
Apakah SPMB yang dicanangkan merupakan solusi tepat untuk mencegah kecurangan ataukah justru memberikan peluang timbulnya kecurangan baru?
Oleh. Arda Sya'roni
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-“Apalah arti sebuah nama. Apabila kau beri nama lain pada mawar, dia tetap akan berbau harum.” Begitulah sepenggal bait yang tertulis di salah satu drama William Shakespeare, "Romeo and Juliet".
Tak jauh beda dengan kalimat yang diucapkan oleh Romeo tersebut, kebijakan penerimaan siswa baru saat ini pun mengalami perubahan nama. Sebuah lagu lama, setiap pergantian Menteri Pendidikan, maka akan ada perubahan nama maupun sistem yang digunakan.
PPDB Vs SPMB
Saat ini pemerintah kembali merombak sistem penerimaan siswa baru dari yang semula Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi, menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dengan sistem domisili. Perubahan nama ini dengan tujuan untuk menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa. (Tirto.id, 01-02-2025)
SPMB ini akan menggunakan sistem domisili sebagai koreksi bagi sistem zonasi yang diterapkan sebelumnya. Di mana sistem zonasi dirasakan kurang efektif dilakukan, meski dengan niat baik, yaitu menyamaratakan sekolah sehingga tidak timbul sekolah unggulan dan sekolah biasa.
Namun, dalam praktik pelaksanaannya timbul beberapa permasalahan baru termasuk di antaranya terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Manipulasi KK, praktik suap, pungutan liar, mark up nilai untuk jalur prestasi, ketimpangan kualitas sekolah satu dengan yang lain, pembatasan hak orang tua dalam memilih sekolah, dan masalah lainnya banyak ditemukan di sistem zonasi yang lalu.
Adapun pada sistem SPMB yang akan diterapkan ini mengacu pada domisili wilayah siswa dan sekolah. Dengan sistem domisili ini diharapkan cakupan wilayah pilihan sekolah lebih luas, meskipun masih menggunakan 4 jalur masuk seperti sebelumnya. Namun, di SPMB ini sekolah swasta juga dilibatkan dalam pilihan sehingga apabila tidak diterima di negeri bisa dialihkan ke sekolah swasta.
Hal ini selain agar siswa tetap mendapatkan kualitas pendidikan yang sama juga bisa mengurai kepadatan di sekolah negeri. Tak hanya dialihkan, pemerintah juga berencana untuk menanggung biaya pendidikan di sekolah swasta. Selain itu pada SPMB 2025 ada perubahan baru dalam seleksi masuk sekolah, yaitu bagi siswa yang aktif dalam organisasi seperti OSIS dan Pramuka bisa masuk melalui jalur prestasi.
Perubahan Menjadi SPMB, Solusi Tepatkah?
Apakah SPMB yang dicanangkan merupakan solusi tepat untuk mencegah kecurangan ataukah justru memberikan peluang timbulnya kecurangan baru? Bisa jadi justru dengan adanya tiket pengurus OSIS dan Pramuka menjadi ladang perburuan tiket jalur prestasi. Bisa jadi siswa yang tidak benar-benar aktif dalam dua kegiatan tersebut hanya mendompleng nama untuk sekadar bisa memasuki jalur prestasi. Manipulasi data domisili siswa pun masih bisa dipermainkan dengan sistem ini. Pastinya akan ada celah permainan kecurangan di setiap sistem yang diterapkan selama akar masalah tidak dicabut.
Watak Kapitalisme
Sudah menjadi watak kapitalisme untuk tak mau rugi dalam hal apa pun. Standar yang digunakan hanyalah materi dan manfaat, tak peduli halal haram ataupun merugikan orang lain, asal cuan didapat. Maka wajar, bila tiap ganti menteri akan terjadi perombakan sistem pendidikan. Namun, faktanya tiap pergantian sistem tidak pernah mencapai hasil gemilang, bahkan cenderung semakin tak tentu arah.
Pemerintah juga seolah tidak pernah serius dalam memperbaiki teknis, proses, sistem penerimaan siswa, juga praktik kecurangan di lapangan. Hal ini karena perombakan sistem hanyalah sebatas pergantian nama sebagai pemanis. Tidak ada perubahan yang signifikan karena tidak menyentuh akar masalahnya. Jumlah sekolah yang tidak merata di semua provinsi, kualitas sekolah yang tidak seimbang, sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai, jumlah pendidik yang terbatas, juga gaji pendidik yang dirasa jauh dari batas wajar merupakan masalah-masalah yang masih belum terselesaikan.
Baca juga: Peningkatan Kualitas Pendidikan dalam Sistem Islam
Hanya dengan Islam permasalahan pendidikan akan tuntas terselesaikan hingga ke akar, karena Islam bukan sekadar agama, melainkan sebuah ideologi yang paripurna. Islam tak hanya mengatur ritual ibadah, tetapi juga mengatur seluruh lini kehidupan, termasuk pendidikan. Islam memandang pendidikan adalah hal yang sangat penting karena sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra., "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim."
Solusi dalam Islam mengenai pendidikan, yaitu:
Pertama, menggunakan kurikulum Islam yang berdasarkan syariat. Dalam Islam, pendidikan dasar berupa pemantapan akidah akan diberikan sebelum pengetahuan umum. Dengan demikian akan tercetak pribadi-pribadi yang taat, cerdas, dan berkualitas. Kurikulum dalam Islam jelas dan terbukti telah dapat melahirkan generasi emas di masa kejayaan Islam. Perpustakaan terbesar didirikan, ilmuwan, cendekiawan, negarawan handal, bahkan peradaban gemilang semua terlahir di masa kekhilafahan.
Kedua, negara akan memfasilitasi pendidikan dengan baik dan merata ke seluruh negara Islam, baik dari segi sarana dan prasarana, kualitas pendidikan, maupun jumlah pendidik. Dengan demikian rakyat dapat menikmati kualitas pendidikan yang sama, baik di desa maupun di kota, bahkan hingga ke pelosok daerah di seluruh negara.
Ketiga, gaji yang diberikan pada pendidik pun akan diperhatikan. Saat kekhilafahan tegak, para pendidik mendapatkan gaji fantastis, sangat jauh dengan gaji pendidik saat ini. Dengan gaji yang memadai, sangat memungkinkan bagi pendidik untuk fokus pada proses belajar mengajar. Mereka tak lagi disibukkan mencari uang tambahan. Para pendidik juga tidak dibebani oleh administrasi yang merepotkan. Hal ini karena memang diharapkan pendidik dapat bekerja optimal untuk mencerdaskan para penerus generasi.
Keempat, biaya pendidikan akan dibuat seminimal mungkin, bahkan bisa jadi gratis. Pendidikan gratis ini pun tidak dikhususkan bagi warga miskin atau anak yatim layaknya pendidikan saat ini. Semua rakyat, baik kaya maupun miskin, muslim ataupun nonmuslim berhak mendapatkannya. Hal ini karena pintu pemasukan keuangan tak hanya satu. Ada beberapa pintu yang mampu mendanai biaya pendidikan bagi setiap rakyat.
Apalah arti sebuah nama, bila tidak memberi solusi nyata. Rakyat tak butuh janji manis ataupun nama indah. Rakyat hanya butuh bukti nyata bahwa pendidikan dapat mengantarkan pada generasi emas layaknya yang pernah ada di masa kekhilafahan dulu. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: PPDB Vs SPMB, Apalah Arti Sebuah Nama […]