Selama sistem Islam tidak diterapkan secara sempurna, selama itu pula kita memiliki kewajiban untuk menegakkannya. Menyeru Islam dengan berdakwah sesuai tuntutan Rasulullah saw. Berdakwah merupakan satu-satunya upaya untuk berlepas diri dari dosa ketiga ini. Dalam berdakwah, tentu kita membutuhkan jemaah sahih dengan ikatan akidah Islam.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ketika dirimu lelah menjalani kehidupan, tak ada salahnya jika kamu beristirahat sejenak. Berhenti sebentar karena hidup tak selamanya harus berlari. Ya, manusia memang tak bisa terus berlari. Adakalanya ia harus duduk, berbaring, berjalan, bahkan melompat. Ketika dirimu berhenti sejenak, itu tak lantas membuatmu mundur. Tak lantas pula membuat dirimu kalah dalam sebuah laga pertempuran di dunia. Berhenti sejenak untuk mengisi energi yang terkuras, mendinginkan tubuh yang terlalu panas dan lelah, merancang sebuah langkah besar, atau aktivitas yang lainnya memang diperlukan agar diri tidak masuk ke dalam jurang putus asa. Bahkan, mundur beberapa langkah tak mengapa, selama kita mempersiapkan itu untuk melakukan lompatan yang lebih jauh.
Gerak kehidupan yang serba cepat dan dinamis, memang menuntut kita bertindak dan berpikir cepat pula. Jika tidak, mungkin kita akan tertinggal dengan perubahan yang ada. Atau kita akan menangis karena ketinggalan dalam mengikuti arus global. Namun, sadarkah kita bahwa hidup tak selamanya harus mengejar dunia? Bukankah Allah menciptakan manusia dengan tujuan yang mulia?https://narasipost.com/syiar/07/2022/semangat-dakwah-meredup-terhalang-permasalahan-hidup/
Ya, Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk beribadah kepada-Nya seperti yang tertuang dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56. Maka dari itu, hendaklah manusia berpikir dan merenung, sudahkah tujuan hidup ini sesuai dengan yang Allah pinta?
Bukan Sekadar Merenung
Merenung atau memikirkan sesuatu secara mendalam memang penting bagi manusia. Ini adalah salah satu jalan untuk melakukan introspeksi diri atau mengaudit diri sendiri. Merenung bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Hanya saja, sebaiknya kita merenung di saat-saat terbaik yang telah Allah berikan kepada kita. Kapan itu?
Merenung saat kita bangun di sepertiga malam terakhir adalah salah satunya. Ketika kita bangkit untuk menunaikan salat malam dan bersujud penuh tunduk kepada-Nya, saat itulah kita selayaknya merendah dan memohon ampun kepada-Nya. Meminta pertolongan kepada Zat Yang Maha Kuasa. Menghadirkan hati yang alpa untuk dapat bercengkerama hangat dengan Zat Yang Maha Membolak-balikan Hati. Menyapa-Nya, dengan menunjukkan ketakwaan kita kepada-Nya. Menata diri dan hati untuk menyambut hari esok yang masih menjadi misteri bagi kita. Hari esok yang tidak hanya ada di dunia, melainkan hari esok yang bermakna akhirat.
Allah Swt. berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al-Hasyr: 18)
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan untuk kembali menengok apa yang telah kita perbuat selama hidup. Untuk apa? Agar kita menyadari bahwa ada akhirat yang harus diperhatikan. Ya, manusia terkadang lupa untuk menyiapkan diri menuju kampung akhirat. Bersiap menuju kehidupan yang lebih lama bahkan untuk selamanya. Bersiap untuk menyambut gerbang kematian yang tak pernah kita ketahui kapan datangnya. Bukankah semua itu renungan yang harus terpatri dalam diri kita?
Bukan Sekadar Menghitung
Jika kita merenungi hidup dengan mendalam, maka akan membawa pada perhitungan amal yang telah dilakukan. Perhitungan yang akan membawa diri pada sebuah kesimpulan. Apakah nanti diri ini masuk surga atau neraka? Mungkinkah kita masuk ke surga tanpa hisab? Atau mungkin muncul pertanyaan yang sangat mendasar. Jika saat ini kita meninggal, apakah kita sudah siap?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, marilah kita coba menghitung amal kita. Marilah kita menimbang, manakah yang lebih banyak, amal baik atau amal buruk? Apakah selama menjalankan perintah-Nya kita telah benar dan ikhlas dalam beramal? Benarkah kita telah khusyuk dan hanya menjadikan Allah sebagai sandaran kita? Tak adakah rasa ujub dan ria pada diri kita? https://narasipost.com/challenge-true-story/03/2023/dakwah-literasi-bersama-narasipost-com/
Sekali lagi, menghitung amal sebagai muhasabah diri merupakan hal penting agar kita berhati-hati dalam berpikir dan bersikap. Dalam menghitung amal, sebaiknya hanya menghitung dosa-dosa kita saja. Sebab amal baik itu, hanya Allah sajalah yang tahu. Apakah diterima atau tidak. Menghitung dosa-dosa akan membuat diri rendah hati, terus mengharapkan rida dan rahmat Allah, serta selalu memperhatikan setiap langkah dalam kehidupan. Kita juga harus memahami, bahwa dosa yang kelak dihisab bukan hanya dosa karena kesalahan diri kita. Akan tetapi juga bisa karena kesalahan kita kepada orang lain dan kesalahan yang dikerjakan oleh orang lain.
Bukan Sekadar Dosa
Ya, setidaknya ada tiga dosa yang dapat kita jumpai dalam kehidupan ini.
Pertama, dosa karena perbuatan diri sendiri. Ini terjadi ketika kita lalai dalam menjalankan kewajiban, seperti meninggalkan salat, puasa, zakat, tidak menutup aurat, berjudi, berzina, dll. Semua perbuatan dosa ini berada dalam area yang dikuasai manusia. Tentu hal yang wajar jika Allah memberikan dosa dan hukuman atas kelalaian yang kita lakukan.
Kedua, dosa karena kesalahan kepada orang lain. Ketahuilah bahwa sebagai makhluk sosial, kita tak bisa lepas dari menjalin komunikasi dan hubungan sesama manusia. Dalam berinteraksi sesama manusia, adakalanya kita tersakiti atau menyakiti orang. Oleh karena itu, kita harus benar-benar waspada agar tidak menyakiti atau melakukan kesalahan terhadap orang lain. Ini karena dosa jenis ini tidak akan diampuni Allah meskipun kita telah memohon ampun kepada-Nya. Dosa ini hanya bisa dihapus ketika kita telah menyelesaikannya di dunia, dengan meminta maaf, menunaikan hak orang lain, menjalankan ikab (sanksi), dll. Jika di dunia urusan ini tidak selesai, maka kita harus bersiap menyelesaikannya di akhirat dengan keadilan yang Allah berikan. Sungguh, ini bukanlah perkara remeh yang bisa diabaikan.
Dosa karena kesalahan kepada orang lain ini sangat banyak ragamnya, seperti menggunjing, memaki, korupsi, mengambil hak orang lain, memfitnah, dll. Dahsyatnya dosa yang kedua ini, bahkan bisa mengambil pahala orang yang melakukannya sehingga berpindah kepada orang yang disakiti. Jika pahala dari pelaku dosa sudah habis, maka dosa orang yang dizalimi akan berpindah kepada pelaku dosa. Sungguh, kerugian besarlah bagi para pelaku dosa ini.
Ketiga, dosa karena kesalahan yang dikerjakan oleh orang lain. Jenis dosa ini memang tak banyak disadari oleh muslim. Bagaimana bisa orang yang beribadah dan memiliki hubungan baik sesama manusia, tetapi mendapatkan dosa dari orang lain? Sungguh, ini adalah hal penting yang harus kita pahami juga.
Ketika seseorang bermaksiat, seperti berzina, memang dosa zina hanya menimpa orang yang melakukannya. Akan tetapi, masyarakat yang mengetahui perbuatan itu lalu tidak menerapkan sistem sanksi dalam Islam, akan mendapatkan imbas dosanya. Allah Swt. memerintahkan umat Islam dalam surah An-Nur ayat 2 agar mendera pezina dengan 100 kali deraan. Jika umat Islam diam atau tidak melakukannya, maka dosanya akan dipikul bersama. Inilah mengapa umat Islam tidak boleh acuh terhadap muslim yang lain. Ingatlah, bahwa muslim adalah bersaudara. Ia bertanggung jawab atas muslim yang lain. Diamnya muslim yang satu terhadap kemaksiatan muslim yang lain bagaikan setan yang bisu dan perbuatan yang dibenci Allah. Astagfirullah, lalu adakah solusi untuk menghindari jenis dosa ini?
Ketika kita melakukan dosa jenis pertama, ini dapat dihapuskan dengan bertobat kepada Allah Swt. Jika kita melakukan dosa jenis kedua, ini bisa dihapuskan ketika kita sudah menyelesaikan urusan dengan yang bersangkutan saat masih di dunia. Untuk jenis dosa yang ketiga, maka ini membutuhkan dakwah yang menyerukan agar seluruh hukum Islam diterapkan secara keseluruhan. Ini adalah seruan Allah yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 208.
Selama sistem Islam tidak diterapkan secara sempurna, selama itu pula kita memiliki kewajiban untuk menegakkannya. Menyeru Islam dengan berdakwah sesuai tuntutan Rasulullah saw. Berdakwah merupakan satu-satunya upaya untuk berlepas diri dari dosa ketiga ini. Dalam berdakwah, tentu kita membutuhkan jemaah sahih dengan ikatan akidah Islam. Allah Swt. berfirman dalam surah Ali Imran ayat 104 bahwa keberadaan jemaah sahih ini haruslah ada. Mereka adalah orang-orang yang menyeru kepada yang makruf (Islam) dan mencegah yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Penutup
Istirahat sejenak memang dibutuhkan dalam perjalanan hidup manusia. Ini dapat melembutkan hati, menjaga sikap dan pikiran, serta menjadi pengingat agar diri selalu waspada sebelum melangkah. Anggapan bahwa hidup di dunia masih lama, umur dan perjuangan masih panjang, harus ditepis karena dapat melupakan kita pada kematian dan kampung akhirat. Ingatlah, hidup itu hanya sekali. Jangan sampai kita menyesal nanti. Ingat juga, bahwa kematian terus mengintai kita. Sudah sepatutnya kita selalu menyiapkan diri untuk pulang kembali kepada-Nya. Wallahu a'lam bishawab.
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Mengklasifikasi dosa, ada karena diri sendiri, karena perbuatan pada orang lain dan karena dosa orang lain salah satunya yaitu sistem. Pada jenis ke tiga inilah yang bisa membangkitkan semangat taubat pada yang hari ini berlaku maksiat. Lalu berjuang menegakkannya dengan harapan dosa yang lalu dimaafkan. Bagus tulisannya. .
Semoga para pembaca tergerak untuk memperjuangkan agama Islam agar terhindar dari dosa investasi.
Semoga para pembaca tergerak untuk memperjuangkan agama Islam. Aamiin
Masyaallah naskahnya keren. Istirahat sejenak memang ada baiknya agar tidak salah langkah. Dan mencoba memperbaiki jangan sampai mengulang kesalahan yang serupa.
Ya, betul sekali
Istrahat sejenak kala tubuh lelah berdakwah, menuntut ilmu, dan beribadah itu beda rasanya dengan mereka yang memang mager. Hehe
Betul sekali
Naskah yang menggugah di rilis dengan manis. Ya semua itu mema6 terjadi dan dialami oleh kita semua. Semoga piliha6 kita bijak dan tepat.
Aamiin
Masyaallah. Naskah ini mengingatkan kita sebagai manusia lemah yang juga butuh untuk istirahat. Merenungi diri dan menyiapkan strategi selanjutnya. Jazakillah Khoir pengingatnya mba
Waiyyaki
Masya Allah, jazaakillaah sudah diingatkan untuk senantiasa mengingat akhirat.
Waiyyaki
Masyaallah ... betul, kadang manusia memang lelah dengan berbagai macam urusan, baik urusan dunia maupun akhirat. Istirahat sejenak tak mengapa untuk memikirlan langkah yang lebih baik lagi.
Ya, istirahat dengan makna merenung. Bukan berleha-leha.
Masya Allah sangat menginspirasi. Di tengah rusaknya sistem, berimbas pada dosa, yang sebenarnya tidak dilakukan sendiri. Innalilahi
Ya, sayangnya banyak orang yang belum paham bahwa ada yang namanya dosa investasi. Astagfirullah.
[…] https://narasiliterasi.id/motivasi/08/2023/istirahatlah-sejenak/ […]