Sang Sutradara

Sutradara tak harus terkenal sebagaimana aktor, aktris, atau filmnya. Sutradara juga tak harus merupakan orang terbaik di mata para penonton. Namun, kita semua tahu betapa banyak jasa seorang sutradara. Kita ditakdirkan menjadi sutradara peradaban mulia, peradaban gemilang.

Oleh. Putri Achmad
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bagi komunitas sufi, biasanya tahu tentang ajang bergengsi penghargaan perfilman. FFI dengan Piala Citranya, itu festival film tingkat lokal. Ajang festival perfilman tingkat internasional banyak, tanpa harus disebutkan di sini, saya yakin para pembaca NP sedikit banyak ada yang tahu. Lagi pula, bisa dicari jika memang ada yang masih penasaran. Dahulu, saat saya masih belum tobat dari kehidupan sekuler, acara di televisi yang saya tunggu-tunggu, salah satunya ya FFI itu. Terutama, saat penobatan aktor dan aktris terbaik, serta film terbaik di tahun itu. Sedangkan nominasi sutradara, dll. yang di belakang layar, enggak terlalu menarik bagi saya. Disebutkan nama-nama sutradara film-film terkenal, saya juga enggak terlalu familier dengan nama-nama tersebut, dibandingkan judul film ataupun nama pemeran utamanya. Kecuali, para sutradara itu sering diwawancarai di berbagai media, atau sering diwawancarai di acara selebritas di televisi.

Padahal, kalau dipikir-pikir sutradara adalah orang paling berperan bagi kesuksesan sebuah film. Mulai dari A sampai Z yang dibutuhkan dalam memproduski sebuah film membutuhkan peranan besar dari sang sutradara. Penentuan setiap orang dengan tugas yang tepat, tidaklah mudah, hingga tercipta sebuah karya film. Apalagi film tersebut masuk nominasi ajang festival bergengsi. Nah, tulisan ini mau mengajak para pembaca untuk melihat potensi kaum muslimin yang mirip seperti tugas sutradara. Cekidot!

Sahabat NP, manusia sejak lahir telah diberi potensi hidup yang lengkap. Salah satunya adalah potensi naluri (gharizah). Dan di antara naluri yang ada pada manusia adalah naluri eksistensi diri. Bentuk-bentuk penampakan naluri ini bisa berupa membela diri mati-matian jika ada yang mengancam nyawanya, marah jika dihina atau ingin diakui keberadaannya oleh manusia lainnya. Makanya, kita akan merasa tersanjung jika ada yang memuji dan kita akan bersedih jika ada yang menggosipkan kita. Salah satu penampakan naluri ini juga adalah ingin memimpin orang lain. Sejalan dengan naluri ini, ternyata Allah Swt. telah menempatkan umat Islam sejatinya sebagai pemimpin bagi umat yang lain. Namun, tentu saja dengan konsep kepemimpinan yang unik, tak asal memimpin tanpa arahan yang benar menurut Allah Swt.

Kepemimpinan dan Umat Terbaik

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah…” (TQS Ali Imran: 110).

Ayat ini tidak hanya memberikan predikat umat Islam sebagai umat terbaik begitu saja, tanpa konsekuensi. Umat terbaik, yaitu umat Islam harus memiliki kepribadian kepemimpinan. Di dalam tulisan ini saya akan berbagi sedikit tentang level kepemimpinan dan level kepemimpinan yang harus dimiliki oleh kita sebagai umat Islam.

Mungkin banyak di antara kita yang sudah biasa mendengar kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyyah), ternyata jika seorang muslim telah memiliki kepribadian Islam, sejatinya ia telah memiliki kepribadian kepemimpinan. Hanya saja, konsep kepribadian kepemimpinan menjelaskan tentang tiga level atau tingkatan kepemimpinan yang pada faktanya ada di dunia ini. Dan umat Islam harus paham di level mana harusnya ia berada sebagai khoiru ummah. Sebelum kita lanjut membahas tingkatan dalam kepribadian kepemimpinan, agar lebih mudah pembaca memahaminya, kita coba temukan dulu definisi dari kepribadian kepemimpinan. Kata ‘kepribadian’ diartikan dalam KBBI, yaitu sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau bangsa yang membedakannya dari orang atau bangsa lain. Sedangkan makna ‘kepemimpinan’ adalah perihal pemimpin, bisa diartikan pula sebagai cara memimpin. Mudahnya, kepribadian kepemimpinan adalah karakter atau tabiat yang berkaitan dengan cara memimpin. Sekadar memperjelas, ya, Sahabat bahwa pembahasan kepemimpinan di sini adalah kepemimpinan secara pemikiran, bukan sebagaimana kepemimpinan dalam perusahaan, seputar bos dan karyawan. 

Tiga Level Kepemimpinan di Dunia

Tingkatan kepribadian kepemimpinan (syakhshiyah qiyadiyah) jika dicermati di dunia ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan. Kita sebut untuk selanjutnya dengan tingkat atau level kepemimpinan agar tidak terlalu panjang.

Tingkat kepemimpinan pertama adalah qiyadah zakkiyah, jenis kepribadian kepemimpinan ini dimiliki oleh orang yang cerdas, punya kepekaan, kesadaran dan pengetahuan yang cukup terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi secara harian. Misalnya, seorang siswa di suatu kelas mengindra bahwa ada salah seorang temannya yang beberapa hari ini bersikap tak biasa. Maka, ia berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada temannya tersebut. Saat yang bersamaan, tidak ada satu pun siswa yang menyadari hal tersebut kecuali dirinya. Biasanya, ia adalah orang yang paling menonjol dibandingkan kebanyakan orang dari sisi kecerdasan. Tampak dalam tutur kata, pendapat-pendapat yang ia sampaikan, dan sikap yang tampak dalam keseharian.https://narasipost.com/pilihan/02/2021/membangun-kepribadian-pendidik-umat/

Tingkat kepemimpinan kedua, yaitu qiyadah mulhamah. Biasanya orang dengan tingkat kepemimpinan ini memiliki karakter inspiratif. Ia akan selalu terdepan dalam segala hal, sehingga orang lain tak sungkan menjadikannya rujukan dalam bertanya berbagai hal atau mengetahui tentang berbagai hal. Ia mampu membuat orang jatuh menjadi bangkit, ia juga mampu membuat orang tidak bisa menjadi mampu, dan membuat orang malas menjadi produktif. Ia memiliki pemikiran yang jika ia sampaikan kepada orang lain, maka itu akan memengaruhi akal dan perasaan orang tersebut. Baginya, tak sulit untuk berada pada posisi memimpin. Dan orang dengan karakter seperti ini sangat mengerti bahwa konsekuensi menjadi pemimpin adalah adanya pengorbanan dan daya juang menghadapi segala risiko dan tantangan yang lebih besar dibandingkan kadar berkorban dan berjuang level orang biasa. Maka, ia akan merasakan kenikmatan dalam setiap kesulitan ataupun hambatan di jalan yang ia lalui. 

Tingkat kepemimpinan ketiga, paling tinggi, serta paling sulit adalah qiyadah mubdi’ah. Orang yang ada di tingakat ini biasanya berkarakter inovatif. Makna inovatif menurut KBBI adalah sebuah hal yang bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru atau bersifat pembaruan. Tingkat yang ketiga ini adalah tingkatan tertinggi dari kepribadian kepemimpinan. Orang yang memiliki jenis kepribadian ini tentulah orang yang sangat istimewa. Kecerdasannya di atas rata-rata. Ia mampu melahirkan para pemimpin baru, tanpa peduli apakah dirinya akan dianggap sebagai pemimpin. Bisa jadi, di mata orang banyak ia bukanlah orang terbaik. Namun, terlepas dari apa pandangan orang, ialah yang paling berjasa dalam membentuk karakter pemimpin bagi banyak orang, tetapi mungkin kebanyakan orang tak menyadarinya. Pemimpin yang melahirkan para pemimpin. Orang seperti ini selalu punya solusi terhadap berbagai masalah umat karena ia selalu dipandu oleh mabda’ Islam (ideologi Islam).

Berdasarkan tiga tingkatan kepemimpinan tersebut, Islam menuntun kita agar mau berusaha ada di tingkat qiyadah mubdi’ah, minimal ada di tingkat qiyadah mulhamah. Tak mudah memang, di zaman serba rusak seperti ini untuk menjadi muslim berkepribadian kepemimpinan jenius apalagi tingkat sangat jenius. Tentu sangat sulit. Tetapi, bukan berarti itu mustahil. Umat Islam dengan Islam sebagai ideologinya, mampu lahir sebagai orang-orang berkepribadian kepemimpinan sebagaimana qiyadah mubdi’ah. Kita juga berpeluang besar melahirkan para pemimpin berkepribadian kepemimpinan level dua dan level tiga. 

Sangat disayangkan, jika umat Islam hanya menjadi pribadi atau individu yang saleh semata. Kita harus mampu menempa diri kita agar memiliki kemampuan sebagai pemimpin di level dua dan tiga. Umat Islam harus membuat media yang tepat sebagai sarana melahirkan sosok-sosok berkarakter qiyadah mulhamah dan berkarakter qiyadah mubdi’ah. Manusia-manusia terbaik yang  siap memimpin manusia secara pemikiran dengan ideologi Islam yang diembannya.

Penutup

Kembali ke peran sutradara dan bagaimana perlakuan publik kepada sutradara, bahwa dengan peran yang luar biasa di belakang layar, ia bisa menghasilkan sebuah film. Namun, sering kali pujian dan ketenaran justru jarang menghampirinya, maka hari ini sulit memilih ada di posisi tersebut. Sutradara tak harus terkenal sebagaimana aktor, aktris, atau filmnya. Sutradara juga tak harus merupakan orang terbaik di mata para penonton. Namun, kita semua tahu betapa banyak jasa seorang sutradara. Kita ditakdirkan menjadi sutradara peradaban mulia, peradaban gemilang. Tak harus semua jadi khalifah, tak harus semua jadi panglima perang, ataupun kadi. Tetapi, kita harus mengambil peran dalam memimpin umat dengan jalan mengedukasi mereka tentang ideologi Islam, membawa mereka dari kegelapan menuju cahaya.  Ayo, kita bersama-sama berproses untuk menjadi muslim yang ber-syakhshiyah qiyadiyah mulhamah dan berlanjut menuju level selanjutnya, qiyadah mubdi’ahMan jadda wa jada.

Wallahu a'lam bishawab. 

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Putri Achmad Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Muharam 1445 H: Momentum Transformasi Umat dari Kegelapan Menuju Cahaya
Next
Indahnya Berdamai dengan Ikhlas
5 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Baarakallah, Yuk kita bisa jadi sang sutradara itu. Tak kelihatan, tp berpengaruh.

Btw, sufi ... suka film، ya. Hehe

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Ini bu Eksi bukan ya? barakallah Bu..

Eksi Achmad
Eksi Achmad
1 year ago
Reply to  R. Bilhaq

Iya mbak, aamiin waiyyaki

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Masya Allah. Menjadi sutradara peradaban mulia. Semoga kita mampu dan layak hingga kemenangan Islam tiba.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Masyaallah, semoga kita menjadi bagian dari sutradara peradaban ya. Sebab, setiap muslim yang tahu tujuan hidupnya pasti menginginkan hal itu.

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Harapannya kepada generasi selanjutnya banyak sutradara yang bersakhsiyah islamiyah.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Semoga kita termasuk sutradara peradaban yang tak perlu terkenal tetapi karyanya dikenal banyak orang dengan dakwah baik tulisan maupun lisan.

Sherly
Sherly
1 year ago

Masyallah. Man Jadda wa Jada.

Barakallah, teh ❤️❤️

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram