Sikap Tegas pada Negara Pengusung Islamofobia

Sikap tegas pada negara pengusung Islamophobia

Sikap tegas harus ditunjukkan pada negara pengusung Islamofobia dengan kritik keras dan sikap waspada, sebagai bentuk pembelaan terhadap martabat Islam.

Oleh. Neni Maryani
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Kunjungan kenegaraan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, ke Indonesia pada tanggal 27 hingga 29 Mei 2025 mendapat sorotan besar dari masyarakat. Selama tiga hari, Macron disambut secara resmi oleh pemerintah Indonesia, mengunjungi Akademi Militer (Akmil) Magelang, Candi Borobudur, serta menandatangani sejumlah kerja sama strategis di bidang pertahanan, pertanian, energi, dan pendidikan.

Kunjungan ini juga menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Prancis.
Pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana menyatakan, kunjungan Macron, khususnya ke Akmil dan Candi Borobudur, menunjukkan dua pilar utama hubungan bilateral. Yaitu, kerja sama pertahanan dan diplomasi kebudayaan. Kehadiran Macron di Akmil menunjukkan ketertarikan Prancis terhadap pengembangan sumber daya manusia militer Indonesia. Di samping itu adanya peluang kerja sama industri pertahanan, sebagaimana dikutip dari Breaking News Metro TV, Kamis, 29 Mei 2025.

Di balik sambutan megah dan senyum diplomatik, publik muslim perlu menyoroti kenyataan penting yang kerap disembunyikan dalam bingkai diplomasi ekonomi dan pertahanan. Prancis adalah negara dengan rekam jejak panjang dalam menerapkan kebijakan Islamofobia.

Anehnya, justru negara ini dijamu dengan hangat sebagai mitra strategis oleh pemerintah Indonesia. Sebuah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Bahkan, kerja sama di bidang militer dan kebudayaan terus diperkuat. Tidak ada sikap kritis, apalagi tekanan diplomatik, terhadap kebijakan diskriminatif yang selama ini diterapkan Prancis terhadap umat Islam.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan penting bagi umat: Layakkah seorang pemimpin dari negara yang memiliki rekam jejak panjang dalam memusuhi Islam justru dihormati di tanah air yang mayoritas penduduknya adalah Muslim?

Prancis dan Warisan Islamofobia

Prancis tidak hanya dikenal sebagai negara sekuler, tetapi juga sering menjadi sorotan karena kebijakan-kebijakannya yang dianggap membatasi kebebasan umat Islam. Beberapa di antaranya:
• Pelarangan simbol keagamaan seperti jilbab di sekolah dan ruang publik.
• Publikasi kartun yang menghina Nabi Muhammad saw. oleh majalah Charlie Hebdo, yang dibenarkan atas nama kebebasan berekspresi.
• Pernyataan Macron yang kerap mengaitkan Islam dengan radikalisme dan ekstremisme.

Sikap kontradiktif ini (bermuka ramah dalam diplomasi, tetapi represif terhadap muslim di dalam negeri) perlu menjadi perhatian. Dalam sistem sekuler berbasis kapitalisme, hubungan antar negara lebih ditentukan oleh kepentingan pragmatis, bukan berdasarkan prinsip atau nilai moral. Selama ada keuntungan ekonomi, bahkan kehormatan agama pun bisa dipertaruhkan.

Baca juga: Hipokrisi Dunia Barat atas Dunia Islam

Islam Menuntun Sikap Tegas terhadap Musuh Agama

Islam tidak membenarkan hubungan luar negeri yang didasarkan semata-mata pada keuntungan materi. Panduan Islam sangat jelas. Relasi dengan negara lain seharusnya ditentukan berdasarkan sikap negara tersebut terhadap Islam dan kaum Muslimin, bukan sekadar keuntungan strategis.

Dalam fikih siyasah (politik Islam) kitab As-Siyasah as-Syar'iyyah karya Ibnu Taimiyah, negara diklasifikasikan menjadi berikut.
• Darul Islam: negara yang menerapkan syariat secara menyeluruh.
• Darul Kufur: negara yang tidak menerapkan hukum Islam, bahkan bisa bersikap memusuhi.

Lebih jauh, negara nonmuslim dibagi menjadi beberapa kategori:
• Kafir harbi fi’lan: memerangi Islam secara langsung—seperti Prancis.
• Kafir mu’ahad: orang nonmuslim yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam.
• Kafir musta’man: orang nonmuslim yang tinggal sementara di wilayah Islam dengan jaminan keamanan. Sumber kitab Al-Mughni (Ibnu Qudamah) – Hanbali.

Dengan demikian, menyambut hangat pemimpin dari negara seperti Prancis seharusnya bukan dengan karpet merah dan diplomasi mesra. Namun, dengan kritik keras dan sikap waspada, sebagai bentuk pembelaan terhadap martabat Islam.

Dahulu, para khalifah tidak tinggal diam dan menunjukkan sikap tegas saat umat Islam diperlakukan tidak adil. Sebagai contoh, Khalifah Al-Mu’tashim mengerahkan pasukannya hanya karena seorang wanita Muslimah mengalami pelecehan. Di masa Khilafah Utsmaniyah, negara-negara Barat pun segan untuk secara terbuka menghina Islam.

Solusi Hakiki: Kembali kepada Kepemimpinan Islam

Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan negara yang benar-benar berdiri untuk melindungi Islam dan kaum muslim. Khilafah adalah sebuah negara yang dipimpin seorang khalifah untuk mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan syariat. Khalifah juga memiliki peran strategis sebagai pelindung umat.
Negara Khilafah akan melindungi keamanan dan martabat umat Islam di seluruh dunia, menunjukkan sikap tegas terhadap segala bentuk pelecehan terhadap agama, serta menjalin hubungan internasional berdasarkan hukum Islam, bukan semata-mata demi keuntungan ekonomi.

Tanpa kepemimpinan Islam, umat hanya akan menjadi sasaran penghinaan. Sementara para penghina tetap diberi sambutan hangat atas nama investasi dan diplomasi. Memberi penghormatan kepada pemimpin negara yang terbukti melakukan tindakan Islamofobia berarti mengabaikan kehormatan Islam itu sendiri. Umat harus menyadari bahwa selama sistem sekuler kapitalisme menjadi dasar politik, harga diri agama akan terus dikorbankan.

Kini saatnya umat Islam bangkit. Membangun kesadaran politik berbasis ajaran Islam. Menghidupkan kembali sistem kepemimpinan yang dijanjikan Rasulullah: Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah—yang akan menjaga Islam dengan sepenuh kekuatan dan tidak tinggal diam saat agama ini dihina.
Dan Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 141)
Wallahu a’lam bish-shawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Neni Maryani Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Dari Ibadah Haji Menuju Persatuan Hakiki
Next
Scan Retina, Lemahnya Keamanan Data Rakyat
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Nisa
Nisa
1 day ago

Prancis dedengkot Islamofobia

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram