Rapat Mewah: Inefisiensi Anggaran

Rapat Mewah Inefisiensi Anggaran

Rapat mewah DPR RI yang diadakan secara tertutup di Hotel Fairmont menunjukkan minimnya transparansi, partisipasi publik, juga seolah menentang prinsip efisiensi anggaran yang tengah diterapkan.

Oleh. Siombiwishin
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Komisi I DPR RI menuai banyak komentar menohok dari masyarakat akibat menggelar rapat panitia kerja (panja) membahas revisi UU TNI di Fairmont Hotel. Pasalnya, hotel tersebut merupakan salah satu hotel mewah bintang lima di Jakarta. Masyarakat geram karena kejadian ini berlangsung di tengah keputusan efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto yang berdampak pada hampir seluruh lini kehidupan. Tidak main-main, anggaran negara yang dipakai untuk membiayai rapat yang kabarnya dihadiri oleh 34 orang tersebut diperkirakan menembus angka ratusan juta rupiah.

Dilansir dari kompas.com, rapat hari pertama revisi UU TNI pada Jumat (14-3-2025) digelar di Ballroom Ground Floor Hotel Fairmont mulai pukul 13.30 WIB. Rapat hari kedua, Sabtu (15-3-2025) di ruang rapat Ruby 3rd Floor Hotel Fairmont sejak pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB. Panja UU TNI terdiri dari 18 anggota Komisi 1 DPR RI dari berbagai fraksi, yakni empat kader PDI-P, tiga kader Golkar dan Gerindra, dua orang dari Nasdem dan PAN, serta PKS, Demokrat dan PAN diwakilkan satu orang. Pemerintah juga memiliki tim panja revisi UU TNI yang terdiri dari 16 orang. Sebanyak empat wakil Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, serta Kementerian Keuangan.

Rapat Mewah Para Pejabat

Diketahui, harga sewa Ballroom Hotel Fairmont dimulai dari kisaran Rp125.000.000 dengan durasi maksimal 12 jam per hari. Sedangkan biaya kamar menginap Rp2.600.000 hingga Rp10.600.000 per malam. Jika dikalkulasikan besar anggaran selama 2 hari untuk sewa ruang rapat mencapai Rp250.000.000. Sementara biaya kamar menginap 34 orang mencapai Rp178.840.000 untuk tipe kamar termurah, sedangkan untuk tipe kamar termahal bisa mencapai Rp726.240.000. Maka total anggaran yang dihabiskan untuk rapat panja selama 2 hari minimal Rp428.840.000 dan maksimal Rp976.240.000.

Miris, alih-alih merasa bersalah dan malu, atau pun menunjukkan empati bagi yang terdampak efisiensi, Ketua Komisi I DPR RI Utut Ardianto malah menanggapi dengan dalih komisinya mengadakan rapat di hotel telah dilakukan sejak dahulu.

Baca juga: Tunjangan Fantastis Rumah Dinas DPR

Rapat mewah DPR RI yang diadakan secara tertutup di Hotel Fairmont menunjukkan minimnya transparansi dan partisipasi publik. Hal ini juga seolah menentang prinsip efisiensi anggaran yang tengah diterapkan oleh pemerintah. Padahal pemotongan anggaran yang difungsikan untuk menghemat belanja negara bahkan harus menyentuh sektor penting. Padahal sebelumnya Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan bahwa efisiensi anggaran semestinya tidak mengorbankan rakyat kecil. Namun fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Adapun hal-hal yang harus dipangkas menurutnya adalah item-item belanja menyangkut kepentingan para pejabat. Mulai dari tunjangan dan fasilitas jabatan, biaya rapat, pembelian ATK, perjalanan dinas, dll. Namun, di tengah kuatnya mental manja dan rakus para pejabat, serta kebijakan kabinet gemuk yang ditetapkannya, instruksi tersebut seolah hanya menjadi omon-omon.

Tabiat Kepemimpinan Sekuler

Segala yang terjadi saat ini sejatinya makin menegaskan soal buruknya tabiat sistem kepemimpinan sekuler kapitalistik yang dilanggengkan dari rezim ke rezim. Bukannya sibuk mengurus rakyat dan mencari solusi yang solutif untuk menyelesaikan persoalan rakyat, para pejabat malah sibuk mengamankan kursi kekuasaannya sambil menikmati fasilitas elite yang disediakan oleh negara, yang notabene dibiayai oleh rakyat.

Sistem kepemimpinan sekuler kapitalisme yang telah mendarah daging akan melahirkan pejabat-pejabat yang tidak mengenal aturan agama, juga acuh-tak acuh terhadap halal-haram dalam setiap perbuatan. Termasuk perihal amanah dan tanggung jawab besar yang diemban. Di mana amanah tersebut lebih jauh lagi akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Sistem kepemimpinan model ini menempatkan negara atau kekuasaan hanya sebagai alat meraih kepentingan, terutama kepentingan oligarki. Kesejahteraan rakyat pun terabaikan dan rakyat seolah dibiarkan bertahan hidup dengan kemampuan sendiri.

Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Bagaikan langit dan bumi, sistem kepemimpinan tersebut berbeda jauh dengan sistem kepemimpinan Islam. Dalam buku yang berjudul Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah jilid 2 karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, seorang mujtahid mutlak abad ini menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam pandangan syariat Islam berfungsi sebagai pengurus, pelayan, sekaligus pelindung umat. Beliau juga menjelaskan, penguasa harus memiliki ketakwaan yang tinggi sekaligus sifat lemah lembut yang akan mencegahnya dari berbuat sewenang-wenang dan zalim.

Hal tersebut sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. dalam HR. Abu Dawud, “Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan rakyat yang menjadi pelayan pemimpin.”

Dalam mengemban amanah dan memikul tanggung jawab umumnya, seorang penguasa juga harus memiliki kepribadian Islam yang kuat. Terdapat dua kepribadian yang wajib ada yakni akliah hukmin dan nafsiah haakim. Akliah hukmin adalah akliah negarawan yang paham tugas pemerintahan sekaligus terampil sebagaimana tuntunan Islam. Sementara itu, nafsiah haakim artinya memiliki sifat-sifat pemimpin seperti bijaksana, berwibawa, tulus, adil, berani, dan empati terhadap rakyatnya.

Dengan demikian, para pemimpin yang berkuasa akan semaksimal mungkin dalam mengurus dan melayani rakyat. Para pemimpin juga berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan rakyat dengan memberikan solusi terbaik sesuai tuntunan syariat Islam.

Selain itu, para penguasa akan menjadikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dalam membuat suatu kebijakan. Hal ini memastikan semua kebijakannya tidak akan memberatkan rakyat apalagi membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Namun, sistem kepemimpinan Islam ini tidak mungkin terwujud dalam sistem yang tegak sekarang. Kepemimpinan ideal seperti ini hanya dapat ditegakkan dalam sistem yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Di mana semua aturan yang dibuat bersumber dari wahyu Allah Swt. Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Korupsi Berulang MinyaKita
Next
Nuzululqur'an, Momentum Perubahan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maftucha
Maftucha
2 months ago

Gemes liat kelakuan para pejabat, tidak PK banget dengan kondisi rakyat yang kesusahan

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram