Negeri Nirwana Kian Merana

Negeri Nirwana Merana

Sungguh negeri nirwana kini hanyalah sebuah impian belaka saat kapitalisme diterapkan. Orientasi kapitalisme hanya mencari keuntungan dan manfaat.

Oleh. Arda Sya'roni
Kontributor Narasi literasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Indonesia adalah negeri bak nirwana. Pesona ribuan pulau yang terbentang dari ujung barat hingga timur begitu memukau, seakan surga dunia berada dalam genggaman. Bagaimana tidak, kekayaan alam terhampar di hampir setiap pulau. Entah itu di laut, di darat, di atas tanah, maupun di dalamnya. Indonesia sendiri menduduki peringkat 6 untuk negara dengan pulau terbanyak, yaitu 17.000 pulau. Wow, luar biasa bukan?

Kerusakan Alam

Namun, negeri nirwana itu kini kian merana, sebab banyak pulau yang rusak akibat penambangan, bahkan ada beberapa pulau yang denga sengaja dijual pada pihak asing. Beberapa saat lalu ramai diberitakan tentang rusaknya alam Raja Ampat, pulau yang begitu dibanggakan sebagai tempat wisata. Raja Ampat yang dulu dibanggakan kini justru menyebabkan derita bagi warga setempat. Ekosistem lautnya pun terancam oleh limbah penambangan nikel. Belum selesai kasus Raja Ampat muncullah Morowali yang juga rusak karena pertambangan diikuti dengan wilayah-wilayah laiinnya yang tersebar di segala penjuru pulau di Indonesia.

Tak hanya kasus pertambangan, negeri nirwana tak lagi damai karena keserakahan segelintir orang hingga tarik menarik wilayah pulau terjadi. Belakangan ramai adanya pengalihan empat pulau di Aceh yang dialihkan kepada Sumatera Utara (Sumut). Seperti yang diberitakan oleh Tempo.co, 13-06-2025 bahwa sengketa Aceh dan Sumut atas 4 pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Ketek telah diputuskan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Berdasarkan Kepmendagri no 300.2.2-2137/2025, keempat pulau tersebut resmi ditetapkan sebagai bagian wilayah dari Provinsi Sumatera Utara.

Pengalihan empat pulau dari Propinsi Aceh ke Propinsi Sumut ini mengundang perdebatan tentunya. Dugaan potensi migas di wilayah tersebut menjadi salah satu perdebatan. Pengalihan pulau ini merupakan dampak ketika pengelolaan pemerintahan daerah menggunakan sistem otonomi daerah (Otda). Sistem Otda ini jelas muncul ketika sistem kapitalis sekuler diterapkan dalam kehidupan, termasuk dalam pengurusan sebuah negara. Selain itu, sistem Otda ini juga merupakan pemikiran negara-negara barat pasca revolusi industri dan modernisasi pemerintahan.

Otonomi Daerah

Otonomi daerah yang saat ini diberlakukan membuat masing-masing daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur urusan pemerintahan setempat, termasuk mengatur pendapatan daerah masing-masing. Dengan kewenangan demikian, maka ajar bila sebuah wilayah akan diperebutkan karena potensi kekayaan alam yang dimilikinya. Apalagi bila wilayah tersebut memiliki kandungan migas yang luar biasa, sudah dapat dipastikan akan menjadi sumber pendapatan yang luar biasa pula seperti yang terjadi di empat pulau di Aceh tersebut. Selain itu wewenang pengurusan dengan Otda tentu akan menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin lebar.

Otda juga dapat memicu adanya kecemburuan sosial suatu daerah yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) tinggi. Perbedaan Tingkat kesejahteraan juga dapat memicu adanya disintegrasi. Demikianlah bila kapitalisme sekulerisme menjadi landasan dalam mengurus urusan rakyat. Orientasi kapitalisme yang hanya mencari keuntungan dan manfaat sangat memungkinkan pengaturan wewenang seperti demikian. Pendapatan yang besar akan menjadi rujukan sebuah keputusan, tak peduli rakyat menderita ataupun tersakiti. Sungguh negeri nirwana kini hanyalah sebuah impian belaka saat kapitalisme diterapkan.

Hal ini akan berbeda bila pelaksanaannya menggunakan sistem sentralisasi. Dalam sisten sentralisasi, wewenang pengurusan akan diurus seluruhnya oleh pusat. Pemerintahan daerah akan melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan instruksi pusat. Dengan demikian segala bentuk kesenjangan akan terminimalisir. Pemerataan kesejahteraan pun akan diraih karena pemerintah pusat akan menangani tiap daerah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Islam Sebagai Ideologi

Kepengurusan terpusat seperti ini hanya mungkin dilaksanakan oleh sistem Islam. Islam sebagai sebuah ideologi akan mewujudkan rahmatan lil alamiin bagi setiap individu. Hal ini karena Islam mengatur segala urusan termasuk di dalamnya pengurusan sebuah negara. Segala pengaturan yang terdapat dalam negara Islam adalah langsung dibuat oleh Allah sebagai Pencipta manusia, maka sudah barang tentu aturan yang digunakan sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian segala pengaturan urusan rakyat terpusat pada kepala negara atau Khalifah. Khalifah akan bertindak sesuai hukum syarak dimana keputusan akan didasarkan pada halal haram, bukan pada kepentingan pribadi atau golongan. Karenanya kesejahteraan akan sangat mungkin terwujud karena landasan yang diterapkan adalah aturan Sang Pencipta.

Selain itu Islam memandang bahwa umat berserikat pada tiga hal, yaitu air, api dan padang rumput. Dengan demikian maka pengelolaan pulau yang masuk kategori padang rumput serta migas yang masuk dalam kategori api, akan dikelola secara terpusat oleh negara untuk digunakan bagi kesejahteraan rakyat.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ululamri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An-Nisa: 59)

Berdasarkan ayat tersebut, sudah sepatutnya bahwa setiap urusan perdebatan semacam ini dikembalikan pada Allah dan Rasul, dalam arti pengambilan keputusannya haruslah didasarkan pada hukum syarak yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Al-hadis.

Maka, bila Islam diterapkan dalam kehidupan termasuk dalam pengelolaan segala urusan rakyat, negeri nirwana akan kembali menjadi surga dunia, tak lagi merana. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Arda Sya'roni
Arda Sya'roni Kontributor NarasiLiterasi.id
Previous
Kekerasaan pada Anak Terus Terjadi, Kapan Berakhir?
Next
Guru Tertindas di Negeri Kapitalistik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram