Mengakui adanya luka pengasuhan di masa silam menjadi titik awal bagi seseorang untuk bangkit menjadi manusia yang baru.
Oleh. Mahyra Senja
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Setiap orang pasti ingin bisa pulih dari trauma masa kecil dan luka pengasuhan. Tidak ada satu pun manusia yang hidupnya sempurna di dunia ini. Mungkin di antara kita pernah terluka dan pernah merasakan trauma di masa silam. Tanpa dimungkiri, saat itulah kita terserang inner child. Hal ini disebabkan buruknya pengasuhan dari orang tua dan hubungan yang tidak harmonis sehingga luka tersebut terbawa sampai seseorang dewasa.
Inner child merupakan pengalaman masa lalu yang belum mendapatkan penyelesaian yang baik sehingga saat dewasa mengakibatkan seseorang mempunyai emosi yang buruk. Misalnya ketika seseorang mendapatkan pengalaman menyakitkan seperti menjadi korban kekerasan selama masa anak-anak, baik fisik maupun psikis. Hal ini tidak bisa kita biarkan karena lambat laun akan berakibat fatal.
Ada sisi anak kecil yang ada di dalam diri orang dewasa dan masih terluka oleh masa silam. Mungkin kita tidak sadar pernah menyimpan pengalaman emosi yang dialami saat masih kecil. Oleh karenanya, kita merasakan penderitaan dan merasa diri tidak punya harga diri. Hal ini akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya serta dapat memengaruhi interaksi dan hubungan dengan orang lain.
Dampak Fatal Luka Pengasuhan
Ada luka pengasuhan yang pernah kita rasakan dari orang tua sehingga masih dibayangi oleh luka itu dan belum berdamai dengan keadaan ketika dewasa. Orang-orang yang terjerat oleh luka tersebut sangat rentan mewariskan luka pengasuhan pada buah hatinya. Bukankah ini akan membahayakan mental generasi selanjutnya? Masalah mental ini semestinya ditangani sejak dini agar tidak berdampak pada orang-orang terdekat di sekitar kita karena memengaruhi diri kita sendiri.
Contohnya, kita tidak sadar telah memperlakukan buah hati dengan kasar, temperamental, dan tidak bisa mengontrol diri sendiri. Bahkan, kita merasa tidak percaya diri dan overthinking dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Apakah kita lantas berdiam diri? Tentu tidak, bukan? Mengakui dengan jujur adalah titik awal perjalanan hidup kita agar bisa menerima takdir dan memahami diri lebih dalam. Dengan demikian, kita akan bertumbuh dengan kekuatan yang baru.
Dari laman kalimprov.go.id, Psikolog Klinis dan Forensik Amerika Stephen A. Diamond mengatakan, “Kita membutuhkan waktu untuk memahami dan mendengarkan inner child dalam diri kita karena kita membutuhkan cinta, kasih sayang, penerimaan, pengasuhan serta merasa dipahami oleh orang lain. Semua itu adalah bagian inner child yang harus tercukupi bagi setiap orang, tentunya dengan kadar yang berbeda-beda.”
Setiap orang tentu punya masa lalu yang berbeda-beda. Ada yang mempunyai pengalaman positif dan ada juga yang negatif. Pola asuh yang kita terima dari orang tua membentuk siapa kita hari ini. Karena itu, kita harus memutus mata rantai pola asuh yang buruk dan menyembuhkan diri sendiri demi generasi yang lebih baik. Jangan biarkan anak-anak kita mengalami luka yang sama. Kita tidak boleh mengabaikan inner child dalam diri karena akan menjadi rantai derita yang tidak berujung hingga lahir generasi berikutnya.
Bangkit untuk Pulih
Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi, bukan? Jadi, cukupkan rantai derita ini hanya pada diri sendiri dan putuskan mata rantai inner child ini dengan menyayangi dan mengasuhnya. Ya, kita harus menyelesaikan masalah mental yang ada di dalam diri agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan muslim yang taat pada Allah Swt. Bagaimana agar kita bisa bangkit untuk pulih dari luka pengasuhan ini? Salah satu caranya yaitu dengan menerima sepenuhnya bahwa di dalam diri kita ada inner child yang terluka, kemudian kita rangkul dan kita cintai.
Terkadang kita sering kali kecewa dengan keadaan ketika ada luka yang bersemayam dalam batin. Namun, ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini, suatu saat akan diambil oleh Sang Pemilik Kehidupan. Lantas, apakah kita sudah ikhlas melepaskan? Emosi yang bergejolak tidak bisa kita tutupi, tentu rasa sedih juga kita rasakan. Namun, pernahkah kita berpikir apa yang telah terjadi semua atas kehendak Sang Kuasa? Siap atau tidak kita harus terima dengan keadaan yang terjadi.
Baca: lepaskanlah/
Tidak ada hidup yang sempurna, kadang kala kita harus lapang dada dengan realitas yang ada. Berdamai dengan keadaan atau terjerembap dalam lubang luka. Pasti ada rasa kecewa dan marah menerima realitas di masa kecil dahulu. Apakah kita mampu mengendalikan semua itu? Tentu tidak! Meskipun kita sudah berupaya dengan sekuat tenaga, semua itu akan terjadi. Sekarang bukan saatnya menangisi keadaan, tetapi berdamai dengan cara menerima segala ujian.
Keadaan tidak akan berubah, kecuali kita mengubahnya sendiri. Artinya, usaha dan doa diperlukan untuk mencapai kebahagiaan. Allah tidak menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan. Allah memberikan kemampuan berpikir pada manusia agar bisa memaknai setiap peristiwa dalam kehidupan dengan positif. Yakinlah akan selalu ada harapan positif terhadap masalah yang kita lalui. Jadi, kita harus semangat berjuang untuk pulih.
Memaafkan, Kunci Berdamai dengan Luka
Tidak ada kata terlambat untuk mengakui dan berdamai dengan keadaan. Selain itu, kita harus tetap berbakti pada orang tua meskipun kita pernah terluka. Dengan demikian, memaafkan mereka dan diri sendiri sangat penting agar bisa pulih. Seperti yang diajarkan dalam agama kita untuk menghormati orang tua dan berbuat baik pada mereka. Dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 23 Allah Swt. berfirman yang artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua."
Memaafkan kunci dari akar masalah yang kita hadapi. Mungkin butuh proses dan waktu, tetapi perjalanan hidup kita masih panjang. Saat ini lakukanlah upaya untuk berbuat baik pada orang tua dan berbelas kasih pada diri sendiri untuk merangkul inner child yang ada di dalam diri kita. Bulatkan tekad untuk beramal saleh selagi kita masih bernapas. Jangan biarkan diri kita larut dalam luka terlalu lama, tetapi selamatkan diri kita agar bisa menjadi muslim yang tangguh. Perbanyak zikir pada pagi dan petang serta doa. Semoga Allah menjaga kita semua, amin.
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Apapun yang berdampak buruk butuh untuk disudahi. Cintai dan sayangi diri sendiri. Peluk dan maafkan diri dan lingkungan yang telanjur menorehkan luka batin. Allah Sang Pemberi cinta sejati.
Rasa-rasanya tdk seorg pun yg tdk memiliki luka batin atau trauma sepanjang perjalanan hidupnya. Namun, dengan memahami qadla dan qadar dengan benar, maka seseorang akan mampu berdamai dgn hatinya. Menerima apa yg terjadi dg hati tabah dan meyakini ada peluang pahala di sana semampang ikhlas dan Allah menjadi sandaran.
Kita memang harus memutus rantai inner child dari diri kita, agar luka itu tak dialami generasi kita. Memaafkan kesalahan orang tua adalah jalan terbaik untuk lebih ikhlas menerima keadaan, karena mereka pun mungkin tidak menyadari kesalahan yang mereka perbuat akan berdampak buruk pada mental anaknya. Motivasi yang sangat bermanfaat, barakallah mbak Mahyra
Memang cukup berat jika tidak ada yang memberi support
[…] Baca: luka-pengasuhan-dan-perjuangan-untuk-pulih/ […]
Terima kasih ya yg sudah mampir baca