Bakti Sepenuh Hati, Gaji Setengah Hati

Bakti sepenuh hati gaji setengah hati

Dalam Islam profesi guru begitu dihargai dan dijunjung tinggi. Hal ini karena profesi guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa.

Oleh Arda Sya'roni
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-"Guruku tersayang. Guru tercinta.Tanpamu apa jadinya aku. Tak bisa baca tulis. Mengerti banyak hal. Guruku terimakasihku."

Lagu 'Guruku Tersayang' yang diciptakan sekaligus dibawakan oleh Melly Goeslaw ini kerap mengisi berbagai unggahan seputar pendidikan di media sosial. Lagu ini juga sering menjadi soundtrack saat pembuatan video perpisahan maupun kelulusan sekolah. Lirik lagu ini mewakilkan segenap rasa akan hadirnya sosok guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Peran guru begitu berarti dalam langkah kesuksesan seseorang. Seperti halnya yang terdapat pada lirik lagu tersebut, tanpa guru apa jadinya kita. Namun sayang, jasa guru yang demikian besar dan berarti kurang dihargai dalam sistem demokrasi ini. Bahkan tak sedikit guru yang hidup merana. Bakti guru yang sepenuh hati dibalas dengan tunjangan yang seakan setengah hati.

Dikutip dari Bantenraya.com, 29-06-2025, para guru di Banten yang mendapatkan tugas tambahan (Tuta), tidak mendapatkan honor tuta selama 6 bulan sejak Januari 2025, bahkan para guru ini menyatakan siap menggelar aksi untuk menuntut hak mereka tersebut. Sejumlah informasi bahkan mengatakan bahwa anggaran tuta memang tidak dianggarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. Menurut Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Banten, Harjono, menyatakan bahwa sebagian guru sudah tidak sabar untuk demo menuntut honor tuta yang hingga kini belum dibayarkan.

Sudut Pandang Kapitalistik

Hal demikian niscaya timbul dalam sistem kapitalis sekuler saat ini. Pemberian tunjangan tambahan tentu akan mengakibatkan pembengkakan biaya dan hal ini jelas bertentangan dengan landasan sistem kapitalis yang bertujuan hanya untuk materi dan keuntungan semata. Beginilah nasib guru dalam sistem kapitalis.

Kapitalisme jelas tidak memandang pada setiap tetes keringat dan jerih payah yang telah dikeluarkan seseorang. Tak peduli seberapa besar bakti diberikan, selama bakti itu akan menambah beban pengeluaran dana, maka bakti itu takkan dihargai. Oleh karena itu tak dibayarnya tuta adalah wajar karena prinsip ekonomi yang dipegang dalam kapitalisme adalah dengan modal sekecil mungkin untuk mencapai hasil yang sebesar mungkin.

Kebijakan efisiensi anggaran makin memungkinkan pencoretan anggaran tuta karena dianggap menambah beban anggaran. Bisa dibayangkan bagaimana nasib guru hari ini, sudah beban kerja ditambah, gaji diberikan setengah hati, tetapi dituntut untuk berbakti sepenuh hati.

Baca juga: Kesejahteraan Guru yang Terabaikan

Ilusi Kesejahteraan Guru

Kesejahteraan guru pada hari ini bagai mimpi di siang bolong. Angan-angan itu masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat yang belum terealisasi. Kesejahteraan itu seharusnya menjadi perhatian serius dan menjadi prioritas utama, sebab guru adalah tulang punggung pendidikan sekaligus tonggak peradaban bangsa. Dari gurulah generasi unggul berkualitas dilahirkan. Namun, bagaimana guru bisa fokus memberikan pendidikan berkualitas dan memberi teladan terbaik, bila guru harus disibukkan dengan kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin hari semakin merangkak naik.

Dalam sistem kapitalis, guru tak jauh beda dengan profesi lainnya. Guru hanyalah pekerja layaknya pekerja kantoran biasa. Peran guru tidak dianggap krusial, padahal peran guru sangat menentukan masa depan generasi suatu bangsa. Negara sebagai harapan guru, seakan tak berpihak. Negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, bahkan seakan menyerahkan beban tanggung jawab ini pada pihak swasta. Belum lagi sistem keuangan negara yang hanya mengandalkan pada pajak dan hutang, tentu akan menganggap pemberian gaji besar sebagai beban negara.

Sistem Pendidikan Islam

Sistem pendidikan dalam kapitalisme dengan sistem pendidikan dalam negara Islam sangat berbeda. Dalam Islam profesi guru begitu dihargai dan dijunjung tinggi. Hal ini karena profesi guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa. Oleh sebab itu khalifah atau pemimpin dalam negara Islam akan sangat memperhatikan kesejahteraan guru.

Kesejahteraan guru akan sangat berpengaruh pada fokus guru dalam mengajar. Kesejahteraan guru yang terabaikan akan menyebarkan guru sibuk mencari penghasilan tambahan di luar kelas. Padahal guru harus fokus dalam memberikan pengajaran kepada anak didiknya. Karena itu gaji guru sangat tinggi dalam negara Islam agar fokus guru tidak terpecah oleh kerja sampingan yang akan mengganggu proses pengajaran oleh guru.

Memuliakan guru sebagai pendidik disebutkan dalam beberapa hadis dan surat-surat dalam Al-Qur'an, di antaranya dalam Surat An-Nahl ayat 43, Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."

Dalam salah satu hadis disebutkan, "Barang siapa menginginkan kebaikan di dunia ini, hendaklah ia mencapainya dengan ilmu. Barang siapa menginginkan kebaikan di akhirat, maka ia harus mencapainya dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya, hendaklah mencari ilmu" (HR. Thabrani).

Gaji Tinggi untuk Guru

Negara Islam mampu memberikan gaji tinggi kepada guru karena negara Islam memiliki sumber pemasukan lebih dari satu sumber. Hal ini karena sistem ekonomi Islam menentukan beragam sumber pemasukan termasuk dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara.

Selain itu landasan yang digunakan dalam pelaksanaan pemerintahan adalah syariat Islam yang diatur oleh Allah, Sang Pencipta Kehidupan. Dengan demikian pelaksanaan sistem pendidikan pun akan berdasar pada halal haram, bukan keuntungan semata. Alhasil, generasi yang dihasilkan pun akan berkualitas karena pola pemikiran mereka hanya mencari rida Allah dan hanya untuk kemuliaan Islam.

Generasi Gemilang

Kegemilangan generasi telah terbukti saat Islam berjaya ketika Daulah Islam berdiri selama 13 abad lamanya. Pada masa itu banyak dilahirkan ilmuwan dan tokoh muslim yang menjadi rujukan ilmu pengetahuan pada saat ini. Tak hanya itu, generasi saat itu pun juga bermental tangguh, cerdas dan berakhlak mulia.

Maka, tak inginkah kita mengulang masa itu? Bakti sepenuh hati hanya akan diraih bila gaji yang diberikan juga sepenuh hati, bukan setengah hati layaknya saat ini. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Arda Sya'roni
Arda Sya'roni Kontributor NarasiLiterasi.id
Previous
Perundungan Anak dan Kegagalan Sistem Sekuler
Next
Kesejahteraan Guru yang Terabaikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram