
Gentle parenting adalah pengasuhan yang berfokus pada empati, pemahaman, dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Gentle parenting adalah salah satu ilmu parenting yang banyak diminati hari ini. Bahkan dianggap solusi dalam pengasuhan anak karena perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh yang besar pada tumbuh kembang anak. Kita butuh pola asuh yang tepat demi menyelamatkan generasi dari kerusakan zaman. Ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh seorang psikolog anak, Samanta Elsener bahwa pola asuh gentle parenting mampu memberikan manfaat dengan sangat baik dengan menekankan bahwa ibu merupakan garda terdepan yang akan menghadapi tantangan tumbuh kembang anak pada era teknologi dengan paparan informasi yang makin terbuka. (Tempo.co.id, 15-9-2024)
Bukan hanya itu, berbagai konsep telah ditawarkan kepada masyarakat, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Mulai dari offline hingga online. Bahkan masyarakat telah memiliki kesadaran akan pentingnya belajar ilmu parenting sebelum ataupun setelah menikah. Sebagian dari mereka rela menginvestasikan uangnya demi mengikuti pelatihan parenting. Jelas sudah, ilmu parenting telah menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini.
Mengenal Gentle Parenting
Gentle parenting atau pengasuhan lembut adalah pengasuhan yang berfokus pada empati, pemahaman, dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. parenting ini, lebih menekankan pada pentingnya membangun hubungan positif dan saling mendukung satu sama lain.
Dikutip dari Jawapos.com bahwa gentle parenting memiliki beberapa prinsip, yaitu:
Pertama, prinsip disiplin. Pada prinsip ini, orang tua mengajarkan kepada anak tentang batasan dan konsekuensi alami dari berbagai tindakan. Pengajaran ini harus disampaikan dengan lemah lembut.
Kedua, prinsip empati. Pada prinsip ini, orang tua harus memahami perasaan anak. Orang tua harus belajar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang dunia anak-anak.
Ketiga, prinsip komunikasi terbuka. Pada prinsip ini, orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara bebas.
Keempat, prinsip otonomi. Pada prinsip ini, orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya.
Sekalipun pengajaran dilakukan dengan lemah lembut, orang tua harus punya batasan. Hindari pola asuh permisif, yaitu memanjakan anak dengan berbagai kebebasan. Lebih mengedepankan perasaan respek pada anak agar orang tua dan anak terkoneksi secara baik. Sungguh pola asuh ini tidak mudah untuk dilakukan, butuh kesadaran dan kesabaran untuk bisa menerapkannya dengan baik.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menerapkan gentle parenting, yaitu:
Pertama, tegur dengan lembut. Jika anak melakukan kesalahan, orang tua harus menegurnya dengan lembut tanpa menghakimi atau menyalahkan.
Kedua, saling bekerja sama. Sebagai orang tua, daripada memberi instruksi dengan memerintah, lebih baik menggunakan kalimat ajakan. Dalam konsep gentle parenting, orang tua dan anak harus menyelesaikan tugas secara bersama-sama.
Ketiga, jadilah contoh. Dalam penerapan ini orang tua adalah contoh terbaik bagi anak-anaknya sehingga bisa membentuk tingkah laku anaknya sesuai dengan contoh yang baik dalam setiap aktivitas.
Keempat, beri pilihan. Biarkan anak memilih terhadap apa yang ingin dilakukan dan yang ingin dimiliki karena tindakan ini akan berefek pada konsep pengendalian diri terhadap hidup mereka.
Kelima, berikan waktu berkualitas. Orang tua harus memiliki waktu bersama untuk bermain dan berinteraksi.
Berdasarkan prinsip dan penerapannya, gentle parenting bisa membantu anak agar mampu mengatur dan mengontrol emosi sendiri dengan baik serta menumbuhkan rasa empati anak terhadap sesama. Bahkan berinteraksi dengan anak secara lembut turut membangun jutaan koneksi saraf di otaknya. Ditambah lagi kebiasaan positif akan membentuk hubungan, pembelajaran, dan logika pada masa yang akan datang.
Menjamur pada Era Teknologi
Ilmu parenting menjamur pada era teknologi karena banyaknya masalah yang terjadi di seluruh kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Paparan teknologi telah menyebabkan masyarakat bertindak di luar batas, disadari atau tidak, pola asuh juga memberikan porsi terhadap masalah yang terjadi.
Pola asuh yang salah akan berefek pada kondisi dan tingkah laku yang salah pula pada anak-anak pada masa mendatang, misalnya anak yang malas dan tidak bertanggung jawab sebagai efek dari pengasuhan dengan konsep pembiaran dan kebebasan berlebihan yang diberikan orang tua. Bahkan ada kasus terbaru yang mengerikan, empat orang anak melakukan pemerkosaan kepada teman perempuannya hingga berujung pembunuhan. Na'uzu billah.
Masalah remaja juga tidak kalah mengerikan, mulai dari tawuran, merokok, mabuk, narkoba, bunuh diri, membunuh temannya, gurunya, dan membunuh orang tuanya. Permasalahan ini terus berulang terjadi, bahkan dilakukan demi eksistensi diri. Masalah ini merupakan efek dari pola pengasuhan yang salah karena anak kurang perhatian, kurang dinasihati, kurang kasih sayang, dan lain-lain.
Ketakutan orang tua sekarang terhadap nasib anaknya nanti menjadi pemicu munculnya kesadaran mereka untuk belajar parenting dan memperbaiki diri. Namun, perlu disadari bahwa semua masalah anak-anak dan remaja hari ini bukan mutlak kesalahan orang tuanya dan pola pengasuhan, melainkan didukung oleh kesalahan sistem. Seluruh pihak berkontribusi dalam mencetak anak-anak yang rusak, terkhusus pada sistem hidup yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan kita saat ini, yaitu kapitalisme.
Parenting ala Kapitalisme
Kapitalisme telah merusak pola pengasuhan mulai dari orang tua, anak, dan negara. Kapitalisme menjadikan cara pandang orang tua terhadap anak adalah sebagai aset yang akan membawa keuntungan dunia bagi kehidupan mereka. Setelah besar, anak harus mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan oleh orang tua berupa kehidupan yang layak untuk masa tuanya kelak. Oleh karena itu, anak-anak disibukkan dengan aktivitas yang hanya bersifat materi, berharap setelah tamat sekolah, dapat kerja dengan gaji yang besar.
Kapitalisme telah menjadikan impitan ekonomi kian sulit sehingga orang tua sibuk bekerja dan mengabaikan perannya sebagai pendidik anak-anaknya. Mereka tidak punya waktu untuk mendidik anak-anaknya. Bahkan sebagian orang tua berpikir bahwa kewajibannya telah gugur ketika telah memberi nafkah berupa uang dan makanan kepada anak-anaknya..
Selain orang tua yang sibuk, anak-anak adalah sasaran utama untuk dirusak sejak dini. Ditambah minimnya peran orang tua menjadikan anak-anak bertingkah bebas tanpa batas. Ketika menginjak usia remaja, aktivitas dialihkan hanya kepada hal-hal yang menyenangkan, yang mereka pikirkan adalah hidup harus dinikmati. Jadilah mereka menghalalkan segala cara demi meraih kesenangan itu. Bahkan teknologi digunakan demi mendukung aktivitas mereka.
Baca: https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/gentle-parenting-solusi-kecerdasan-anak/
Kapitalisme telah menjadikan negara hanya berfungsi sebagai regulator, bukan pengurus rakyat. Kebijakan-kebijakan negara turut andil dalam mencetak generasi rusak. Negara tidak menyediakan pendidikan yang layak untuk generasi. Negara juga tidak menyejahterakan orang tua sehingga mereka harus bekerja keras dan mengabaikan pengasuhan terhadap anaknya.
Anak-anak yang melakukan tindakan kriminal tidak dihukum dengan hukuman yang pantas. Alasannya masih di bawah umur sehingga ini bisa menjadi contoh bagi anak-anak lain untuk melakukan kejahatan yang sama, toh anak-anak kebal hukum.
Parenting ala Nabi
Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada kaum muslim konsep parenting sesuai Al-Qur'an dan Sunah.
Konsep parenting ala Rasulullah saw. terbagi tiga berdasarkan usia, yaitu:
Pertama, usia 0–6 tahun. Perlakukan anak sebagai raja. Usia 0–6 tahun adalah usia emas. Pada usia ini, anak-anak tumbuh dan berkembang dengan cepat. Penting bagi setiap orang tua mulai menanamkan iman lebih dahulu kemudian dilanjut dengan mengajarkan Al-Qur'an. Dari Ibnu Majah meriwayatkan dari Jundub bin Abdillah ra. dia berkata, "Dahulu ketika kami bersama Nabi saw., pada saat itu kami merupakan sosok anak-anak yang sedang tumbuh kuat. Kami belajar iman sebelum mempelajari Al-Qur'an. Kemudian kami pun mendalami Al-Qur'an maka dengan begitu bertambahlah keimanan kami." (Sahih Ibnu Majah).
Kedua, usia 7–14 tahun. Perlakukan anak sebagai tawanan atau pembantu. Pada usia ini, orang tua harus memerintahkan anak untuk melakukan hal-hal baik, seperti salat, membantu pekerjaan rumah, dan lain-lain. Pada usia inilah anak-anak diajarkan mandiri untuk mengurus dirinya sendiri. Ketika anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya, ia boleh dipukul. Rasulullah saw. bersabda, "Perintahkanlah anak-anakmu untuk salat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika meninggalkannya ketika mereka berusia sepuluh tahun." (HR Tirmidzi)
Ketiga, usia 15–21 tahun. Perlakukan anak sebagai sahabat. Pada usia ini anak-anak butuh orang yang dipercaya sehingga orang tua hadir sebagai sahabat tempat anak bisa bercerita segala hal yang dialaminya. Orang tua butuh pendekatan yang baik kepada anak karena anak cenderung memberontak.
Jelaslah bagaimana Rasulullah saw. memberikan konsep mendidik anak. Konsep ini telah terbukti berhasil. Sebagamana telah lahir generasi cemerlang pengukir sejarah peradaban dunia, yaitu Salahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, İmam Syafi'i, dan lain-lain.
Penjaga Generasi
Bagi seorang muslim, anak adalah aset paling berharga, bukan hanya untuk dunia, tetapi juga untuk kehidupan akhirat. Setiap orang tua mendambakan anak yang saleh karena mereka adalah penyejuk mata ketika mereka tumbuh dengan ketakwaan dan menjadi teladan insan beriman. Namun, tidak ada hasil tanpa usaha. Anak saleh adalah cita-cita yang harus dibayar dengan harga yang bernama usaha.
Dalam Islam, usaha apa pun untuk mendidik anak-anak hendaknya memperhatikan kesesuaian dengan hukum syarak. Begitu juga dalam penggunakan konsep gentle parenting hukumnya boleh selama tidak melanggar syarak. Namun, perlu diperhatikan bahwa keluarga punya peran yang sangat penting dalam penanaman akidah anak sejak dini.
Selain itu, agar kehidupan generasi tetap terjaga dalam nuansa keimanan dan ketakwaan, dibutuhkan sistem yang mendukung, yaitu penerapan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah. Wallahua'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
