Islam: Sistem dan Harapan Kemandirian Energi

Islam kemandirian Energi

Kemandirian energi bukan sekadar angan-angan yang utopis. Ia merupakan tujuan yang dapat dicapai jika kita berani beralih kepada sistem yang benar-benar memprioritaskan kesejahteraan umat.

Oleh. Dyah Pitaloka, S. Hum
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dan energi. Kesuburan tanahnya, luasnya perairan, serta melimpahnya kandungan mineral dan energi dalam perut buminya menjadi anugerah besar. Namun, realitas di lapangan sangat bertolak belakang dengan potensi tersebut. Ironisnya, Indonesia justru menjadi salah satu negara pengimpor bahan bakar minyak (BBM) terbesar di dunia. Data menunjukkan bahwa kebutuhan minyak nasional mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari, sementara produksi dalam negeri hanya mampu menutupi sebagian kecilnya. Akibatnya, sekitar satu juta barel per hari harus didatangkan dari luar negeri. Fakta ini memunculkan pertanyaan krusial: bagaimana mungkin negara yang begitu kaya akan sumber daya energi belum juga mampu berdiri sendiri dalam pemenuhan kebutuhan energinya?

Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengungkapkan tekadnya untuk mewujudkan kemandirian energi nasional dalam lima tahun mendatang (antaranews.com, 24-01-2025). Ia menegaskan bahwa ketahanan energi tidak hanya krusial dari aspek ekonomi, tetapi juga merupakan elemen vital dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara. Namun, muncul pertanyaan mendasar: apakah kemandirian energi benar-benar dapat dicapai jika persoalan sistemik yang menjadi akar masalah tidak disentuh? Dapatkah harapan itu terwujud selama kebijakan energi masih disusun di bawah kerangka sistem kapitalisme-liberal?

Liberalisasi Energi dalam Bayang-Bayang Kapitalisme

Dalam sistem kapitalisme, peran negara dalam mengelola sumber daya alam mengalami penyusutan signifikan. Negara tidak lagi berfungsi sebagai pemilik sekaligus pengelola kekayaan alam, melainkan hanya berperan sebagai regulator dan pemberi izin. Sementara itu, kontrol atas sumber daya strategis seperti energi justru diserahkan kepada pihak swasta, termasuk perusahaan asing. Implementasi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 menjadi bukti konkret bagaimana sektor energi di Indonesia telah dibuka lebar untuk kepentingan liberalisasi. Akibatnya, kekayaan alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat malah berubah menjadi komoditas yang dikendalikan oleh mekanisme pasar.

Sebagai dampak dari sistem yang berlaku, Indonesia yang sebenarnya memiliki cadangan minyak mentah dalam jumlah besar justru lebih banyak mengekspornya ke luar negeri. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kapasitas kilang dalam negeri, terutama milik Pertamina, yang sudah tua dan tidak mampu mengolah minyak mentah berkualitas tinggi. Akibatnya, Indonesia memilih menjual minyak mentah tersebut dan kemudian membelinya kembali dalam bentuk BBM dari luar negeri. Kondisi ini menjadi ironi tersendiri. Negara produsen minyak yang justru sangat bergantung pada impor untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri.

Baca juga: Matahari dan Teknologi AI

Energi Alternatif dan Masalah Baru yang Ditimbulkannya

Permasalahan dalam sektor energi nasional tidak berhenti pada ketergantungan terhadap impor BBM. Pemerintah juga telah berupaya mencari solusi dengan mengembangkan sumber energi alternatif, seperti biofuel yang berasal dari kelapa sawit. Meski sawit memiliki potensi besar sebagai bahan baku energi terbarukan, penerapan penggunaannya dalam skala luas ternyata menimbulkan berbagai persoalan baru. Produksi biodiesel dari sawit secara besar-besaran telah berkontribusi pada kelangkaan minyak goreng di pasaran, mendorong terjadinya deforestasi akibat pembukaan lahan besar, serta memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi. Hanya segelintir korporasi besar yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, sementara petani kecil tetap hidup dalam keterbatasan.

Kita perlu dengan jujur melihat bahwa akar dari semua persoalan ini terletak pada sistem kapitalisme yang dianut. Dalam sistem ini, kepemilikan modal menjadi penentu utama dalam penguasaan sumber daya, termasuk sektor energi. Negara hanya menjalankan fungsi sebagai regulator yang memfasilitasi kepentingan pasar, bukan pelindung kepentingan rakyat. Maka, wacana tentang kemandirian energi seringkali hanya menjadi slogan kosong—tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya, apalagi memberikan solusi yang menyeluruh dan berkeadilan.

Sumber Daya sebagai Milik Rakyat

Islam sebagai sebuah sistem hidup yang holistik menawarkan perspektif yang berbeda dalam mengelola sumber daya. Dalam ajaran Islam, kekayaan alam yang bernilai strategis seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara dikategorikan sebagai milik bersama umat. Artinya, sumber daya tersebut tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu maupun perusahaan, baik swasta maupun asing. Negara bertanggung jawab penuh untuk mengelolanya dan memastikan hasil pengelolaan tersebut digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Dalam konteks ini, "api" dapat dimaknai sebagai bentuk energi, seperti minyak dan gas. Dengan pemahaman tersebut, tidak diperbolehkan jika kekayaan energi diserahkan kepada pihak swasta atau asing. Negara memiliki kewajiban untuk mengelola sumber daya ini dan memanfaatkannya guna memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi, serta pemberian subsidi energi.

Khilafah: Pengelolaan Kekayaan Umat yang Amanah

Selama lebih dari 13 abad, sistem pemerintahan Islam yang dikenal sebagai Khilafah telah menunjukkan kapasitasnya dalam mengelola sumber daya umat dengan amanah dan tanggung jawab tinggi. Negara dalam sistem ini bertindak sebagai pengatur dan pelayan kepentingan rakyat (raa’in), bukan sebagai pelaku usaha atau pencari keuntungan. Dalam praktiknya, negara akan membangun infrastruktur seperti kilang minyak, mengembangkan teknologi eksplorasi sumber daya, dan memastikan seluruh hasil pengelolaan digunakan sepenuhnya demi kesejahteraan masyarakat. Sistem ini tidak memberi celah bagi korporasi serakah ataupun kekuatan asing untuk menguasai dan mengeksploitasi kekayaan negara.

Saat cadangan minyak mulai menipis, negara akan mengalihkan fokusnya pada pemanfaatan sumber energi alternatif seperti tenaga matahari, angin, air, bahkan energi nuklir, dengan tetap memperhatikan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Selain itu, pemerataan akses terhadap energi akan menjadi prioritas, sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat di perkotaan, tetapi juga dapat dirasakan hingga ke daerah-daerah terpencil.

Penutup: Hanya Islam Sistem dan Harapan Kemandirian Energi

Sudah saatnya kita merenungkan dan mengevaluasi sistem yang selama ini menjadi fondasi pengelolaan sumber daya di negeri ini. Apakah kita akan terus mempertahankan sistem kapitalisme yang telah nyata gagal mewujudkan kedaulatan energi dan hanya menguntungkan segelintir elite? Ataukah kita berani mempertimbangkan sistem alternatif yang lebih adil, berpihak kepada kepentingan rakyat, dan berlandaskan nilai-nilai wahyu dari Sang Pencipta?

Kemandirian energi bukan sekadar angan-angan yang utopis. Ia merupakan tujuan yang dapat dicapai jika kita berani melepaskan ketergantungan pada sistem yang merusak, dan beralih kepada sistem yang benar-benar memprioritaskan kesejahteraan umat. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Dyah Pitaloka Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Perbedaan Standar Kemiskinan
Next
Solusi Islam terhadap Pengangguran
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram