Jelang Ramadan Harga Selalu Naik, Kenapa Jadi Tradisi?

Jelang Ramadan Harga Selalu Naik, Kenapa Jadi Tradisi?

Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang turun, tentu kenaikan harga ini semakin menyulitkan. Maka, peran pemerintah untuk menanganinya sangatlah dibutuhkan.

Oleh. Verawati, S.Pd.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Marhaban, ya Ramadan
Marhaban, ya Ramadan
Ramadan tiba, semua bahagia
Tua dan muda bersukacita
Bulan ampunan, bulan yang berkah
Bulan terbebas api neraka

Lirik bait lagu yang dinyanyikan Opik di atas menggambarkan betapa umat Islam berbahagia manakala Ramadan datang. Tua muda, bahkan nonmuslim sekalipun banyak yang merasakan kebahagiaan ini. Misal berburu takjil atau larisnya dagangan mereka untuk keperluan buka dan juga lebaran. Tak hanya segi materi, jauh dari itu alasannya adalah keimanan. Karena bulan Ramadan adalah bulan mulia, penuh keberkahan, dan pahala dilipatgandakan.

Namun, dari sisi lain masyarakat (umat Islam) sering kali dihadapkan pada masalah ekonomi, yaitu, naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok, terutama pangan dan sandang. Seperti dilansir media rri.co.id (15-02-2025), harga sejumlah komoditas pangan di pasar tradisional Langowan, Minahasa, mulai mengalami kenaikan menjelang bulan suci Ramadan. Beberapa Jenis sayuran dan bahan pokok mengalami lonjakan harga yang cukup signifikan dalam beberapa pekan terakhir, seperti wortel dan kentang.

Hal yang sama terjadi di daerah Bontang. Seperti dilansir media tribunkaltim.co (07-02-2025), menjelang Bulan Suci Ramadan 2025, harga bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan terpantau mengalami lonjakan signifikan. Kenaikan harga paling mencolok terjadi pada minyak goreng dan gula. Harga keduanya terus naik dalam beberapa minggu terakhir. Syamsiah, seorang pedagang di Pasar Tamrin mengungkapkan bahwa kenaikan harga sudah mulai terjadi sejak dua minggu lalu.

Baca juga: Ramadan Ramah di Kantong, Why Not?

Kondisi ini terus berulang setiap tahunnya seolah sudah jadi tradisi. Kenapa bisa demikian? Alasan klisenya yaitu bahwa saat bulan Ramadan permintaan naik dan stok barang terbatas. Masyarakat pun diminta untuk menerima saja, tidak ada kuasa untuk menolaknya. Padahal dengan basis data yang dimiliki seharusnya pemerintah bisa menyediakan berapa jumlah barang yang dibutuhkan. Namun, faktanya belum pernah terwujud kondisi harga yang normal dan stabil. Benarkah masalahnya seperti itu saja?

Problem-Problem Ekonomi

Pertama, produksi. Hampir semua kebutuhan pokok negeri ini dipenuhi dengan impor dari luar negeri. Seperti beras, gula, telur, bawang putih, dan lainnya. Dengan alasan produksi dalam negeri tidak mencukupi. Alasan lainnya adalah lebih murah, mudah, serta berkualitas tinggi.

Menurut data BPS, Indonesia mengimpor sebanyak 4,52 juta ton beras sepanjang 2024. Jumlah impor beras tersebut naik sekitar 47,38% dari catatan pada 2023 yang sebanyak 3,06 juta ton.

Artinya, ketersediaan barang sangat bergantung pada impor. Padahal untuk impor membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, dapat mematikan produksi, kreativitas, dan inovasi dalam negeri. Pada gilirannya berdampak sulit menciptakan swasembada pangan dan kesejahteraan masyarakat.

Kedua, distribusi. Masalah lainnya yang sering terjadi yaitu masalah distribusi. Seperti adanya kartel, mafia impor, penimbunan, dan lain sebagainya. Para kartel dan mafia impor misalnya, mereka sangat menguasai pasar sehingga dengan mudah memainkan harga. Masalah distribusi inilah yang sering menimbulkan kenaikan harga.

Seperti kasus minyak goreng yang terjadi pada beberapa tahun lalu. Minyak goreng langka dan harganya mahal. Hal ini terjadi bukan karena barangnya tidak ada, melainkan masalah distribusi yang tidak berjalan normal. Para pengusaha minyak dengan sengaja menahan minyak untuk tidak dijualbelikan karena bermaksud menaikan harganya.

Masalah kebijakan pemerintah pun sering kali membuat sulit rakyat. Terbaru masalah distribusi gas. Gas tidak boleh dijual secara eceran oleh pedagang kecil, harus melalui agen. Meski pada akhirnya kebijakan ini dicabut kembali tetapi rakyat dibuat sulit.

Kenaikan Harga Menyulitkan Rakyat

Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang turun, tentu kenaikan harga ini semakin menyulitkan. Maka, peran pemerintah untuk menanganinya sangatlah dibutuhkan. Tentu penanganannya tidak sederhana, tidak cukup dengan menggelar pasar murah, bazar sembako, dan lainnya. Akan tetapi, perlu dilihat dari sumber-sumber problemnya.

Selain masalah ekonomi yang muncul, selalu juga diiringi dengan masalah sosial. Di tengah Kenaikan harga dan banyaknya kebutuhan pada akhirnya penyakit sosial pun muncul. Pencurian, penjambretan perampokan, dan lainnya menjadi tren di kala menjelang Ramadan dan lebaran. Baru-baru ini di wilayah Pamulang Tangerang Selatan telah terjadi kasus penjambretan yang berujung kematian pada Sabtu, 15-02-2025.

Kapitalisme Problem Utama

Semua problem ini bersumber pada akarnya yaitu sistem kapitalisme. Sebab sistem menjadikan negara berlepas pada urusan rakyat. Negara sekadar memosisikan sebagai pembuatan kebijakan, di mana sering kali kebijakan ini pun menguntungkan para pemilik modal. Sementara, untuk urusan kebutuhan rakyat banyak dikelola oleh swasta, termasuk pemenuhan kebutuhan pokok.

Dari sisi pengelola harta, tidak ada batasan yang jelas. Bahkan, cenderung sangat merugikan rakyat. Sebab, kekayaan seperti barang tambang, minyak, listrik, air, dan hutan boleh dikuasai oleh pemilik modal. Padahal, itu seharusnya dimiliki oleh rakyat dan dikelola oleh negara. Hasilnya dibagikan untuk kesejahteraan rakyat.

Pengaturan Harga dalam Islam

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam memiliki sejumlah aturan yang menjamin harga stabil. Di antaranya:

Pertama, Islam melarang ihtikar atau penimbunan. Masyarakat akan diedukasi bahwa melakukan penimbunan adalah dosa besar dan tercela. Pelakunya akan diberikan sanksi oleh negara. Sanksi ini ditetapkan oleh khalifah secara langsung dalam bentuk takzir.

Kedua, ada hakim pasar/kadi hisbah. Kadi atau hakim ini akan mengawasi pasar sekaligus akan menyelesaikan setiap perkara yang terjadi di pasar. Dengan adanya pengawasan ini, kondisi penjual dan pembeli akan mendapatkan jaminan kenyamanan dalam bertransaksi.

Ketiga, intervensi negara. Negara akan turun menstabilkan harga dengan cara intervensi secara langsung. Misal, jika kondisi di pasar barang berlimpah, maka negara akan membelinya. Kemudian, di saat barang kekurangan, negara akan mengeluarkannya.

Keempat, swasembada pangan. Ciri negara yang besar dan kuat adalah mampu melakukan swasembada, termasuk swasembada pangan. Negara tidak tergantung pada negara lain. Sebab ketika itu terjadi adalah bentuk kelemahan. Maka, negara mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan mewujudkan swasembada pangan.

Salah satu solusi agar tercapai swasembada pangan adalah dengan cara menghidupkan tanah mati juga memberikan berbagai fasilitas untuk para petani dalam menggarap lahannya. Bisa dengan pemberian modal, bibit, atau apa-apa yang dibutuhkan. Hal lainnya adalah berupa dukungan penuh oleh industri alat berat yang men-support pertanian.

Selain itu, hal yang paling mendasar adalah pembahasan kekayaan atau harta dalam Islam sangat jelas. Ada harta milik negara, milik umum, dan milik individu. Harta yang tergolong milik umum misalnya adalah barang tambang, listrik, bahan bakar minyak, dan juga air. Negara tidak berhak memilikinya apalagi individu. Negara hanya mengelola dan hasilnya akan dikembalikan pada rakyat.

Dengan kekayaan milik umum ini saja, rakyat dijamin akan hidup sejahtera. Sebagian besar kebutuhan pokoknya bisa didapatkan dengan murah, bahkan bisa gratis. Termasuk fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan keamanan pun gratis. Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Narasiliterasi.id
Verawati S.Pd. Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
PHK Massal, Rakyat Korban Sistem
Next
Obsesi Kafir Penjajah Menguasai Gaza
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Umi hafidz
Umi hafidz
4 months ago

Masyallah... mencerahkan

trackback

[…] Baca juga: Jelang Ramadan Harga Selalu Naik, Kenapa Jadi Tradisi? […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram