
LGBT makin masif disuarakan di mana-mana. Kampanye ini berdalih kebebasan berekspresi dan HAM.
Rizki Ika Sahana
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Fenomena penyimpangan seksual lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kini makin bernyali. Mereka tak canggung menunjukkan eksistensi secara terbuka dan blak-blakan.
Kabar pesta gay berkedok family gathering di salah satu vila di kawasan Megamendung Puncak Bogor yang membuat publik gempar baru-baru ini, adalah bukti nyata tak terbantahkan. Dalam penggerebekan oleh aparat kepolisian, lebih dari 70 pria berorientasi menyimpang dalam acara tersebut diamankan (cnnindonesia.com, 24-6-2025)
Kasus lainnya yang juga membuat geger tak lama setelah pesta gay di Puncak, adalah pernikahan sesama jenis yang digelar secara terang-terangan hingga mendapatkan restu dari keluarga kedua pihak. Kabar pernikahan tersebut pun tak ayal mengguncang jagat maya (wartakota.tribunnews.com, 8-7-2025)
Sungguh, ini semua menjadi pertanda bahwa kaum LGBT tak lagi merasa risih menyembunyikan identitas maupun aktivitas mereka dari khalayak. Mereka bahkan merasa perlu menunjukkan jati diri yang sebenarnya dengan alasan HAM dan kebebasan berekspresi.
Buah Liberalisasi
Perilaku menyimpang ini bukan hanya mencederai norma dan budaya ketimuran, tetapi juga melawan aturan agama (Islam). Ini semua tak lain dan tak bukan adalah buah dari atmosfer liberalisme yang terus disuburkan hingga kian menjalar ke berbagai sendi kehidupan.
Dengan dalih kebebasan berekspresi dan HAM, kampanye normalisasi LGBT makin masif disuarakan di mana-mana. Bukan hanya di ruang privat dalam berbagai forum diskusi tertutup tetapi, juga di ruang-ruang publik seperti media sosial, dunia hiburan. Hingga berbagai konten yang mengandung narasi toleransi bahkan mendukung perilaku LGBT yang seringkali dikemas secara halus lagi menarik.
Sayangnya, semua ini terjadi nyaris tanpa sanksi tegas, apalagi sanksi yang mampu memberi efek jera. Kelemahan penegakan hukum terhadap kasus-kasus penyimpangan seksual seperti ini akhirnya membuatnya makin menjadi. Sanksi yang diberikan, jika pun ada, hanya bersifat administratif, temporer, atau sebatas hukuman sosial yang bisa dengan mudah dipulihkan. Akibatnya, fenomena LGBT sulit dibasmi, justru menguat karena mendapat tempat di tengah kondisi masyarakat yang liberal.
Pandangan Islam
Dalam Islam, perilaku LGBT jelas haram. Allah Swt. mengabadikan kisah kaum Nabi Luth yang dihancurkan karena melakukan penyimpangan seksual sesama jenis di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Surah Al-A'raf ayat 80-81: "Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: 'Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita. Sungguh, kamu adalah kaum yang melampaui batas." Dalam ayat lain, Allah menyebutkan bahwa kaum Luth dihujani batu dari langit hingga binasa, sebagai bentuk azab Allah atas kejahatan moral mereka.
Islam bahkan tidak hanya mengharamkan perbuatan laknat ini, tapi juga menjatuhkan sanksi tegas bagi pelakunya.
Sanksi Tegas dalam Islam
Hukuman bagi pelaku homoseks adalah hukuman mati. Meski para sahabat Nabi saw. berbeda pendapat mengenai teknis hukuman untuk gay, tetapi semuanya sepakat gay wajib dihukum mati (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat).
Menurut Ali bin Thalib ra., kaum gay harus dibakar. Sementara Ibnu Abbas ra. berpendapat harus dicari bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu dijatuhkan dengan kepala di bawah, dan dilempari batu setelah sampai di tanah. Sedangkan menurut Umar bin Khaththab ra. dan Utsman bin Affan ra., gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya hingga mati.
Sementara itu, hukuman untuk lesbianisme adalah ta'zir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan secara khusus oleh nash. Jenis dan kadarnya diserahkan kepada qadhi. Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi, dan sebagainya (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat).
Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis, baik dalam berbicara, berpakaian maupun dalam bersikap, termasuk dalam aktivitas seksual. Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadis bahwa Nabi saw. mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki (HR. Ahmad).
Jika seseorang menyerupai lawan jenis, hukumannya diusir dari pemukiman. Nabi saw. berkata, “Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Nabi saw. pernah mengusir Fulan dan Umar as. juga pernah mengusir Fulan. (HR Bukhari)
Lebih jauh, jika transgender melakukan hubungan seksual, maka hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika hubungan seksual terjadi di antara sesama laki-laki, maka dijatuhkan hukuman homoseksual. Jika terjadi di antara sesama wanita, dijatuhkan hukuman lesbianisme. Sedangkan jika hubungan seksual dilakukan dengan lain jenis yang tidak terikat akad pernikahan, maka dijatuhkan hukuman zina.
Dalam Islam, perilaku LGBT tergolong dosa besar dan punya daya rusak yang hebat sehingga negara harus bertanggung jawab untuk menghentikannya serta menindak para pelakunya dengan ketentuan syariat. Tujuannya bukan semata-mata menghukum individu pelaku, tetapi lebih dari itu, yakni menjaga masyarakat dari kerusakan moral serta menjaga fitrah manusia sebagai makhluk mulia.
Solusi Penyimpangan Seksual
Lalu bagaimana solusi Islam dalam memberantas LGBT?
Pertama, negara tidak boleh netral terhadap penyimpangan, apalagi tunduk kepada tekanan asing atau lembaga internasional yang mendukung liberalisasi seksual. Negara harus menutup semua pintu legalisasi terhadap segala bentuk perilaku menyimpang, baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan publik. Negara semacam ini tak lain dan tak bukan adalah negara yang mengadopsi ideologi Islam dan menerapkan Islam secara kaffah.
Kedua, pendidikan harus dikembalikan kepada tujuannya yang utama, yakni membentuk manusia bertakwa, manusia bersyakhsiyah Islam, bukan sekadar pintar namun bebas dalam pemikiran dan sikap. Kurikulum pendidikan harus menjadikan akidah sebagai asas mendasar dalam membentuk karakter generasi muda. Perilaku LGBT harus dikenalkan sebagai perilaku yang menyimpang, bukan sesuatu yang "berbeda" apalagi "setara" dan mendapat dukungan.
Ketiga, media massa dan media sosial perlu diawasi secara ketat. Konten yang mempromosikan LGBT, baik secara terang-terangan maupun terselubung, harus ditindak dan dilarang dengan tegas. Yang melanggar harus diberi sanksi. Dan sebagai alternatif, negara wajib menyediakan konten yang sehat, edukatif, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
LGBT Tuntas dengan Islam
Hanya dengan Islam, posisi manusia sebagai makhluk mulia, terjaga sempurna. Islam meninggikan manusia dengan aturan yang menyeluruh, yang menjaga kehormatan diri, keluarga, dan masyarakat secara bersamaan. Islam menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi yang bermartabat, saling melengkapi dalam bingkai pernikahan yang sah. Dengan Islam pula, manusia tidak akan jatuh ke dalam kehinaan sebagaimana kaum Nabi Luth.
Karenanya, solusi satu-satunya yang mampu menuntaskan perilaku menyimpang LGBT hingga ke akarnya adalah Islam. Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan generasi dan masa depan umat, selain mengadopsi Islam sebagai way of life. Wallahu a'lam.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
