
Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak mengorbankan hak dasar rakyat atas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
Oleh. Imroatul Husna
(Kontributor Narasiliterasi)
(Narasiliterasi.id)-Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan anggaran yang signifikan. Pemerintah berencana menghemat Rp750 triliun dengan sebagian dana dialokasikan untuk program makan bergizi gratis (MBG) dan sisanya diinvestasikan melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). (kompas.com, 15-02-2025)
Maka wajar jika akhir-akhir ini, kita sering mendengar kata “efisiensi anggaran”. Istilahnya terdengar keren, seolah-olah pemerintah sedang berusaha untuk memastikan penggunaan dana negara yang lebih efektif dan tepat sasaran. Namun, efisiensi ini menuai banyak kritik publik karena dianggap justru menekan sektor-sektor esensial. Mulai dari pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan.
Baca juga: Efisiensi Anggaran Picu Aksi Indonesia Gelap
Efisiensi, Pemangkasan Hak Rakyat
Coba perhatikan, setiap kali pemerintah bicara soal efisiensi, yang pertama dipotong biasanya subsidi pendidikan, layanan kesehatan, atau bantuan bagi pekerja. Uang yang katanya harus dihemat malah dialihkan untuk kepentingan lain, seperti proyek infrastruktur. Di mana justru yang terakhir lebih menguntungkan elite. Atau jika tidak, maka pengalihan akan diarahkan untuk pembayaran utang luar negeri.
Pendidikan seharusnya menjadi hak bagi setiap individu, bukan sebuah komoditas yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, pendidikan justru diperlakukan sebagai industri yang menguntungkan. Dampaknya tentu hal ini akan menghambat akses bagi masyarakat kurang mampu. Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah semakin memperburuk keadaan dengan mengurangi dana bantuan pendidikan, seperti yang terjadi pada sertifikasi siswa SMK. (kompas.com, 19-2-2025)
Dalam Islam, pendidikan adalah kewajiban negara untuk disediakan secara merata bagi seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Sejarah mencatat bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, pendidikan diberikan secara gratis dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Tidak seperti dalam kapitalisme di mana pelaksanaan pendidikan mengutamakan keuntungan.
Efisiensi di Sektor Kesehatan
Kapitalisme memandang sektor kesehatan sebagai peluang bisnis sehingga biaya layanan kesehatan semakin mahal dan hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Rumah sakit, obat-obatan, hingga layanan medis lainnya dikelola dengan orientasi profit. Hal ini sering kali mengorbankan aspek kemanusiaan.
Dalam konteks efisiensi anggaran, sektor kesehatan menjadi salah satu yang terdampak. Banyak anggaran untuk mitigasi bencana, riset, dan perlindungan perempuan serta anak yang dipangkas demi mendanai program tertentu. Pemerintah di berbagai negara sering kali menerapkan skema asuransi kesehatan, tetapi tidak semua rakyat mampu membayar premi sehingga layanan tetap tidak merata.
Sebaliknya, dalam Islam, negara wajib menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi rakyatnya. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, rumah sakit dibiayai oleh negara dan memberikan layanan gratis kepada rakyat. Tenaga medis diberikan gaji yang layak sehingga mereka bisa fokus pada pelayanan tanpa tekanan mencari keuntungan.
Sistem Islam memastikan bahwa kesehatan bukanlah barang mewah, melainkan hak setiap individu. Negara berperan sebagai pelindung dan pengayom rakyat, bukan sekadar fasilitator bisnis kesehatan.
Pekerjaan, Jaminan Vs Eksploitasi
Dalam kapitalisme, pekerjaan hanya tersedia bagi mereka yang dianggap "produktif" oleh pasar. Hal ini menyebabkan banyak tenaga honorer dirumahkan akibat kebijakan efisiensi anggaran. Sistem ini lebih menitikberatkan pada keuntungan bagi pemilik modal dibandingkan kesejahteraan pekerja. Akibatnya, banyak pekerja menghadapi ketidakpastian, kontrak kerja yang tidak jelas, serta upah yang tidak sebanding dengan beban kerja mereka.
Pemerintah seharusnya memprioritaskan penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan tenaga kerja, bukan malah menambah jumlah lembaga dan kementerian yang memperbesar beban anggaran. Namun, kenyataannya, alih-alih memberikan solusi atas tingginya angka pengangguran, kebijakan yang diterapkan justru sering kali berpihak pada kepentingan pemilik modal. Fleksibilitas tenaga kerja yang dikampanyekan dalam sistem kapitalisme sering kali berujung pada eksploitasi tenaga kerja tanpa adanya jaminan sosial yang memadai.
Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Negara wajib menyediakan sumber daya dan fasilitas untuk mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat. Setiap individu pun memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang halal.
Rasulullah saw. bersabda, "Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengorbankan Hak Rakyat
Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak mengorbankan hak dasar rakyat atas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Sistem kapitalisme telah membuktikan bahwa kebijakan efisiensi sering kali hanya menguntungkan segelintir elit, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan.
Islam menawarkan sistem yang lebih adil, di mana negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin hak-hak dasar rakyatnya. Oleh karena itu, solusi jangka panjang bagi kesejahteraan rakyat bukanlah efisiensi yang menekan sektor esensial, melainkan perubahan sistemis yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Korban Efisiensi ala Kapitalisme […]