
Kasus pembatalan ijazah mahasiswa ini menambah bukti baru betapa buruknya sistem pendidikan sekuler. Sebuah sistem yang berpijak pada kapitalisme materialistis.
Oleh. N' Aenirahmah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Negeri ini tengah mengalami berbagai krisis multidimensi dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalam sistem pendidikan. Kasus pembatalan ijazah mahasiswa salah satunya.
Ijazah bagi para pelajar menjadi tujuan akhir dalam proses pendidikan. Memiliki ijazah menjadi modal dan bekal bagi seseorang dalam berkompetensi menuju dunia kerja.
Baru-baru ini, publik dikejutkan pada kasus pembatalan ijazah mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung. Di mana pembatalan ijazah ini diikuti dengan penarikan ijazah terhadap 233 mahasiswa untuk periode 2018-2023. (tirto.id, 16-01-2025)
Publik pun mempertanyakan apa penyebabnya dan kenapa hal ini bisa terjadi?
Kejanggalan pada Proses Kelulusan
Terungkap pembatalan ijazah mahasiswa Stikom dikarenakan ada temuan dari tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Tim EKA menemukan ada sejumlah kejanggalan dalam proses kelulusan di Stikom Bandung. Kejanggalan tersebut mulai dari didapatinya perbedaan antara IPK dan satuan kredit semester (SKS) yang dimiliki kampus dengan data yang ada di Pangkalan Data Dikti. Kejanggalan selanjutnya, kampus belum melakukan tes plagiasi untuk karya skripsi dari para mahasiswa dan belum mencantumkan PIN (Penomoran Ijazah Nasional) dari kementerian.
Dari 233 pembatalan ijazah mahasiswa ini, ada 95 ijazah yang telah berhasil ditarik dari mahasiswa periode 2018-2023. Para alumni Stikom ada yang menyetorkannya secara sukarela maupun melaui jemput bola oleh pihak kampus. Kampus Stikom Bandung pun berjanji akan segera mengeluarkan ijazah baru serta memastikan ijazah ini telah melalui proses perbaikan dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Ketua Stikom Bandung, Dedy DJamaludin. (kompas.id, 19-01-2025)
Baca juga: Kala Lulus Tak Berjalan Mulus
Pendidikan Sekuler Pangkal Problematika
Kasus pembatalan ijazah mahasiswa ini menambah bukti baru betapa buruknya sistem pendidikan sekuler. Sebuah sistem yang berpijak pada kapitalisme materialistis. Pendidikan dianggap sebagai jasa dan lahan basah lagi menggiurkan. Tak ayal, pada aspek ini pun rentan dikapitalisasi dan menjadi komoditas bisnis.
Hawa sekularisme telah menjiwai penduduk negeri ini, tidak terkecuali para intelektual di kalangan kampus dan mahasiswanya. Lihatlah berbagai kasus yang menimpa kalangan kampus seperti, kasus plagiarisme, joki tes masuk perguruan tinggi, joki karya ilmiah, bahkan jual beli ijazah pun lumrah ditemukan dalam iklim sistem pendidikan di bawah asas sekularisme ini.
Sekularisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya dipakai dalam hal beribadah saja, sementara dalam aspek lain agama tidak dipakai dalam pengurusan aturan publik. Walhasil, ketika agama dicampakkan dalam urusan publik, nilai-nilai perbuatan manusia tidak bersandar pada benar dan salah dari sudut pandang halal haram. Akan tetapi, nilai perbuatan mereka bersandar kepada akal manusia yang relatif. Maka dari itu, tolok ukur perbuatan seseorang akan berbeda dan cenderung mengikuti hawa nafsu.
Pada sisi yang lain, tolok ukur kebahagiaan dan kesuksesan dalam sistem sekuler diukur dengan nilai materi yang bersifat duniawi semata. Tidak heran ketika manusia memakai paradigma sekuler dalam kehidupan, menghasilkan orang-orang yang jauh dari nilai-nilai agama.
Sekularisme inilah yang saat ini dipakai dalam mengatur sistem pendidikan di negeri ini. Sistem sekuler telah menjauhkan lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan maupun output pendidikan yang hakiki.
Pendidikan dalam Perspektif Islam
Sudut pandang sekularisme dalam mengatur sistem pendidikan adalah materialistis. Sistem ini terbukti gagal melahirkan manusia saleh yang sekaligus menguasai iptek. Secara formal kelembagaan, sekularisasi pendidikan berpijak pada dua kurikulum yang dikeluarkan dua departemen yang berbeda, yakni Depag dan Depdikbud. Tertangkap ada kesan yang kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga tidak tersentuh oleh standar nilai agama. Di sisi lain, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian penting dari proses pendidikan justru tidak menjadi fokus perhatian tolok ukur keberhasilannya.
Berbeda dengan sudut pandang Islam. Dalam pandangan Islam, negara memiliki tanggung jawab untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan terampil. Selain itu, tanggung jawab lainnya berupa membentuk manusia yang berkarakter dengan memiliki kepribadian Islam serta menguasai tsaqafah Islam dan ilmu kehidupan berupa sains, teknologi, dan berbagai keahlian.
Negara memiliki otoritas dalam menyusun kurikulum pendidikan berasaskan akidah Islam. Asas ini yang akan menjadi penentu dalam arah dan tujuan yang ingin dicapai. Dari sinilah negara Islam akan menyusun kurikulum, standar nilai ilmu pengetahuan, proses belajar mengajar, kualifikasi pendidik, dan budaya sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma pendidikan yang berasas akidah Islam ini akan terus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang, mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
Tiga Komponen Pelaksana Pendidikan Islam
Mencetak generasi unggul yang kompeten dalam seluruh aspek kehidupan bukan perkara yang mudah.
Untuk mewujudkannya perlu kerjasama dan sinergi antara tiga komponen, yaitu:
Pertama, lembaga pendidikan di sekolah dan kampus. Pada dasarnya sekolah dan kampus merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan secara formal. Pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang dan membutuhkan manajemen penyelenggara sekolah. Mulai dari pendidik, kurikulum, gedung, biaya pendidikan, dan sarana penunjang lainnya.
Kedua, keluarga. Pendidikan di dalam keluarga bersifat sepanjang hayat. Orang tua memiliki andil yang besar dalam proses pembinaan, pengembangan kepribadian, dan penguasaan dasar-dasar pengetahuan Islam bagi anak-anaknya.
Ketiga, masyarakat. Pendidikan di tengah masyarakat erat kaitannya dengan praktik kehidupan sehari-hari. Masyarakat merupakan lingkungan yang menerapkan sistem dan nilai kehidupan. Sistem ini sangat dipengaruhi dengan pandangan hidup yang dianut oleh sebuah negara.
Peran Sentral Negara
Negara sebagai otoritas yang akan menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Negara Islam akan bertanggung jawab dalam menyediakan dana yang mencukupi, sarana prasarana yang memadai, dan SDM yang bermutu.
Terwujudnya pendidikan Islam yang bermutu wajib ditopang dengan sistem pemerintahan dan sistem ekonomi yang diterapkan. Model negara ideal yang yang dimaksud adalah negara Khilafah Islamiah.
Negara Khilafah Islamiah dalam catatan sejarahnya telah menorehkan tinta emas keberhasilan dalam dunia pendidikan. Berhasil mencetak para polymath yang menguasai berbagai macam ilmu, melahirkan insan kamil, yakni para ahli ibadah yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Dari sistem pendidikan Islam ini lahirlah generasi unggul. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Ali-Imran ayat 110 yang artinya: "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah."
Negara Khilafah Islamiah akan memberikan akses pendidikan bagi seluruh rakyat secara gratis. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan kebutuhan pokok. Jaminan pendidikan gratis oleh negara ini akan menciptakan iklim ketenangan bagi para orang tua, peserta didik, maupun bagi siswa itu sendiri. Mereka semua akan fokus dalam proses pendidikan tanpa khawatir dengan biaya dan lain-lain.
Negara Islamiah juga menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam terdapat sumber pendapatan negara yang memadai dan dijamin mampu membiayai roda pemerintahan dalam mengurus rakyatnya, termasuk pendidikan gratis.
Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan kepemilikan dibagi dalam tiga: kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan umum seperti sumber daya alam yang melimpah akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan didistribusikan untuk kepentingan seluruh rakyat. Walhasil, dengan pengelolaan kepemilikan umum ini, negara bisa menggratiskan layanan publik, seperti bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, dan fasilitas umum lainnya.
Khatimah
Dapat dipastikan, ketika sistem Islam diterapkan oleh negara Khilafah Islamiah, akan lahir sumber daya manusia yang berorientasi membangun peradaban Islam. Sebaliknya, bukan berorientasi pada prinsip materialistis sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kapitalisasi pendidikan pasti terjadi dalam sistem saat ini. Gak heran jika banyak lulusan yang masih mentah dan sedikit kiprahnya di masyarakat.
Barakallah Mbak.