk saya pribadi. Maka wajar, muncul ide-ide seperti childfree, single live, LG8T, my body is my authority, dan sejenisnya. Semua itu tidak terjadi begitu saja, namun memang diaruskan oleh rezim global.
Mirisnya, hari ini ide-ide rusak itu telah masuk dalam kurikulum sekolah agar generasi memiliki cara pandang yang liberal, sekuler, modernis, hedonis, juga individualistis. Ketika mindset berpikir generasi muda sudah sekuler dan liberal, maka mereka tidak lagi berpikir bahwa ia memiliki tanggung jawab meneruskan masa depan bangsa dan negara. Ia pun tidak berpikir bagaimana, dan untuk apa melangsungkan keturunan. Maka betapa bahayanya jika pemerintah tidak segera menyadari dan menyikapi dengan benar, bahwasanya dengan menerapkan sistem pemerintahan kapitalisme yang sekuler dan liberal, sesungguhnya bangsa ini sedang dalam bahaya besar. Maka yang terjadi, justru kehancuran demi kehancuran, serta bahaya lost generation mengadang di depan mata.
Sistem Islam Menyiapkan Generasi
Sistem Islam memosisikan pemuda sebagai agen perubahan, dan pemegang estafet kepemimpinan di masa mendatang. Oleh karenanya, pemerintah akan menjadikan para pemudanya generasi yang unggul, ahli di berbagai bidang, beriman, serta bertakwa kepada Allah Swt.. Tujuannya, mampu mengantarkan pada bangsa dan negara yang maju secara hakiki. Maksudnya, bukan maju berdasarkan pertumbuhan ekonomi, juga bukan dari pendapatan PDB yang dibandingkan dengan negara lain seperti saat ini. Namun, mampu mengantarkan pada kehidupan yang berakhlak mulia, sejahtera secara merata, dan terdepan dalam teknologi. Hal ini selaras dengan firman Allah Swt. yang artinya:
".....Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al-Hujurat: 13)
Sehingga, ketika ingin menjadikan negara dengan peradaban yang maju dan mulia, maka para generasinya pun harus bertakwa. Untuk itu, pemerintah akan mengedepankan bidang pendidikan. Yaitu dengan mempermudah, bahkan menggratiskan generasi mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Tujuan utama pendidikan adalah menjadikan generasi yang berkepribadian Islam. Yaitu berpola pikir berdasarkan Islam, serta berperilaku sesuai dengan syariat Islam. Kepribadian inilah yang sangat menentukan seperti apa peradaban yang akan dibangun.
Dengan memiliki kepribadian Islam, maka setiap menemui problem-problem kehidupan, generasi akan berpikir bagaimana Islam menyelesaikannya. Hal ini juga akan merangsang setiap generasi untuk terus belajar memperdalam tsaqofah Islam. Sehingga, ia mengetahui bagaimana menyelesaikan segala permasalahan dengan benar sesuai syariat. Namun miris, saat ini program membentuk kepribadian seperti ini tidak ada di sekolah dan perguruan tinggi mana pun, kecuali hanya sebagian kecil.
Di samping membentuk kepribadian Islam, generasi juga akan dibentuk agar menguasai sains dan teknologi. Hal ini karena kehidupan itu terus berkembang, termasuk sains dan teknologi. Selanjutnya, para lulusannya akan diapresiasi untuk mendedikasikan intelektualisasinya pada kehidupan, tidak hanya untuk maju secara individu atau kelompok saja, tetapi menjadi kemajuan sebuah peradaban. Inilah kurikulum pendidikan dalam sistem Islam yang harus ada dalam mempersiapkan generasi berkualitas. Terbukti, banyak orang-orang polymath yang dilahirkan pada masa kejayaan Islam.
Kemajuan Peradaban Butuh Sistem Sahih
Agar sistem pendidikan dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka harus ditopang dengan sistem politik Islam. Karena dengan sistem politik Islam, segala kebijakan, peraturan, maupun undang-undang, semua berdasarkan syariat Islam, yang berasal dari Allah Swt.. Jadi, bukan berasal dari akal-akalan manusia, juga bukan dari pesanan asing maupun aseng. Dengan sistem Islam, maka tak akan ada aturan untuk membatasi usia pernikahan, ataupun jumlah anak. Dengan begitu, maka tak akan ada ancaman lost generation sebagaimana yang telah nyata dialami oleh Jepang dan negara lainnya.
Selain dengan sistem politik Islam, juga dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi ini salah satunya meniscayakan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa besar jumlahnya itu, haram hukumnya dikelola oleh individu, atau swasta, apalagi oleh asing. SDA akan dikelola negara dengan mengerahkan potensi generasi bangsanya, dan hasilnya akan dikembalikan lagi ke rakyat. Yaitu berupa infrastruktur seperti gedung sekolah, pusat kesehatan, jalan, gaji pegawai, jaringan internet, dan lain-lain. Sehingga, semuanya itu bisa dinikmati dengan mudah dan murah bahkan gratis.
Walhasil, dengan kemudahan itu, generasi merasa tenang dan semangat dalam belajar maupun bekerja tanpa terbebani. Dengan keahlian yang mumpuni serta ketakwaan yang tinggi, mereka pun akan tergerak untuk berlomba dalam mendedikasikan kehidupannya demi meraih peradaban yang mulia. Yakni terdepan dalam teknologi, serta tinggi dalam akhlak dan agama.
Gerakan Perubahan
Maka, pemuda saat ini mesti memiliki sifat kritis, tidak malah terlena mengikuti arus kebijakan sistem kapitalisme yang sekuler. Selain itu, pemuda harus melakukan gerakan perubahan yang sifatnya juga sistemis. Untuk itu, dibutuhkan gerakan politik yang memiliki kesamaan cita-cita, visi, maupun cara pandang dalam melakukan perubahan. Untuk itu, pemuda harus memiliki kelompok atau partai yang sifatnya politis.
Adapun ciri-ciri partai itu adalah, pertama, bukan partai politik yang memperjuangkan banyaknya suara. Kedua, partai itu harus memiliki konsep dan metode yang jelas dalam melakukan perubahan baik di bidang ekonomi maupun politik. Ketiga, anggota partai politik harus diikat dengan ikatan yang sahih, bukan ikatan kepentingan, atau kesukuan, juga bukan karena nasionalisme. Namun, ikatan sahih itu adalah akidah Islam, dan pergerakan ini sifatnya global, tidak tersekat oleh nation state.
Dengan demikian, umat terutama generasi muda harus menyadari bahwa walaupun mendapat bonus demografi, namun negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Menumbalkan generasi bangsa untuk dunia industri sebagaimana langkah pemerintah hari ini, adalah kesalahan besar. Mengulur waktu pernikahan dan membatasi jumlah kelahiran, itu pun kesesatan yang fatal. Jika hal ini dibiarkan, maka karunia bonus demografi hanya akan menjadi bencana depopulasi. Karena itu, masalah politik yang bersifat sistemis, harus diselesaikan dengan langkah yang sistemis juga. Maka tak ada cara lain kecuali harus mengganti sistem kapitalisme yang merusak, dengan sistem kehidupan Islam yang sempurna. Karena, sistem Islam berasal dari Allah Swt.
Wallahua'lam bishhowab.
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Adanya bonus demografi semestinya pemerintah harus menyikapi dengan tanggap dan tegas menuju perubahan yang hakiki dengan beralih dari sistem sekularisme kapitalisme menuju kepada ketaatan terhadap hukum Allah yang ditetapkan secara menyeluruh, guna meraih keberkahan dan keridaan Allah Swt.
Bonus demografi hanya akan maksimal dengan baik jika syariat Islam yang mengaturnya. Kapitalisme justru sebaliknya dipandang sebagai ancaman khususnya negeri muslim. Karena mereka inilah cikal bikal pejuang-pejuang Islam akan menggantikan peradaban mereka.
Bonus demografi akan menjadi masalah jika sistemnya masih berkiblat pada kapitalisme sekuler.
Berbeda jauh dengan Islam bagaimana memanfaatkan potensi pemuda.
Semoga puncak bonus demografi di 2030 Khilafah sudah tegak.
Adanya bonus demografi seharusnya menjadi peluang emas untuk meraih kebangkitan umat Islam. Namun hal tersebut hanya sekadar mimpi bila kita masih bertahan di sistem kufur saat ini.
Bonus demografi memang menjadi ancaman di alam kapitalisme, maka mereka berupaya untuk membendung hal tersebut. Namun, jika dalam Islam hal tersebut jelas berbeda. Sebab, Islam memiliki pandangan khas tentang kemanusiaan.
Tak henti propaganda terus dimainkan di negeri ini. Kebijakan penuh kepentingan, potensi generasi di bajak, mengeksploitasi generasi menjadi "sapi perah" bg tuan oligarki. Jadi jelas meski ada bonus demografi bukanlah sesuatu yg menyenangkan yg ada bertambahnya masalah, tersebab sistem ini memang mengusung ide liberal dan sekuler. Ilusi.
Seharusnya negara mampu memaksimalkan bonus demografi, karena SDM produktif yang bisa menjadi agen perubahan. Namun, di sistem saat ini, bonus demografi tampaknya akan jadi petaka karena salah tata kelola.
Bonus demografi adalah kesempatan bagi umat Islam untuk bangkit dan kembali meraih kemuliaan dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh.
Dalam kapitalisme, semuanya serba salah. Bonus demografi akan jadi beban negara, depopulasi akan mengancam keberlangsungan suatu negara. Hedeh,, memang sistemnya yang democrazy.
MasyaAllah, tulisan yang cemerlang.
Memberikan solusi bagaimana agar bonus demografi ini bisa dimanfaatkan demi kebangkitan Islam.
[…] Orang-orang Barat telah mengadopsi ide ini dan menerapkan di negaranya. Kemudian memasarkan bahkan memaksakan ke negeri-negeri muslim, tak terkecuali negara Indonesia. Sebagai bukti, bergabungnya Indonesia dalam kemitraan di tingkat global dengan terbentuknya Commitment Family Planning 2030 (FP 2030). Tujuan kemitraan tersebut adalah untuk memberdayakan perempuan dengan berinvestasi pada konsep keluarga berencana.https://narasipost.com/challenge-np/09/2023/bonus-demografi-dan-ancaman-depopulasi/ […]