
Anggaran pendidikan harusnya dihitung dari total kebutuhan pendidikan itu sendiri. Pengurangan anggaran untuk pendidikan akan mengancam kualitas pendidikan.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Anggaran pendidikan akan dialokasikan dari anggaran pendapatan negara, bukan dari anggaran belanja negara. Sebagaimana yang telah diwacanakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Wacana ini menuai kontroversi dari berbagai pihak, seperti dugaan yang dilontarkan oleh Ekonom Bright Institute Awalil Rizky yang mengatakan bahwa Kemenkeu sengaja mengakali desain anggaran pendidikan beberapa tahun terakhir ini hanya untuk mandatory spending 20% dari APBN. Namun, tidak pernah terealisasi karena adanya pos anggaran pendidikan yang dinilai tidak pernah digunakan, yaitu anggaran pendidikan nonkementerian negara dan pembiayaan pendidikan. (Bisnis.com, 11-9-2024)
Alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengubah alokasi pendidikan karena 20% anggaran pendidikan dinilai fluktuatif, terutama ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia dan rupiah melemah, maka belanja negara akan naik dan membengkak sehingga anggaran pendidikan juga ikut naik. Ditambah lagi anggaran pendidikan yang tidak didistribusikan dengan baik. (Kompas.com, 10-9-2024)
Pemerintah terus saja berniat untuk mengurangi biaya belanja negara untuk rakyat dengan berbagai alasan, termasuk anggaran pendidikan. Perlu diketahui, jika anggaran pendidikan diambil dari pendapatan negara, anggaran pendidikan bisa mengalami penurunan hingga ratusan triliun. Ditambah lagi anggaran pendapatan negara selalu lebih rendah dari anggaran belanja negara.
Pendidikan Tidak Penting bagi Negara
Anggaran pendidikan yang dipermainkan akan mengakibatkan penyusutan dana pendidikan, padahal dengan anggaran sebelumnya, pendidikan Indonesia jauh dari kata layak. Banyak bangunan sekolah yang rusak masih digunakan untuk belajar. Beberapa daerah masih kesulitan akses menuju sekolah karena harus melewati sungai tanpa jembatan, bahkan masih banyak sekolah yang kesulitan untuk mendapatkan buku sebagai media belajar. Lebih parah lagi, ada banyak guru yang digaji tidak pantas, yaitu hanya Rp300 ribu—Rp500 ribu. Kehidupan para guru itu pun jauh dari kata sejahtera.
Anggaran pendidikan harusnya dihitung dari total kebutuhan pendidikan itu sendiri, bukan dari besarnya anggaran. Pemerintah berpikir untuk mengurangi dana pendidikan karena dianggap beban belanja negara. Makin sedikit anggaran untuk pendidikan, akan mengancam kualitas pendidikan di masa mendatang. Jelas ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak penting bagi negara karena pemerintah tidak memikirkan nasib generasi bangsa. Sektor pendidikan terus diabaikan hingga berujung pada kebodohan dan kesengsaraan. Generasi yang lahir pun generasi rusak dan merusak. Bahkan menjadi generasi yang minim akan cita-cita.
Kapitalisme Merusak Tatanan Pendidikan
Paradigma kepemimpinan kapitalistik telah merusak tatanan dunia pendidikan. Ketika pendidikan yang disediakan oleh pemerintah jauh dari kata layak atau bahasa lainnya tidak berkualitas, akan hadir sekolah-sekolah yang di-support oleh swasta dengan menawarkan berbagai fasilitas terbaik. Pastinya sekolah itu tidak gratis, melainkan berbayar dengan biaya yang mahal. Artinya, siapa saja yang punya uang akan mendapatkan akses pendidikan terbaik dan siapa saja yang tidak punya uang silakan nikmati fasilitas pendidikan seadanya.
Dalam kapitalisme, negara berlepas tangan terhadap pemenuhan hak-hak rakyat. Pemerintah hanya sebatas regulator, bukan pengurus rakyat. Wajar jika pemerintah menganggap pendidikan rakyat adalah beban. Ditambah lagi kapitalisme telah menjadikan materi sebagai standar dalam berbuat. Dalam pendidikan, posisi pemerintah adalah penjual yang melekat padanya standar untung rugi. Rugi bagi pemerintah menggunakan biaya yang besar untuk membiayai pendidikan.
Selain itu, pendidikan dalam sistem kapitalisme juga menjadikan siswa memiliki dasar pemikiran yang hanya terukur secara materi dan menafikan hal-hal yang bersifat nonmateri. Dalam artian, ketika pendidikan diraih dengan biaya yang mahal, pendidikan itu harus dapat mengembalikan investasi/ biaya yang telah dikeluarkan oleh orang tua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar, jabatan, kekayaan, atau apa pun yang setara dengan nilai materi.
Pendidikan Tolok Ukur Bangsa yang Unggul
Pendidikan adalah investasi terbesar sebuah bangsa. Fakta menunjukkan bangsa yang serius memperhatikan perkembangan sektor pendidikan dan melakukan investasi dan inovasi besar di dalamnya akan tampil menjadi bangsa yang unggul. Terlepas apakah bangsa itu memiliki paham kapitalisme atau tidak.
Baca: narasiliterasi.id/opini/09/2024/guru-swasta-tidak-bisa-daftar-pppk-pemerintah-pilih-kasih/
Bangsa yang mengadopsi kapitalisme dan serius dalam bidang pendidikan akan tampil sebagai bangsa yang unggul dalam perkembangan sains dan teknologi. Mereka akan menjadikan sains dan teknologi itu sebagai alat penjajahan ke negeri-negeri berkembang atau terkhusus ke negeri-negeri kaum muslim. Hal inilah yang membuat negeri-negeri kaum muslim sangat ketergantungan terhadap negeri-negeri Barat dalam hal sains dan teknologi.
Anggaran Pendidikan dalam Islam
Anggaran pendidikan dalam negara Islam diambil dari kas negara dan dihitung sesuai dengan kebutuhan. Jika kas negara tidak cukup, pembiayaan akan ditanggung secara bersama-sama oleh umat. Pendidikan dalam Islam bukanlah beban negara, melainkan kewajiban negara karena pendidikan dalam Islam memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian Islam. Mencetak generasi yang berilmu dan bertakwa.
Generasi yang dihasilkan pun akan memiliki rasa takut pada Tuhannya, bukan hanya cerdas secara akademis. Pendidikan dalam Islam merupakan sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan oleh setiap orang. Kewajiban ini pun disadari oleh negara sehingga negara memiliki kewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana demi memudahkan akses pendidikan itu di seluruh penjuru.
Dari Abdullah bin Umar ra. Rasulullah saw. telah bersabda: “Ketahuilah, setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang dipimpin.” (HR. Bukhari)
Rasulullah saw. telah menjadikan masjid sebagai tempat belajar dan mengajar. Di dalam masjid tersedia ruangan-ruangan kecil mengajari anak-anak membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur'an. Begitu pun dengan Khalifah Umar bin Khaththab, telah memberikan tunjangan yang besar kepada para guru sebesar 15 dirham setiap bulan. Khalifah Umar juga memperluas jangkauan pendidikan ke berbagai pelosok negeri dengan mengirimkan para ulama untuk mengajar di sana.
Islam menaruh perhatian yang besar di bidang pendidikan hingga tampil sebagai pusat peradaban dunia. Oleh karena itu, penting bagi seluruh kaum muslim kembali kepada sistem Islam untuk mewujudkan pendidikan terbaik bagi generasi Islam. Wallahu'alam.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca: Anggaran Pendidikan Dipermainkan Negara Makin Abai […]