
Rumah merupakan kebutuhan primer, yang artinya sama pentingnya dengan sandang dan pangan. Memiliki tempat tinggal yang layak adalah hak setiap manusia, bukan sekadar permasalahan gaya hidup.
Oleh. Raodah Fitriah, S.P
(Kontributor Narasiliterasi.Id)
Narasiliterasi.Id-Gen Z makin sulit untuk memiliki rumah. Mengutip pernyataan Dara Ayu selaku CEO Founder Pinhome, bahwa tantangan yang dihadapi gen Z untuk memiliki rumah di antaranya adalah penghasilan tak menentu, harga rumah atau properti tinggi, inflasi, kesulitan mengajukan KPR, dan biaya hidup yang meningkat. (Antaranews.com, 14-02-2025)
Fenomena Kenaikan Harga Rumah
Gen Z memiliki beberapa julukan, mulai dari generasi strawberry hingga mental tempe, karena dinilai rapuh, gemar mengeluh dan berujung pada ketidakjelasan masa depan. Dengan gaya hidup hedonistik inilah yang konon menyulitkan mereka memiliki rumah.
Rumah merupakan kebutuhan primer, yang artinya sama pentingnya dengan sandang dan pangan. Memiliki tempat tinggal yang layak adalah hak setiap manusia, bukan sekadar permasalahan gaya hidup. Tak sejalan dengan adanya kebutuhan itu, saat ini masyarakat dihadapkan dengan kesulitan hidup yang kompleks seperti 10 juta orang yang menganggur. Pun jika bekerja, tantangan berikutnya ada pada nominal gaji yang stagnan atau pas-pasan untuk sekadar menyambung hidup. Menurut penelitian IDN Research, rata-rata gaji gen Z sekitar 2,5 juta perbulan. Sedangkan yang mendapatkan gaji di atas 5 juta hanya 14% saja. (IDN Times, 27-11-2023).
Dengan gaji sejumlah itu, pasti muncul kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, apalagi jika harus disisihkan untuk membeli rumah. Menurut Direktur Consumer PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Herwandi Gafar bahwa indeks harga rumah (house price index/HPI) mencapai 211,9 pada kuartal III/2023. Pertumbuhannya setelah Covid-19 sebesar 8,7%. Misalnya rumah tipe 70 dengan harga Rp 500 juta sampai 1 miliar naik sebesar 12%. Ditambah dengan fakta saat ini harga tanah juga terus naik, maka makin sulit bahkan mustahil gen Z dapat memiliki rumah. (CNN Indonesia, 15-11-2024)
Kebijakan Perumahan Berbasis Profit
Adapun penyebab utama sulitnya gen Z memiliki hunian yang layak bukan semata karena mereka bergaya hedonistik ataupun malas bekerja. Akan tetapi, penyebabnya adalah kurangnya lapangan kerja yang disediakan oleh negara, meningkatnya harga rumah hingga hanya mampu dijangkau oleh kaum elit saja, adanya gap kesejahteraan yang mana terdapat perbedaan status sosial, dan kesempatan pekerjaan yang dialami oleh masyarakat. Kemudian gaji rendah hanya cukup memenuhi kebutuhan dasar di level minimal dan tidak bisa untuk ditabung untuk memiliki rumah. Seluruh hal ini sama-sama berpengaruh pada kesulitan hidup gen Z.
Pemerintah yang fokus dengan program sejuta rumah subsidi, inovasi di sektor perumahan, juga pengembangan rumah susun dan apartemen dengan harga yang murah, nyatanya belum memberikan dampak signifikan. Pembangunan tersebut tidak akan mampu meringankan beban rakyat yang belum memiliki rumah. Faktanya kausa utama yang tak tersentuh oleh kebijakan itu adalah penguasa saat ini gagal menyejahterakan rakyat, sehingga kebijakan yang muncul hanya menjadi solusi parsial. Walaupun murah tetap saja tidak terjangkau atau pasarnya terbatas pada yang mampu saja.
Baca juga: Rumah Impian nan Abadi
Hal ini disebabkan karena orientasi pembangunan dalam sistem kapitalisme menjadikan profit sebagai tujuan utama, bukan pada terpenuhinya kebutuhan rakyat. Bahkan dalam sistem sekuler ini, pemenuhan kebutuhan diserahkan pada kemampuan materi tiap individu. Yang mampu silakan jadi pembeli, yang tidak mampu cukup jadi penonton.
Adanya gap kesejateraan menyebabkan munculnya individu yang memiliki banyak aset berupa rumah, bahkan rumah mewah, padahal ada jutaan manusia lainnya yang sangat kesulitan memiliki tempat tinggal. Itulah dampak dari pemberlakuan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal yang menyebabkan kesenjangan semakin tinggi.
Dalam sistem ini, penentu eksistensi kehidupan seseorang hanya bersumber ada atau tidaknya uang. Maka tak mengherankan jika pemerintah berwajah manis di hadapan swasta pengembang hunian, karena modal besar yang mereka miliki.
Rumah, Tanggung Jawab Negara
Negara bertanggung jawab dalam seluruh kebutuhan umat, termasuk rumah. Sebab, rumah bukan hanya tempat berteduh bahkan menjadi sarana untuk menjalankan syariat, seperti mendidik anak dan ruang ibadah. Maka dari itu, negara mengupayakan segala kebijakan untuk menyejahterakan umat, termasuk dalam memenuhi kebutuhan dasar berupa papan.
Dalam kitab Peradaban Emas Khilafah Islamiyah (Siyasah Syar'iyah Jilid 2), KH. Hafidz Abdurrahman menjelaskan bahwa negara memberi jaminan kepada rakyat dengan memastikan bisa terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya yang meliputi dua kebutuhan dasar.
Pertama, kebutuhan pokok bagi setiap individu seperti sandang, papan, dan pangan. Dengan cara mewajibkan setiap pria baligh, berakal, dan mampu bekerja. Jika pun hal tersebut tidak mampu mereka lakukan, maka negara memberikan sanksi.
Kedua, kebutuhan pokok bagi kelompok yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara menjamin dan memastikan terpenuhinya kebutuhan yang diperoleh setiap individu
Negara Memberikan Kemudahan
Di samping itu, tugas negara memudahkan individu untuk memiliki tempat tinggal dengan beberapa prosedur yaitu:
Pertama, Khilafah menciptakan ekonomi yang bersih, misalnya tentang upah menggunakan ketentuan akad ijarah, bukan UMR. Dengan demikian, gen Z berpeluang memiliki rumah pribadi maupun sewaan.
Kedua, Khilafah tidak menyulitkan rakyatnya dengan menerapkan praktek ribawi atau sistem kredit dalam proses jual beli. Hal ini membuat gen Z tidak terjerat utang cicilan rumah dan mudah memiliki tempat tinggal dengan harga yang terjangkau.
Ketiga, Khilafah meniadakan korporasi perumahan, sehingga tidak akan terjadi monopoli lahan. Dalam kitab An-Nizhaamu Al-Iqtishaadiy Fi Al-Islami hal.185, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa, jika ada lahan yang terbengkalai selama tiga tahun, maka negara mengambil alih agar diberikan kepada orang yang mampu mengelolanya. Termasuk di antara pengelolaan ini adalah menegakkan bangunan di atasnya.
Keempat, Khilafah memberikan subsidi agar rakyat bisa memiliki rumah, bahkan mengatur pemanfaatan SDA seperti bahan baku pembuatan rumah.
Khatimah
Untuk pembiayaan semua hajat hidup masyarakat, negara menggunakan anggaran dari baitulmal. Karena pos pemasukannya banyak, maka dana akan selalu tersedia, bahkan ada mekanisme khusus oleh negara jika pos baitulmal kosong.
Karena rumah adalah kebutuhan primer masyarakat, maka negara Islam akan turun tangan langsung dan mengarahkan segala daya upaya untuk memastikan tidak ada warga negaranya yang tidak memiliki tempat tinggal. Haram hukumnya negara, dengan alasan pembangunan perumahan rakyat, mengambil pembiayaan dengan utang luar negeri yang termasuk aktivitas riba akan menyebabkan kemudaratan.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Dalam Islam negara wajib memenuhi kebutuhan rakyat termasuk