Setiap pasangan suami istri (pasutri) dan keluarga muslim seharusnya senantiasa waspada agar tidak terjebak pada pernikahan toksik yang bisa mengancam bahtera rumah tangganya. Rasa waspada dan siaga pada sihir kapitalisme harus terus diasah dengan cara mereguk ilmu dan melakukan muhasabah tatkala mencium bau-bau racun di dalam rumah tangganya.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Duhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permaisuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru"
Lirik lagu lawas milik Nasida Ria harusnya menjadikan gerbang pernikahan dan segala pernik rumah tangganya diliputi kebahagiaan. Sayang berjuta sayang, pernikahan yang merupakan perjanjian sakral dan mitsaqon gholidzonseperti sebuah permainan. Banyak kaum muslim tak memahami hak dan kewajiban tiap pasangan. Tak ada saling pengertian karena tuntunan syariat Islam, yang ada justru tuntutan-tuntutan.
Duhai, betapa sering kabar buruk dalam rumah tangga menerpa khalayak. Perceraian yang menjadi tren, perselingkuhan yang juga populer, KDRT alias kekerasan dalam rumah tangga yang terus naik daun, komunikasi hati ke hati diabaikan begitu saja, dan segudang karut-marut rumah tangga lainnya. Sungguh, pernikahan toksik bertebaran di setiap penjuru negeri.
Pernikahan toksik tidak hanya menerpa pengantin baru ataupun pernikahan usia muda saja, tetapi terjadi pula pada pernikahan yang sudah cukup lama berlangsung atau pasangan sudah menua. Nahasnya, pernikahan toksik mampu merenggut keharmonisan dan kemesraan pasangan. Rasa cinta yang tersisa seakan tereliminasi tanpa perasaan.
Aktivitas menyakiti pasangan begitu marak. Kasus perceraian tak kalah semarak. Saling percaya seakan putus kontak, membuat tulusnya cinta berpaling dan memberontak. Pasutri (pasangan suami istri) sudah mengibarkan bendera masing-masing, tak ada lagi kata kompak.
Sihir Kapitalisme Menyerang Rumah Tangga
Selain kekerasan dalam rumah tangga, pernikahan toksik juga terwujud dari pengkhianatan pasangan atas kesakralan pernikahan. Tanpa pertengkaran dan selisih paham, salah satu pasangan membelot dengan mencari kenyamanan versi nafsunya di luar. Ada beberapa wanita yang tak mampu menjaga kehormatan dan pernikahannya dengan menjadi orang ketiga dalam pernikahan, bahkan mereka merasa nyaman dengan keadaan itu. Banyak pula laki-laki yang tidak menjaga kehormatan keluarga dan dirinya. Mereka tega selingkuh dan berzina dengan wanita di luar rumahnya.
Sementara komunikasi dari hati ke hati telah padam. Komunikasi cukup lewat gawai. Belum lagi alasan saling memberi ruang pada pasangan sering disalahartikan untuk mendulang kebebasan sesuka hati. Di antara pasutri tak boleh ada yang menerobos ruang pribadi pasangannya. Entah, pernikahan macam apa yang seperti ini.
Selain KDRT, bermain serong, dan padamnya komunikasi, adalah kesalahan fatal pasutri. Mereka sering kali melupakan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga bagi laki-laki dan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga bagi wanita. Tanggung jawab nafkah kadang dibebankan pada wanita dengan sengaja dan kesadaran sempurna.
Banyak laki-laki yang menikmati dan membiarkan istrinya berjibaku dengan peran publik, lebih tepatnya menjadi tulang punggung keluarga. Kalaupun ada suami yang terpaksa meridai istrinya bekerja di luar rumah karena tuntutan ekonomi dan sempitnya lapangan pekerjaan, jumlah lelaki yang begitu amatlah sedikit. Namun demikian, dia seharusnya tidak pasrah dengan keadaan. Dia bisa berinovasi dan berkreasi dengan sungguh-sungguh agar mampu menafkahi istrinya dengan makruf.
Begitu pula dengan kaum hawa, banyak di antara mereka yang merasa bungah bisa sukses menjadi wanita karier atau sukses dalam pekerjaannya. Mereka dengan bangga melakukan hal itu dengan alasan kemandirian dan kesetaraan. Mereka terus membiarkan adanya eksploitasi pada dirinya dari keadaan yang membelit. Kalau pun ada wanita yang terpaksa keluar rumah, bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, itu juga tak sedikit jumlahnya. Mereka terpaksa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga karena nafkah suami tidaklah cukup.
Selain hal di atas, ada pula wanita yang diam dan menutup-nutupi suaminya yang malas bekerja atau mangkir dari upaya menafkahi. Alasan biar tidak terjadi pertengkaran atau menutupi aib sering muncul ke permukaan. Sejatinya, abai dengan tanggung jawab dan hilangnya nasihat dalam rumah tangga menjadi ciri pernikahan toksik.
Semua hal di atas dan hal lainnya yang menjadi racun dalam rumah tangga bukanlah tanpa sebab. Tak ada asap jika tak ada api, tentu pernikahan toksik ini memiliki akar masalah yang menjadi pemicunya. Bebas dan liarnya cara berpikir pasangan suami istri (pasutri) tentang pernikahan tak lepas dari cara pandangnya tentang kehidupan. Kebebasan dan keengganan terikat dengan norma agama menjadi pendorong rusaknya rumah tangga.
Hilangnya kesakralan pernikahan karena peran agama yang mengatur pernikahan itu dinihilkan. Sekularisme bertahta dalam tiap sudut rumah tangga. Liberalisme (kebebasan) dan feminisme (kesetaraan) turut menghiasi perjalanan rumah tangga keluarga muslim. Itu semua merupakan sihir kapitalisme dalam rumah tangga. Apalagi negara juga lepas tangan atas pernikahan dan kehidupan rumah tangga. Hal itu dianggap ranah individu yang tak boleh dimonitori. Walhasil, pernikahan toksik makin merajalela.
Dampak Pernikahan Toksik dalam Rumah Tangga
Syahdan, menikah adalah salah satu pemenuhan naluri nau (malanjutkan keturunan). Di dalamnya, akan ada dua insan dan dua keluarga besar yang akan dilebur menjadi sebuah keluarga. Namun, apa jadinya jika tiap pasangan suami istri selalu menebar racun dalam rumah tangganya tanpa ada kontrol dari keluarga, masyarakat, dan ketegasan negara.
Tidak dimungkiri, ujung pernikahan toksik adalah kebijakan negara (sistemis) yang menerapkan sihir kapitalisme. Negara sebagai penanggung jawab dan penjamin utama ketenteraman, kesejahteraan, dan keselamatan rakyat malah menjadi pintu gerbang sekularisme dalam urusan rumah tangga. Negara menelantarkan pemikiran rakyat, membiarkan budaya Barat masuk melalui fun, food, fesyen, film, song, sport, seks, dll. yang akhirnya memengaruhi masyarakat dan pasangan suami istri.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga melahirkan kesenjangan sosial, membuat si kaya makin kaya dan si miskin makin jatuh miskin. Walhasil, masyarakat kelas bawah sulit mendapat pekerjaan, kalaupun ada, gajinya sangat pas-pasan, itu pun laki-laki memiliki ruang sempit dalam urusan lapangan pekerjaan. Justru kaum wanita yang diarak keluar rumah untuk menyusuri pekerjaannya.
Sistem sanksi dalam kapitalisme tidaklah memberikan efek jera. Sesuatu dianggap kejahatan apabila terjadi tindak kekerasan dan kalau ada laporan saja, perselingkuhan dan zina akan dianggap bukan kejahatan jika saling suka dan tak ada laporan. Padahal, banyak korban yang lebih memilih diam dan menahan derita dengan alasan cinta, mempertahankan rumah tangga, kasihan anak-anak, atau dalam ancaman. Jelas pernikahan toksik ini akan memberikan dampak mengerikan bagi kehidupan keluarga, antara lain:
1. Hilangnya keberkahan pernikahan
Bagi pasutri muslim, keberkahan dalam pernikahan adalah kunci keharmonisan rumah tangga. Tentu keberkahan ini akan diraih jika pasutri taat pada Sang Pencipta. Jika salah satu pasangan mengkhianati pernikahan dengan menyakiti pasangannya dengan tidak menafkahi, melakukan tindak kekerasan, bahkan berzina dengan orang lain, jelas Allah tak akan segan untuk mencabut sakinah mawaddah warahmah. Kalau tak ada samara dalam rumah tangga, bagaimana keberkahan itu akan ada.
2. Pertengkaran ribuan episode akan terus terjadi
Masalah yang kecil bisa memicu keributan dalam pernikahan toksik. Tak ada rasa hormat pada pasangan bisa menyulut luka dan amarah. Terutama pada pasangan yang melakukan serong dan mengkhianati pernikahan, dia akan kesulitan mengerem diri sehingga memantik pertengkaran. Dalam situasi yang lebih kacau, taraf pertengkaran bisa berubah pada kekerasan dalam rumah tangga, secara verbal ataupun kekerasan fisik.
3. Perceraian
Pintu gerbang perceraian dalam rumah tangga yang terkontaminasi akut sihir kapitalisme terbuka lebar. Pernikahan toksik yang terbangun akan hancur pada akhirnya. Apalagi jika pasangan telah melakukan kemaksiatan yang tak termaafkan kecuali dengan sanksi dari Sang Pencipta. Maka, perceraian menjadi jalan terbaik agar kemaksiatan itu tidak di-copy paste oleh anak cucunya.
Dampak pernikahan toksik ini memang akan menorehkan luka, bahkan mungkin trauma sepanjang usia. Namun demikian, sihir kapitalisme dalam rumah tangga amatlah gencar, sehingga tiga dampak mengerikan dan dampak lainnya bisa menjadi momok dalam kehidupan rumah tangga muslim yang harus segera dilenyapkan.
Melenyapkan Sihir Kapitalisme
Setiap pasangan suami istri (pasutri) dan keluarga muslim seharusnya senantiasa waspada agar tidak terjebak pada pernikahan toksik yang bisa mengancam bahtera rumah tangganya. Rasa waspada dan siaga pada sihir kapitalisme harus terus diasah. Pasutri patut kiranya mereguk ilmu dan melakukan muhasabah (introspeksi) perjalanan pernikahan tatkala mencium bau-bau racun di dalam rumah tangganya.
Menjadi sebuah keniscayaan, halangan, rintangan, dan prahara dalam mengarungi bahtera rumah tangga itu ada. Namun, pernikahan toksik tidak boleh dipelihara. Ada beberapa langkah yang bisa melenyapkan sihir kapitalisme dalam rumah tangga agar pernikahan toksik tidak merajalela, di antaranya:
1. Mereguk ilmu fikih munakahat
Sebagai seorang muslim yang memiliki kewajiban menuntut ilmu agama, maka fikih munakahat juga menjadi hal utama untuk dikaji dan dipelajari sebagai bekal rumah tangga. Mengkajinya sejak usia belia hingga tutup usia. Sebab, pernikahan bukan hanya soal kecocokan hati, tetapi juga hidup bersama di tempat tinggal yang abadi. Apalagi saat ini, kapitalisme merajai penjuru negeri, maka setiap muslim wajib mengkaji fikih munakahat untuk membangun mahligai rumah tangga yang diberkahi.
2. Meluruskan niat menikah lillah
Menikah bukan sekadar mengubah status lajang menjadi status suami atau istri. Pernikahan itu sendiri bukan hanya menyatukan dua hati, tetapi juga menyatukan dua keluarga yang menuntut adanya ketundukan pada Ilahi. Apalagi menikah juga sunah Baginda Nabi, maka harus dititi dengan niat lillah dan cara yang syar'i agar diberkahi.
3. Bersabar terhadap pasangan
Sabar ini adalah pekerjaan hati dan jiwa yang harus terus terpatri. Mengingat menikah adalah menyempurnakan separuh agama pasutri, maka kesabaran dalam menghadapi berbagai perbedaan dan cobaan harus ada dalam diri. Terlebih jika ada perasaan tidak cocok terhadap pasangan, maka bersabar adalah jalan yang terpuji. Allah Swt. berfirman,
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa :19)
4. Menjalin komunikasi dari hati ke hati
Komunikasi menjadi jembatan pembentuk rasa saling percaya pada pasangan. Dengan komunikasi, pasangan suami istri akan lebih bisa menentukan visi misi kehidupan rumah tangga dan langkah menuju kebahagiaan yang dikehendaki bersama. Komunikasi dari hati ke hati juga akan merajut rasa saling memahami, menghargai, dan rasa cinta akan semakin bersemi. Komunikasi dari ke hati yang intens setiap hari menjadi salah satu kunci utama dalam langgengnya pernikahan. Komunikasi yang baik akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, keraguan, asumsi, dan kekhawatiran lain yang mengganggu pikiran.
5. Menjadikan keluarga sebagai keluarga perindu surga
Menikah dan hidup bersama pasangan janganlah cukup di dunia saja, tetapi harus bervisi surga. Keluarga yang merindu surga akan menuntut tiap anggota keluarga, termasuk pasutri senantiasa dalam koridor ketaatan pada Allah. Ketaatan total dalam seluruh aspek kehidupan akan dijalani dengan penuh kesungguhan dan kesabaran.
Keluarga perindu surga akan mengajak keluarga lainnya untuk taat pada Allah dalam bingkai negara. Keluarga perindu surga akan menghilangkan akar permasalahan yang bisa menghantam rumah tangganya dengan adanya pernikahan toksik. Sehingga, keluarga perindu surga akan berjuang bersama keluarga muslim lainnya untuk melanjutkan kehidupan Islam demi melenyapkan sihir kapitalisme. Sebab, satu keluarga saja yang taat dan merindukan surga tidaklah cukup, harus ada keluarga lain, masyarakat, dan negara yang menutup celah pernikahan toksik itu.
6. Melangitkan doa
Sudah masyhur firman Allah dalam surah Ghafir ayat 60, yang artinya,
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu."
Dalam mengarungi rumah tangga, agar selamat dari hantaman sihir kapitalisme, wajib bagi pasutri melangitkan doa kepada Sang Penggenggam kehidupan. Hanya dengan pertolongan Allah, pernikahan toksik dan cengkeraman kapitalisme akan lenyap dari muka bumi.
Demikianlah beberapa langkah untuk melenyapkan sihir kapitalisme dalam rumah tangga. Ketaatan pada Allah perkara utama yang harus dijadikan pertimbangan saat audisi pasangan agar meminimalisasi pernikahan toksik. Sudah saatnya pasutri muslim menjadikan rumah tangganya bersandar pada aturan Ilahi. Wallahu a'lam bishawab.
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Sihir kapitalisme sudah merambah pada benteng pertahanan keluarga. Selalu suka dengan tulisan sang maestro sastra. Guru nulis onlineku
Ya Allah anugerahkan kepada kami keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.. aamiin
Dalam sistem kapitalisme memang begitu sulit untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga. Berbagai ujian pasti menimpa. Keimanan, ilmu, kesabaran, dan komunikasi yang baik memang harus senantiasa hadir dalam kehidupan.
Pernikahan ibadah sakral terlama sepasang insan manusia semasa di dunia. Menjalaninya tak selamanya tenang pasti akan ada riak gwlombang menghantamnya. Namun dg berbekal ilmu Islam semua akan mudah dilalui.
Pernikahan toksik akan bisa diminimalisir jika kedua pasangan memahami agama.
Tantangan pasangan di era akhir zaman. Pelakor pebinor mencari mangsa, tipuan feminisme bisa menghilangkan syukur. Liberalisme merusak keturunan. Semoga kita jadi muslimah akhir zaman perindu surga yang selalu sabar, syukur istikomah di jalan kebenaran.
Betul sangat mbak Afiyah. Fakta yang disebutkan di naskah memang terjadi pada hari ini. Nasib keluar muslim saat ini sangat memprihatinkan. Semua itu memang tak lepas dari peran kapitalisme dalam merusak dan mengaburkan visi misi pernikahan.
Banyak pernikahan di zaman sekarang ini kacau balau disebabkan individunya jauh dari kepribadian Islam.. Sistem sekuler pun menjadi biangnya..
Kehidupan rumah tangga di era sekarang memang sering terlihat mengerikan, hingga terbersit dalam benak, keluarga macam apa yang kelak akan terbentuk.
Sepertinya untuk mendapatkan keluarga yang "samawa" mesti dimulai dari bagaimana kita mencarikan orang tua untuk calon anak2 kita.
[…] https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/sihir-kapitalisme-dalam-rumah-tangga-pernikahan-toksik-m… […]
[…] Ketiga, faktor ekonomi. Ketidakpastian kondisi ekonomi saat ini menjadikan banyak anak muda yang khawatir. Besarnya biaya hidup, pendidikan, kesehatan, biaya resepsi pernikahan dll membuat generasi muda merasa takut untuk menikah. Belum lagi ada tuntutan harus sukses atau mapan dulu sebelum menikah. Ketika belum merasa mapan, lebih memilih menunda atau enggak menikah sama sekali.Baca juga: sihir-kapitalisme-dalam-rumah-tangga-pernikahan-toksik-merajalela/ […]
[…] Baca juga : Sihir Kapitalisme dalam Rumah Tangga: Pernikahan Toksik Merajalela […]