
Sistem Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai jenis pajak karena Islam tidak menjadikan dharibah sebagai sumber utama pemasukan kas negara. Dharibah hanya sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan negara.
Oleh. Dewi Jafar Sidik
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Mulai 1 Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% resmi berlaku. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Akhirnya keputusan pemerintah menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% hanya untuk barang dan jasa mewah saja.
Kebijakan menaikkan tarif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah tersebut diputuskan pemerintah dengan menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Keputusan tersebut dinilai telah mengedepankan kepentingan rakyat kecil. (Liputan6.com, 1-1-2025)
Pemerintah sebagai pengurus rakyat dalam menjalankan wewenangnya sudah semestinya selalu mengedepankan kepentingan seluruh rakyatnya terutama rakyat kecil. Kehidupan rakyatnya harus selalu diperhatikan dan dipenuhi hak-haknya sebagai warga negara. Sebaliknya rakyat pun harus mematuhi dan mendukung peraturan pemerintah selama peraturan yang dibuat mengedepankan urusan rakyat dan sesuai dengan aturan agama. Negeri ini milik Allah Swt. maka sudah semestinya aturan yang diterapkan harus sesuai dengan aturan Sang Pemiliknya. Yang menjadi pertanyaan, apakah kebijakan pajak sesuai dengan peraturan Allah Swt.?
Pajak dalam Sistem Kapitalis
Terkait pajak dengan segala risikonya adalah sebuah keniscayaan dalam sistem peraturan yang mengatur kehidupan rakyat yang dilandasi kapitalisme sekularisme. Kapitalisme yang berasaskan materialistik menjadikan pajak sebagai instrumen penting dalam membangun negara. Maka tidaklah heran kalau dalam negara yang mengadopsi sistem kapitalis sekuler, pajak menjadi sumber utama pendapatan negara. Pajak merupakan kewajiban bagi seluruh rakyatnya. Rakyat diharuskan membayar pajak dari setiap jengkal kehidupannya.
Ketika pajak menjadi sumber utama pendapatan negara maka sejatinya rakyat membiayai sendiri kebutuhannya, dari berbagai layanan yang dibutuhkannya. Artinya negara dalam kapitalisme tidak berperan sebagai pengurus rakyat. Hubungan negara dengan rakyat bisa diibaratkan penjual dan pembeli yang saling mencari keuntungan materi.
Dalam sistem kapitalis sekuler, negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator. Negara sebagai pembuat aturan, berhubung aturannya dibuat oleh manusia maka peraturan yang dibuat akan didesain untuk melayani kepentingannya dan para pemilik modal. Sementara kepentingan rakyat nyaris terabaikan.
Miris, kebijakan pajak sering kali memberikan keringanan pada para pengusaha dengan alasan untuk meningkatkan investasi bermodal besar. Anggapannya bahwa investasi akan membuka lapangan kerja dan bermanfaat untuk rakyat. Namun dalam kenyataannya besaran investasi tidak selalu banyak membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pengangguran masih menjadi permasalahan besar, bahkan kesempatan lapangan kerja tampaknya banyak diberikan pada pekerja asing. Sementara pekerja lokal seringkali sulit untuk mengaksesnya.
Buruknya Riayah Negara
Inilah buruknya riayah negara dalam sistem kapitalis, tidak akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, yang tampak hanya ketidakadilan. Sumber daya alam melimpah yang sejatinya milik rakyat tidak boleh diberikan kepada pihak swasta. Akan tetapi SDA tersebut semestinya dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Akan menjadi sebuah kezaliman tatkala SDA yang sejatinya milik rakyat malah diberikan pada para kapital. Adapun rakyat sebagai pemilik tidak bisa menikmatinya. Begitu juga bisa disebut kezaliman ketika kebijakan pajak diterapkan, sementara kondisi perekonomian rakyat sedang sulit karena dapat menambah beban bagi kehidupan mereka.
Sistem kapitalis menjauhkan peran negara sebagai raa'in, sehingga kesejahteraan untuk semua rakyat sulit terwujud. Yang merasakan sejahtera hanya sekelompok rakyat yang memiliki modal besar dan dekat dengan penguasa. Sementara itu, kesejahteraan hakiki hanya bisa didapat dari periayahan negara yang menerapkan sistem Islam.
Negara sebagai Raa'in
Dalam sistem Islam peran negara sebagai pengurus rakyat (raa'in) akan terwujud dengan optimal.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Perwujudan dari negara sebagai raa'in adalah negara akan mengurus kehidupan rakyatnya; memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya; menjaga jiwa, keamanan, serta kehormatannya. Negara tidak boleh membiarkan rakyat mengurus urusan kehidupannya sendiri.
Dharibah dalam Sistem Islam
Tidak bisa dimungkiri bahwa dalam sistem Islam pun dikenal dengan adanya pajak, yakni dharibah. Akan tetapi, pengaturan dan penetapannya sangat berbeda dengan konsep pajak dalam sistem kapitalis. Pajak dalam Islam tidak dijadikan sebagai pungutan rutin negara.
Dalam sistem Islam pajak atau dharibah bukan sumber tetap pendapatan baitulmal, melainkan merupakan pendapatan yang bersifat insidental ketika kas negara kosong. (Muqaddimah ad-Dustur, An-Nizham al Iqtishadi fii al-Islam)
Sistem Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai jenis pajak karena Islam tidak menjadikan dharibah sebagai sumber utama pemasukan kas negara. Dharibah hanya sebagai alternatif terakhir sumber pendapatan negara. Pajak diambil hanya dalam kondisi tertentu dan dipungut dari kalangan tertentu.
Dharibah Dipungut Saat Baitulmal Kosong
Dharibah dalam Islam hanya akan dipungut saat kas baitulmal tidak ada (kosong), sementara ada kebutuhan penting serta mendesak yang harus diselesaikan negara. Jika kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka pajak harus dihentikan. Kebijakan pajak hanya akan dikenakan pada muslim yang kaya saja dan sudah terpenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersiernya.
Dalam kitab Al-Amwal karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan bahwa pos penerimaan negara dalam Islam adalah pos ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, jizyah, harta kepemilikan umum, harta milik negara, harta usyur, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, khumus, harta orang yang tidak memiliki harta waris, harta orang murtad, zakat, dan pajak. Secara keseluruhan ada dua belas pos penerimaan negara, sementara pajak tidak menjadi komponen andalan apalagi utama.
Sistem ekonomi Islam menetapkan aturan kepemilikan, ada kepemilikan individu, umum, dan negara. Islam menjadikan sumber daya alam (SDA) sebagai milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan berbagai mekanisme yang diatur hukum syarak.
APBN Islam Dirancang untuk Menyejahterakan Rakyat
Allah Swt. merancang APBN (baitulmal) untuk mewujudkan keadilan ekonomi, pemerataan kekayaan, kesejahteraan rakyat, dan sambil memperkuat negara secara keseluruhan. Dengan diterapkannya APBN, rakyat tidak akan terbebani oleh pungutan pajak. Kebutuhan pokok rakyat akan terpenuhi dari pendapatan zakat dan dari hasil pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu, terjadi distribusi ulang kekayaan yang adil melalui pengelolaan kepemilikan umum dan zakat. Kekayaan tidak akan berputar pada sekelompok orang, tetapi didistribusikan untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan keuangan negara yang kokoh tanpa utang luar negeri dan semua kebutuhan pokok rakyat telah terpenuhi, negara akan menjadi mandiri secara politik dan ekonomi.
Baca juga: Pajak dalam Kapitalisme vs Islam
Sebagai seorang muslim tentu kita rindu dan ingin memiliki pemerintahan yang mampu menyejahterakan rakyat dan berlaku adil bukan pemerintahan pemalak dan zalim terhadap rakyatnya. Pertanyaanya, adakah pilihan untuk mewujudkan pemerintahan tersebut? Jawabannya adalah tidak ada pilihan lain kecuali dengan kembali kepada syariat Allah Swt. lalu diterapkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Pajak vs Dharibah […]