
Suasana ramai jalan raya Kota Bandung, mendadak senyap dalam pandangan Malik. Selama di perjalanan, ia hanya tertunduk menahan air mata.
Oleh. Siska Juliana
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Kala itu ada seorang siswa SMA kelas XII bernama Malik yang tinggal di Bandung. Ia akan menghadapi ujian nasional. Prestasinya juga cukup baik. Ia belajar dengan keras agar mendapatkan nilai maksimal dan masuk ke perguruan tinggi impiannya.
Awalnya kehidupan Malik berjalan normal, hingga ada satu peristiwa yang mengubah hidupnya. Malik merupakan anak tunggal, meskipun orang tuanya ada, tetapi ia tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana mestinya.
Ia tinggal bersama orang tua dan neneknya di Bandung. Hanya saja akibat tidak bersabar dan kurangnya rasa syukur, orang tua Malik banyak terlilit utang. Malik terbiasa hidup dengan neneknya, karena hanya beliau yang selalu perhatian pada Malik.
Baca: Forgiven not Forgotten
Impian Kuliah di Bandung
Malik menjalani kehidupan seperti biasanya. Ia sekolah dari pagi sampai sore hari. Bahkan bisa sampai pulang malam, karena sering belajar bersama temannya untuk persiapan ujian.
Meskipun keinginannya untuk kuliah sangat kuat, sebenarnya tidak ada dukungan dari keluarga. Namun, Malik selalu berpikir positif dan berharap keajaiban dari Allah. Allah Swt. akan memberinya jalan keluar. Ia yakin pada janji-Nya seperti yang disebutkan dalam surah At-Talaq ayat 2.
Suasana di rumah Malik mulai tak enak. Setiap hari para penagih utang berdatangan.
"Kalau kalian tidak bisa membayar utangnya, berarti rumah ini harus segera dijual," kata penagih utang.
Mendengar hal itu, Malik pun merasa khawatir. Tetapi ia berusaha tenang dan mencoba fokus untuk belajar.
"Apakah ini hanya ancaman atau benar-benar akan terjadi?" pikir Malik.
Mengingat hal itu, Malik merasa sedih. Hanya rumah ini yang ia punya. Ia dilahirkan dan dibesarkan di sana. Malik tidak pernah membahas hal itu pada orang tuanya. Begitu pula orang tuanya, tidak pernah memberi tahu Malik tentang kejadian yang sebenarnya.
Setitik Harapan
Meskipun banyak permasalahan yang terjadi, Malik beraktivitas seperti biasa. Dengan hati yang sedih dan bimbang, Malik berusaha tetap tenang dan belajar. Setitik kabar baik pun menghampiri Malik. Ternyata ia mendapat peluang untuk bisa masuk salah satu universitas di Bandung lewat jalur prestasi. Meskipun nilainya sudah lolos, tetapi Malik harus menjalani tes fisik.
Malik tak memberi tahu keluarganya, karena kondisinya tidak memungkinkan. Keesokan harinya, ia pergi ke kampus tersebut. Harapannya sudah melambung tinggi, karena ia yakin bisa masuk ke sana.
Gilirannya pun tiba, Malik melakukan serangkaian tes kesehatan. Semuanya berjalan dengan baik. Keyakinan Malik bertambah kuat. “Aku pasti lolos tes ini,” gumamnya.
Kesedihan Beruntun
Setelah menunggu agak lama, hasil tes pun keluar. Tak disangka, Malik dinyatakan tidak lolos. Penyebabnya hanya satu, tinggi badan Malik kurang 0,5 cm dari ketentuan yang ditetapkan.
Mendapati hal itu, Malik sangat sedih. Air matanya tak mampu tertahan. Tak lama kemudian ia pulang naik angkot. Suasana ramai jalan raya Kota Bandung, mendadak senyap dalam pandangan Malik. Selama di perjalanan, ia hanya tertunduk. Menahan air mata yang ingin terjatuh.
Ketika sampai di rumah, ia tidak menceritakan kejadian tersebut pada orang tuanya. Malik hanya terdiam dan berusaha bangkit kembali, karena beberapa hari lagi ujian akan dimulai.
Sepulang sekolah, di rumahnya sudah banyak tamu. “Ada apa ini?” pikirnya.
Malik langsung masuk ke kamar dan mendengarkan pembicaraan keluarganya bersama tamu itu. Ternyata, rumahnya resmi akan dijual. Perasaan Malik campur aduk. Sedih dan bingung menyatu dalam pikirannya. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk tetap tinggal di sana.
Malik pun tidak berkata apa-apa pada keluarganya. Sebab ia tahu, orang tuanya pasti merasakan hal yang sama. Setelah hari itu, Malik dan keluarganya mulai berkemas. Akan tetapi, mereka masih bingung akan pergi ke mana. Sebab, uang hasil penjualan rumah digunakan untuk membayar utang. Sisanya sedikit, mustahil bisa membeli rumah lagi.
Orang tua Malik pun memutuskan untuk mengontrak rumah. Kondisinya berbeda jauh dengan rumahnya yang dulu, hanya terdiri dari satu ruangan. Satu kamar mandi digunakan oleh beberapa keluarga yang sama-sama mengontrak di sana.
Dengan keadaan yang seperti itu, Malik pun merasa sedih. Ia harus beradaptasi dengan kondisinya sekarang. Belajar di kamar yang nyaman seperti di rumahnya yang dulu, hanyalah impian belaka. Sekarang ia harus berdesak-desakan dengan anggota keluarga lainnya untuk sekadar belajar.
Ketetapan Terbaik
Hari ujian pun datang. Di tengah kesedihannya, Malik tetap fokus untuk mengikuti ujian. Akan tetapi, ternyata sedikit demi sedikit keadaan itu berpengaruh pada prestasi Malik. Awalnya ia selalu menjadi peringkat pertama, tetapi nilai ujian akhirnya ada di peringkat ketiga.
Malik menerima hal itu dan tetap bersyukur dengan keadaannya sekarang. Mungkin awalnya sangat berat, menerima kenyataan kalau dia tidak bisa masuk kuliah, beradaptasi di lingkungan baru akibat rumahnya dijual, sampai prestasi di sekolahnya menurun.
Malik meyakini bahwa Allah selalu memberikan kemudahan bersamaan dengan kesulitan yang ia terima. Allah memberi permasalahan, pasti juga memberi solusinya. Allah berfirman dalam surah Al-Insyirah ayat 5-6 yang berbunyi, “Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Keyakinannya pada janji Allah menjadikan ia kuat menjalani hidup. Akhirnya setelah lulus sekolah, Malik memutuskan untuk bekerja. Meskipun cita-citanya untuk kuliah tertunda, tetapi Malik tidak putus asa dan menerima bahwa ini adalah ketetapan terbaik dari Allah bagi dirinya. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca: Awan Mendung di Kota Bandung […]
Semoga awan yang tadinya me dung bisa segera berganti dengan indahnya sang mentari.
Barakallah mba @Susi
Ujian itu akan datang kepada manusia agar ia lebih dekat kepada-Nya.
[…] Baca juga: Awan Mendung di Kota Bandung […]