
Kekerasan pada anak terus terjadi, terutama karena rendahnya pemahaman individu dan masyarakat dalam mengasuh serta mendidik anak. Hal ini juga diperparah dengan abainya peran negara.
Oleh. Suryani
(Kontributor Narasiliterasi.id & Pegiat Literasi)
Narasiliterasi.id-Anak adalah titipan dari Yang Maha Kuasa dan amanah yang semestinya dijaga, dirawat dengan penuh kasih sayang. Namun, sayangnya tidak semua anak mendapatkan haknya. Sebaliknya mereka kerap mendapat kekerasan yang dilakukan orang-orang terdekat bahkan orang tuanya sendiri.
Salah satunya kisah tragis seorang bayi perempuan berusia dua tahun yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Bayi ini meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh suami istri yang mengasuhnya. Pasutri itu sebelumnya meminta izin kepada ibu korban untuk mengasuhnya dengan alasan sebagai pancingan karena setelah sekian lama menikah mereka tidak mempunyai anak. Namun, ketika dalam asuhannya, mereka malah kerap memukul dan mencubit bayi mungil itu ketika menangis atau rewel. (Kompas.com, 15-06-2025)
Di hari yang sama, seorang anak berumur tujuh tahun ditelantarkan di pasar Kebayoran Lama Jaksel. Ia ditemukan dalam keadaan lemas dan bertubuh kurus tergeletak di lantai pasar. Sampai saat ini pihak kepolisian masih mencari keberadaan orang tuanya, yang diduga telah menganiaya korban lalu membawa dan meninggalkannya di Jakarta. (Kumparan.com, 15-06-2025)
Gunung Es Kekerasan pada Anak
Itu hanya segelintir kasus yang terungkap media, yang tidak terekspos jauh lebih banyak lagi. Menurut Siga.kemenpppa 2025, di periode Januari sampai Desember 2024 ada 19.628 kasus dengan jumlah korban 21.648. Angka yang fantastis di negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran.
Bukan hanya kekerasan dalam bentuk fisik, tetapi kekerasan seksual kerap terjadi pada anak dan pelakunya merupakan orang-orang terdekat korban. Seperti yang baru-baru ini viral yakni adanya grup Facebook "Fantasi Sedarah" yang menyebarkan dan menormalisasi praktik inses serta kekerasan seksual dalam keluarga.
Faktor Timbulnya Kekerasan
Jika ditelaah, banyak faktor yang melatarbelakangi kekerasan pada anak terus terjadi, terutama karena rendahnya pemahaman individu dan masyarakat dalam mengasuh serta mendidik anak. Hal ini juga diperparah dengan peran negara yang kian abai terhadap persoalan masyarakat yang berakhir pada tindak kriminal dengan banyaknya korban meninggal dunia.
Setiap individu masyarakat harusnya memahami tugas dan fungsinya, terutama bagi yang sudah menjadi ayah dan ibu. Karena ketika mereka memiliki keturunan, tanggung jawab untuk melindungi, menyayangi, mengasuh, dan mendidiknya menjadi hal utama. Sesama anggota masyarakat pun dituntut saling peduli, punya empati, tolong menolong, dan beramar makruf nahi mungkar ketika melihat kemungkaran.
Negara juga seharusnya melaksanakan perannya sebagai pengurus rakyat, baik itu terpenuhinya kebutuhan pokok maupun kebutuhan umum. Semata agar terjaga kesehatan fisik maupun mental masyarakatnya. Negara juga bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman dan nyaman dari tindak yang membahayakan fisik dan jiwa, baik itu dari tindak asusila maupun kriminal yang meresahkan masyarakat. Tanggung jawab ini disempurnakan dengan penegakan sanksi atas pelaku kejahatan sehingga keamanan dan kenyamanan itu riil adanya.
Sekularisme Kapitalisme Menghilangkan Fitrah Manusia
Sayangnya, sistem kehidupan sekularisme kapitalisme tidak membuat para orang tua tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak. Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orang tua yang punya kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak. Impitan ekonomi juga sering menjadi alasan orang tua menyiksa dan menelantarkan anak, bahkan melakukan kekerasan seksual.
Di Indonesia, sebenarnya sudah ada regulasi/undang-undang tentang perlindungan anak, juga perlindungan atas kekerasan seksual pada anak, juga tentang pembangunan keluarga. Namun, nyatanya semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak. Sebab, undang-undang tersebut dibangun dengan ruh sekuler dari ideologi kapitalisme sehingga tidak menyentuh akar permasalahan yang ada. Sejatinya, persoalan yang menimpa masyarakat hari ini datang dari sistem dan ideologi tersebut, maka untuk solusi yang ditawarkan darinya tidak akan berdampak signifikan selain muncul masalah baru.
Baca juga: Kekerasan terhadap Anak
Islam Solusi
Maka, penting adanya ideologi sahih yang bisa mengatasi persoalan-persoalan umat, yakni Islam. Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab Islam adalah ideologi (pandangan serta sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah dan memuaskan akal manusia.
Keluarga dalam kehidupan Islam berperan besar untuk membentuk bangsa dan peradaban gemilang. Maka negara dalam Islam benar-benar memastikan fungsi keluarga untuk mencetak generasi rabbani terlaksana sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …" (TQS. At-Tahrim ayat 6)
Sistem Pendidikan
Melalui sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam, menjadikan warganya memahami betul hak dan kewajibannya ketika membangun rumah tangga. Memahami tugas dan tanggung jawabnya ketika sudah mempunyai keturunan, yakni menjaga, menyayangi, merawat, mendidik, dan menjadikan keturunannya saleh/salihah penerus peradaban Islam di masa depan.
Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam yang diterapkan negara akan memastikan rakyat sejahtera. Karena negara berperan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para suami agar tercukupi semua kebutuhannya. Bagi yang benar-benar tidak ada kemampuan untuk bekerja karena sakit, cacat, dan sebagainya, maka negaralah yang akan menjamin kehidupan keluarga tersebut. Sehingga tidak ada lagi tindak kekerasan diakibatkan stres karena impitan ekonomi.
Selain itu lingkungan dan media senantiasa dalam pengawasan yang ketat, hingga tayangan yang hadir di tengah masyarakat akan terjaga. Segala hal yang akan membawa pada kemaksiatan maupun kekerasaan akan dapat terdeteksi sedini mungkin, di bawah pengawasan Departemen Penerangan.
Sanksi Hukum Syariat
Islam juga mempunyai sistem peradilan serta sanksi yang mampu membuat jera pelaku kejahatan. Salah satunya hukum qisas. Ketika seseorang terbukti telah menghilangkan nyawa seseorang tanpa hak, maka orang tersebut akan dihukum mati. Hal ini sesuai firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 178-179. Kecuali bila keluarga korban memaafkan maka cukup membayar diat (denda dari pelaku kepada korban). Sanksi ini diterapkan semata bentuk tanggung jawab pemimpin Islam untuk menjalankan syariat. Juga agar memberikan rasa keadilan terhadap korban dan keluarganya.
Masyarakatnya pun akan mempunyai budaya untuk beramar makruf nahi mungkar, hubungan antar umat senantiasa harmonis, saling bantu, semata karena persaudaraan satu akidah maupun sebagai masyarakat dalam satu negara.
Waalllahu alam bi sawwab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Semoga Islam kafah segera terwujud
Kekerasan pada anak akan terus terjadi karena tidak ada perlindungan menyeluruh di tengah-tengah masyarakat. Undang-undang yang ada tidak bisa memberikan perlindungan penuh. Pasalnya, hanya di sistem Islam yang mampu memberikannya
Barakallah mba@Suryani