
Guru mendapat tunjangan tetap, rumah tinggal, bahkan pembantu. Posisi mereka sejajar dengan qadhi (hakim) dan jundi (tentara negara), karena mereka adalah penjaga ilmu dan moralitas umat dalam daulah Khilafah.
Oleh. Shinta Ummu Tasbita
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-"Guru adalah fondasi peradaban,” demikian pernyataan tegas Anggota Komisi X DPR RI Juliyatmono dalam Kunjungan Kerja di Jambi, Mei 2025 lalu, sebagaimana dikutip dari detik.com (29-5-2025). Pernyataan ini tidak keliru. Justru sangat benar. Guru sejatinya adalah arsitek generasi. Namun, bagaimana mungkin sang arsitek mampu membangun bangunan unggul jika dirinya sendiri roboh dihantam realitas ekonomi yang pahit?
Gaji Ideal, tetapi Sistem Tak Mendukung
Juliyatmono menyebut idealnya gaji guru adalah Rp25 juta per bulan. Ia menilai alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN belum efektif. Bahkan, ia menyarankan agar pengeluaran untuk pendidikan difokuskan minimal 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (detik.com, 29-5-2025). Sayangnya, pernyataan itu hanya sebatas wacana elit, bagai oasis di tengah padang ilusi. Sebab hingga hari ini, kenyataan di lapangan justru berkata lain.
Gaji guru ASN masih jauh dari ideal. Bahkan di sejumlah daerah, guru honorer menerima upah yang tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Di Provinsi Banten misalnya, para tenaga pendidik menghadapi tekanan berat karena Tunjangan Tambahan (TUTA) justru dicoret dari APBD 2025, TangerangNews.co.id (24-6-2025). Para guru pun melayangkan surat protes kepada DPRD dan menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi. Guru yang seharusnya menjadi penggerak peradaban kini justru sibuk menyambung hidup karena tak dihargai layak oleh sistem.
Paradoks Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme
Mengapa semua ini terus terjadi? Jawabannya bukan pada niat baik pejabat atau sekadar revisi anggaran, melainkan pada akar sistemik yang menjadi dasar negeri ini yaitu, kapitalisme.
Sistem ini memandang guru hanya sebagai buruh intelektual, bukan sebagai pilar utama peradaban. Pendidikan diperlakukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan amanah yang wajib ditanggung oleh negara. Bahkan, dalam sistem anggaran, sektor pendidikan harus bersaing dengan sektor-sektor yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi seperti proyek infrastruktur, pertahanan, dan pembayaran utang luar negeri.
Sementara itu, sumber daya alam yang melimpah tidak dikelola secara mandiri oleh negara, tetapi dikuasai oleh korporasi asing dan swasta. Akibatnya, negara kehilangan kemandirian anggaran, bergantung pada pajak dan utang, dan berdalih tidak mampu menggaji guru secara layak. Beginilah wajah kapitalisme: mencetak kesenjangan sistemik yang mengorbankan mereka yang sejatinya paling berjasa bagi masa depan umat.
Islam: Sistem yang Memuliakan Guru
Islam memiliki pandangan sangat luhur terhadap guru. Dalam sejarah peradaban Islam, guru dihormati, dijamin kesejahteraannya, dan dimuliakan oleh negara. Bahkan, pada masa Khilafah, guru mendapat tunjangan tetap, rumah tinggal, bahkan pembantu. Posisi mereka sejajar dengan qadhi (hakim) dan jundi (tentara negara), karena mereka adalah penjaga ilmu dan moralitas umat.
Kesejahteraan Guru yang Terabaikan
Mengapa negara Islam bisa menjamin kesejahteraan guru?
Karena sistem Islam memiliki struktur keuangan yang mandiri dan bersumber dari aturan syariat. Pendapatan negara tidak bergantung pada utang dan pajak. Berikut adalah sumber-sumber keuangan dalam sistem Islam:
- Fai’ dan Kharaj dari tanah-tanah produktif yang dikuasai negara
- Ghanimah dari hasil peperangan yang halal
- Jizyah dari warga non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan negara
- Zakat yang didistribusikan untuk delapan golongan, termasuk fakir dan miskin
- Kepemilikan umum seperti tambang, laut, energi, dan hutan yang dikelola negara dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk rakyat
Dengan manajemen syariah ini, negara mampu memberi gaji guru yang layak bahkan lebih dari Rp 25 juta, tanpa membebani rakyat.
Solusi Islam Atas Krisis Kesejahteraan Guru
Solusi Islam bukan sekadar menaikkan gaji guru, melainkan melakukan perubahan sistemik total:
- Menjadikan pendidikan sebagai tanggung jawab penuh negara, bukan pasar. Biaya pendidikan ditanggung negara sejak jenjang dasar hingga perguruan tinggi.
- Menjamin kesejahteraan guru secara prioritas, karena guru adalah penjaga peradaban dan akidah umat.
- Mengelola kekayaan alam secara syar’i, agar hasilnya dikembalikan untuk kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
- Mengembalikan negara sebagai pelayan umat, bukan pelayan oligarki atau korporasi. Semua kebijakan dijalankan berdasarkan hukum syariah, bukan logika pasar.
Dalil Penguat dari Al-Qur’an
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imran: 104)
Ayat ini menunjukkan bahwa mendidik umat agar memahami yang benar dan salah adalah tugas utama dalam peradaban Islam. Maka para guru, sebagai agen utama amar makruf nahi munkar, harus dimuliakan dan dilindungi negara.
Penutup
Ketika guru dihina oleh sistem, maka peradaban akan gagal dibangun. Sebaliknya, ketika guru dihargai tinggi oleh negara, maka akan lahir generasi emas yang mengangkat kemuliaan umat.
Kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan guru dan mendukung pendidikan. Maka tak ada pilihan lain bagi umat kecuali kembali pada sistem Islam yang adil, kuat, dan memuliakan pendidik.
Sudah saatnya kita membuka mata: bahwa perubahan sejati hanya mungkin lahir dari perubahan sistem, bukan sekadar revisi anggaran. Wallahu a’lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Guru Tertindas di Negeri Kapitalistik […]