Saat ini sudah langka sosok pemimpin yang bergetar hatinya ketika para ulama menasihati tentang kepemimpinannya.
Oleh. Susi Rahma
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Memasuki Awal Tahun 2025 ini majelis taklim Lentera Al-Qur'an yang diadakan tanggal 5 Januari 2025 kemarin, bertempat di Masjid Raya Bandung mengangkat tema "Merindukan Sosok Pemimpin Sesuai Al-Qur'an." Hadir sebagai pembicara yakni Ustazah Finita Nutricia, S.S. selaku Pembina MTLQ.
Sosok Pemimpin Populis Otoriter
Dalam pengantarnya, Ustazah menekankan Rasulullah teladan abadi sepanjang masa. Beliau menyampaikan Tafsir surah An-Nisa ayat 59 yang berbunyi,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kamu berbantah tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik dan lebih baik pula akibatnya."
Dalam tafsirnya, Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Yahya al-Qattan. Dari Ubadah ibnu Shamit, "Kami telah bersumpah setia kepada Rasulullah saw. untuk tunduk patuh dalam semua keadaan, baik dalam keadaan semangat ataupun dalam keadaan malas, dalam keadaan sulit ataupun mudah, dengan mengesampingkan kepentingan pribadi kami. Dan kami tidak akan merebut urusan dari yang berhak menerimanya."
Sementara kenyataan pada hari ini keberadaan pemimpin yang sekadar populis, bahkan otoriter sekarang ini adalah bagian dari konsekuensi karena kita membiarkan kehidupan sekuler yang jauh dari Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Kita harus bertaubat nasuha sesuai kapasitas dan peran kita di masyarakat. Kita harus terus giat dalam melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Suka tidak suka, kita butuh menerapkan aturan Allah Taala. Kalau tidak, kita binasa. Ini adalah persoalan yang sangat serius.
Di sesi akhir Ustazah menjelaskan bahwa relasi pemimpin dan rakyat hari ini tidak ideal, terjadi sengketa berkepanjangan, dan banyak undang-undang yang merugikan rakyat. Sementara dalam sistem Islam, hukum syarak telah memerintahkan agar pemimpin memperhatikan seluruh rakyatnya. Dengan memberinya nasihat takwa, memperingatkan agar pemimpin tidak menyentuh sedikit pun harta kekayaan milik umum, juga mewajibkan agar pemimpin memerintah rakyat dengan Islam, bukan dengan aturan buatan manusia.
Inilah jalan keselamatan yaitu Islam yang akan membawa kebaikan bagi seluruh alam. Maka dalam hal ini Islam juga memiliki jalan untuk melahirkan pemimpin umat yang adil yakni dengan cara sebagai berikut:
1. Sistem pendidikan Islam yang menyiapkan kepribadian Islam (cara berpikir dan berbuat sesuai dengan Islam)
2. Parpol dan jamaah dakwah membina kader terbaik untuk bisa memimpin umat.
3. Mewujudkan kekhilafahan yang akan melahirkan kader-kader pemimpin terbaik.
Tak ayal lagi, seharusnya para pemimpin negeri ini mengambil hikmah tentang seorang khalifah tersukses pada masa kekhalifahan Abbasiyah yakni Harun ar-Rasyid. Sang khalifah masih merasa hatinya gundah dan pikirannya kalut tersebab kekuasaan yang ia emban. Akhirnya ia mencari jawaban dengan bertanya kepada ulama-ulama tabiin yang hidup pada masanya. Pada akhirnya nasihat keras Fudhail bin Iyadh membuatnya tersentak dan menangis kencang hingga ia pingsan.
Baca juga: Pemimpin Harapan Umat
Nasihat Ulama pada Sosok Pemimpin
Saat ini sudah langka sosok pemimpin yang bergetar hatinya ketika para ulama menasihati tentang kepemimpinannya. Jika kita detili, ada tiga pelajaran penting yang bisa kita ambil dari nasihat Fudhail bin Iyadh kepada Harun ar-Rasyid, yaitu,
Pertama, puja-puji itu melenakan dan membuat lupa diri. Kritik terhadap seorang pemimpin itu walaupun pahit seperti obat, tetapi itu sesuatu yang bisa menyelamatkannya dari beratnya hisab di akhirat. Oleh karena itu, seorang pemimpin memang seharusnya tidak antikritik. Berbanding terbalik, ia mau mendengarkan keluhan atas rakyatnya dan siap menerima nasihat ulama sebagai muhasabah atas kepemimpinannya. Demikian adanya pada waktu itu orang-orang di sekitar Harun ar-Rasyid, seperti ajudan, teman, dan sahabatnya kebanyakan memuji. Fudhail melihat itu sebagai bom yang dapat membinasakan sang khalifah sehingga tidak ada yang berani mengkritik dan menasihatinya.
Kedua, pemimpin yang baik adalah orang yang selalu merasa gundah manakala kebijakannya menzalimi, resah ketika rakyatnya susah, dan kalut saat ia mulai jauh dari jalan Allah Taala. Seorang pemimpin akan selalu merasa diawasi oleh Allah sehingga ia menjadikan jabatannya sebagai amanah yang harus terlaksana dengan baik. Ia memahami bahwa kepemimpinannya bisa membawa pahala atau siksa untuk dirinya kelak di akhirat.
Ketiga, para pewaris Nabi adalah para ulama yang menjadikan Islam sebagai urusan hidup dan mati. Ulama adalah penjaga masyarakat dari keburukan, termasuk menjaga umat ini dari buruknya seorang pemimpin. Peran ulama tidak hanya memandu dan membinaa umat ke jalan Allah, tetapi juga melakukan muhasabah kepada penguasa, meluruskan jika ada salah, dan menyampaikan kebenaran Islam secara lantang dan terang. Fudhail bin Iyadh adalah contoh ulama tegas dalam menasihati penguasa. Ia tidak takut celaan dan tidak tergoda dengan nikmat dunia.
Khatimah
Tentu elok ketika sistem Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Ketika penguasa berbuat salah, ulama akan menasihatinya. Saat penguasa keliru menetapkan kebijakan, masyarakat segera mengoreksi dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Inilah sosok pemimpin yang dirindu. Tidak ada pembungkaman dan ketidakadilan yang dipertontonkan sebagaimana yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Barakallah, Mbak.