
Penggantian nama dari pinjol ke pindar tidak akan mengubah apa pun selama masih berasas pada riba atau bunga.
Oleh. Siti Komariah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id- Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending di bawah naungan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi mengganti namanya dari pinjaman online (pinjol) menjadi pinjaman dare (pindar).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman mengatakan, penggantian nama dari pinjol menjadi pindar dimaksudkan agar nantinya masyarakat lebih mudah untuk mengenali dan melakukan pinjaman yang aman dan legal atau telah berizin OJK. Pindar dimaknai sebagai fintech peer-to-peer (P2P) lending yang berizin OJK, sedangkan pinjol sendiri ilegal dan tidak berizin OJK.
Selain itu, Agusman juga mengatakan, penggantian nama tersebut juga bertujuan agar fintech peer-to-peer (P2P) lending memiliki citra lebih positif di tengah masyarakat, termasuk pada implementasi penguatan tata kelola yang baik dan penguatan risiko manajemen penyelenggara LPBBTI (kompas.com , 17 -12-2024). Hanya saja, benarkah bahwa penggantian nama dari pinjol menjadi pindar tidak akan menyulitkan masyarakat? Mungkinkah bisa dipastikan bahwa pindar tidak akan menimbulkan dampak-dampak negatif akibat terjebak pinjol, salah satunya bunuh diri akibat terlilit pinjol?
Sekadar Eufimisme
Penggantian nama dari pinjol ke pindar yang dilakukan oleh OJK sejatinya hanya sekadar eufimisme atau memperhalus penyebutan kata. Penggantian nama ini tidak akan mengurai akar masalah pinjol di tengah masyarakat selama ini sebab regulasi di dalamnya masih sama dan tidak dibenahi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penggantian penyebutan dari pinjol ke pindar hanya sekadar otak-atik istilah yang tidak berdampak apa pun bagi penyelesaian masalah pinjol tersebut selama regulasinya tidak kunjung dibenahi. Ia juga menyebutkan, OJK sejatinya harus fokus menyelesaikan masalah dan membenahi regulasi dari pinjol tersebut agar tidak menimbulkan masalah di tengah masyarakat.
Ia menambahkan, ada banyak masalah karena pinjol, seperti kredit konsumtif jangka pendek, bunga tinggi, dan cara pengumpulan kurang baik. Semua masalah tersebut harusnya dijelaskan oleh OJK, bukan sekadar ganti nama.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan OJK sejatinya tidak akan berdampak baik bagi masyarakat. Harapan yang diinginkan oleh OJK untuk mendapatkan citra positif tidak akan terwujud karena peraturan yang ada di dalamnya tidak berubah. Apalah arti penggantian sebuah nama, jika regulasi di dalamnya tetap sama.
Hanya saja, masyarakat harus memahami jika pinjol ataupun pindar selama masih dalam sistem kapitalisme sama-sama menjerat masyarakat dalam kesulitan hidup. Bahkan, ini hanyalah tipu daya untuk mengelabui masyarakat terhadap masalah pinjol yang menggurita selama ini.
Perbudakan Kampus, Mahasiswa Dipaksa Kerja
Pinjol dan Pindar Menyengsarakan
Pinjol dan pindar dalam sistem kapitalisme akan tetap sama, yakni tetap menjadi duri bagi kehidupan, menyengsarakan, serta menjerat masyarakat dalam berbagai masalah karena pinjamannya mengandung riba. Riba yang akrab disebut dengan “bunga” merupakan tambahan atau kelebihan uang dalam transaksi yang dibebankan di luar pokok pinjaman.
Riba merupakan aktivitas yang dilarang oleh Allah secara tegas, bahkan disebutkan pelakunya tidak akan diam saja. Allah berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri dengan tenang, kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila ….” ( QS. Al-Baqarah: 275 )
Pinjaman uang atau modal usaha memang sangat menggiurkan bagi masyarakat, apalagi di tengah kondisi serba sulit dan gaya hidup hedonis. Pinjaman berbasis riba tersebut seolah menjadi dewa penyelamat bagi masyarakat karena dengan adanya pinjaman tersebut mereka merasa terbantu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Misalnya, seseorang yang kesulitan membuka usaha karena terkendala modal, ia bisa mengambil pindar atau pinjol dengan mudah untuk modal usaha atau keperluan yang lainnya. Begitu pula remaja yang mengambil riba untuk memenuhi gaya hidup hedonisnya.
Niat hati mengambil pinjol atau pindar agar hidup enak dengan mendapatkan pinjaman, tetapi pada kenyataannya pinjol atau pinjaman langsung tersebut justru menjadi bumerang bagi masyarakat. Bahkan, membuat mereka terlilit utang yang berakhir depresi hingga bunuh diri karena pinjaman tersebut terus beranak pinak.
Misalnya, kasus terbaru yang terjadi pada 16 Desember 2024, satu keluarga di Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel) diduga bunuh diri karena terlilit pinjol. Kasus ini hanya satu dari banyaknya kasus bunuh diri yang disebabkan oleh pinjol, masih banyak kasus serupa di tengah masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan pinjol maupun pindar akan tetap sama, yakni menyengsarakan dan menipu masyarakat dengan kesenangan pada saat itu juga. Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini?
Negara Wajib Bertanggung Jawab
Sejatinya, pinjol ataupun pindar hadir sebagai salah satu solusi bagi masyarakat yang kesulitan ekonomi maupun membutuhkan modal usaha. Hanya saja, solusi ini justru membuat masyarakat terjebak dalam lingkaran utang yang tidak berkesudahan sebab bunga terus beranak pinak. Kondisi ini sebenarnya menjadi tanggung jawab negara sebagai periayah urusan rakyat. Apalagi diketahui bahwa pinjol telah menelan banyak korban yang harusnya membuat negara segara menutup rapat-rapat celah tersebut.
Hanya saja, alih-alih menutup celah pinjol, negara justru menyediakan fasilitas dan mempermudah masyarakat mengambil pinjaman berbasis riba. Hal ini wajar karena bisnis riba merupakan bisnis yang cukup menguntungkan bagi negeri ini. Disebut-sebut Indonesia merupakan salah satu peluang usaha fintech, baik pinjol, paylater, dan sejenisnya terbesar yang diminati oleh investor global.
Berdasarkan analisis Robocash Group sepanjang 2000—2023 yang mencakup 10 negara Asia Tenggara, Indonesia menjadi rumah fintech nomor dua paling menarik investor global selama dua dekade terakhir. Perusahaan fintech Indonesia telah menghasilkan US$20,8 miliar atau sebesar Rp316,63 triliun sepanjang 23 tahun terakhir ( muslimahnews.com , 1-08-2023). Dengan demikian, negara pastilah mendapatkan keuntungan dari para investor pada bisnis tersebut sehingga pinjol dalam sistem kapitalisme akan tetap langgeng dan tidak akan ditutup oleh negara.
Kapitalisme Dalangnya
Di sisi lain, negara yang harusnya bertanggung jawab sebagai periayah urusan rakyat telah dijauhkan oleh sistem kapitalisme. Negara justru menjadi pelayan bagi para pengusaha dan investor yang tergambar dalam menyediakan kemudahan pinjol tersebut, padahal pinjol memberikan dampak negatif bagi masyarakat.
Inilah pengurusan urusan rakyat dalam sistem kapitalisme, negara menjadikan pengurusan urusan rakyat sebagai ajang bisnis. Alhasil, semua bentuk tanggung jawab justru dijadikan ajang meraup keuntungan. Misalnya, memberikan kemudahan pinjaman modal usaha ataupun untuk pemenuhan kebutuhan lainnya kepada masyarakat dengan melakukan pinjol atau pinjaman langsung berbasis riba.
Kondisi ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh pinjol ataupun pindar akan terus terjadi. Sejatinya negeri ini membutuhkan sistem untuk keluar dari jeratan pinjol dan menyelamatkan masyarakat dari tipu daya kesenangan sesaat.
Islam Menghapus Pinjol
Islam memandang bahwa pinjaman berbasis riba adalah dosa besar, bahkan pelakunya akan berperang dengan Allah dan Rasul-Nya. Ancaman tersebut sebagaimana terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 278—280. Dengan demikian, Khilafah akan menghapus pinjaman berbasis riba di tengah masyarakat. Khilafah juga tidak akan membiarkan riba masuk ke dalam negeri, seperti bisnis fintech yang menjamur di Indonesia saat ini.
Dalam masalah pinjaman modal usaha dan pinjaman untuk kebutuhan lainnya, Khilafah tidak melarang aktivitas ini, tetapi pinjaman tersebut tidak boleh berbasis riba atau bunga. Khilafah akan memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan uang, baik untuk modal usaha maupun kebutuhan lainnya tanpa riba, bahkan cuma-cuma. Hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Khilafah kepada rakyatnya.
Khilafah berdiri sebagai periayah urusan rakyat sehingga ia akan memenuhi kebutuhan setiap individu masyarakat, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Terlebih lagi, Khilafah akan membayarkan utang rakyatnya jika mereka tidak mampu membayar utang tersebut. Khilafah memiliki sumber pemasukan tetap untuk menjamin kebutuhan hidup masyarakat, seperti dari fai dan kharaj.
Selain itu, Khilafah juga mendorong setiap individu masyarakat untuk memiliki ketakwaan kepada Allah. Ketakwaan ini akan menjadi bekal dan benteng pengontrol utama dalam tindakan mereka. Khilafah juga menciptakan lingkungan yang islami untuk mengontrol masyarakat dari perbuatan yang melanggar syariat Islam. Dengan terlaksananya tanggung jawab tersebut, masyarakat akan terjamin kebutuhannya sehingga tidak perlu dililit utang.
Khatimah
Penggantian nama dari pinjol ke pindar tidak akan mengubah apa pun selama masih berasas pada riba atau bunga. Masyarakat akan tetap terjerat berbagai masalah dari pinjaman tersebut jika tidak keluar dari sistem yang rusak ini.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi menyeluruh untuk menghapus pinjol ataupun pindar di tengah masyarakat. Solusi tersebut hanya ada pada sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah. Wallahu'alam Bisshawab . []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
