Megathrust Mengancam, Akankah Indonesia Aman?

megathrust mengancam

Megathrust merupakan gempa dahsyat yang bisa terjadi kapan saja. Ancaman serius tersebut seharusnya menghadapi mitigasi yang benar-benar matang dan pasti.

Oleh. Sartinah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Gempa bumi kembali mengguncang Jepang. Negara kepulauan yang berada di Cincin Api Pasifik tersebut sedang menghadapi ancaman serius dari gempa megathrust yang lebih besar. Hal ini setelah terjadi guncangan gempa magnitudo 7,1 yang terjadi pada Kamis (8-8-2024). Gempa tersebut bersumber dari megathrust Nankai di timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki di Jepang bagian selatan.

Gempa megathrust bukanlah istilah fenomena alam biasa, namun sebuah potensi bencana yang dapat memicu tsunami dahsyat dan mampu mengubah lanskap dunia dalam sekejap. Namun, setelah sepekan diberlakukan peringatan terjadinya gempa bumi megathrust yang lebih besar, pemerintah Jepang akhirnya mencabut peringatan tersebut pada Kamis (12-8-2024). Menteri Penanggulangan Bencana Yoshifumi Matsumura mengatakan bahwa pemerintah mencabut peringatan tersebut dengan asumsi tidak ada lagi aktivitas seismik besar. Meski demikian, potensi gempa besar belum dapat ditiadakan. (cnbcindonesia.com, 15-8-2024)

Tak hanya mengancam Jepang, gempa berkekuatan dahsyat tersebut juga diprediksi akan merembet ke Indonesia. Senada dengan ilmuwan Jepang, kekhawatiran akan terjadinya gempa megathrust juga dirasakan ilmuwan Indonesia. Gempa tersebut berpotensi terjadi di zona seismic gap megathrust Selat Sunda dan megathrust Mentawai-Siberut. Zona seismic gap sendiri merupakan zona sumber gempa potensial, tetapi selama puluhan hingga ratusan tahun belum pernah terjadi gempa dengan kekuatan besar.

Terkait hal ini, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan agar masyarakat tetap tenang. Meski Indonesia beberapa kali diguncang gempa setelah guncangan M7,1 di Jepang, gempa tersebut tidak terkait langsung dengan apa yang terjadi di Jepang. Menurutnya, hal ini karena Indonesia memang memiliki banyak gempa.

Mengenal Gempa Megathrust dan Dampaknya

Perbincangan tentang gempa di Jepang yang berpotensi merembet ke Indonesia, mungkin membuat publik bertanya-tanya, apa sebenarnya gempa megathrust itu? Mengutip Kids Fun Science, dijelaskan bahwa istilah gempa bumi megathrust umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk merujuk gempa bumi hebat di zona subduksi (tempat pembanturan zona bumi) karena lempeng di atasnya bergeser di atas lempeng yang subduksi.

Zona subduksi sendiri terletak di sekitar Samudra Pasifik yang areanya berbentuk tapal kuda. Sumber gempa jenis ini biasanya berada di bawah laut sehingga sulit untuk mengamati secara detail berdasarkan pengukuran seismik, geologi, dan geodetis. Gempa jenis ini disebut memiliki kekuatan sangat dahsyat.

Menurut ahli geologi gempa bumi di Institut Geologi dan Pertambangan Raul Perez-Lopez, satu gempa bumi ini setara dengan energi yang dikeluarkan oleh 32.000 bom nuklir Hiroshima. Tambahan dari pelepasan energi dahsyat tersebut dapat menimbulkan bencana bagi wilayah sekitarnya dan memiliki potensi kerusakan yang sangat besar, seperti terjadinya tsunami dahsyat. (detik.com, 14-8-2024)

Berdasarkan catatan sejarah, gempa megathrust di Nankai telah membangkitkan beberapa kali gempa dahsyat yang hampir semuanya memicu tsunami. Kepala Pusat BMKG Daryono bahkan menyebut, zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 lebih di setiap satu atau dua abad. Lantas, jika gempa tersebut benar-benar mengguncang Indonesia, apa upaya pemerintah untuk menghadapinya?

Upaya Pemerintah Menghadapi Ancaman Megathrust

Terkait ancaman gempa megathrust di Indonesia, BMKG memang menyatakan bahwa terjadinya gempa tersebut hanyalah masalah waktu. Para ahli geologi dan seismologi bahkan sudah memperingatkan selama beberapa tahun terakhir tentang meningkatnya risiko gempa megathrust di Indonesia. Pernyataan BMKG tersebut sejatinya bukan untuk menakut-nakuti atau membuat kepanikan, tetapi agar pemerintah membuat kesiapsiagaan sedini mungkin.

Kesiapsiagaan tersebut merupakan mitigasi bencana yang seharusnya dilakukan semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat umum. Hanya saja, semua pihak wajib menyadari bahwa mitigasi bukanlah sekadar bertahan hidup saat terjadinya bencana, tetapi bagaimana membangun ketahanan jangka panjang yang kuat sehingga bisa mengurangi dampak bencana alam.

Terkait kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi terjadinya gempa megathrust, BMKG menyatakan sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi. Langkah-langkah antisipasi tersebut, di antaranya menyiapkan sistem pemantauan, pengolahan, dan penyebaran informasi gempa bumi serta peringatan tsunami dini. Pemerintah mengeklaim sistem tersebut sudah semakin kuat dan akurat. (liputan6.com, 15-8-2024)

Selain itu, BMKG juga memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, evakuasi, dll. yang berbasis permodelan tsunami kepada pemerintah daerah dan pihak lain yang terkait di dalamnya, termasuk masyarakat. Sistem edukasi tersebut dikemas dalam bentuk Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG), Pembentukan Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready), dan BMKG Goes to School (BGTS).

Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu meminimalisasi kerusakan akibat bencana gempa. Sayangnya, melihat minimnya kesiapsiagaan pemerintah selama ini dalam menangani gempa, mungkinkah ancaman bencana kali ini mampu ditangani dengan baik?

Mitigasi Seadanya

Meski pemerintah mengeklaim telah melakukan berbagai langkah dalam menghadapi bencana, implementasi mitigasi tersebut masih belum maksimal. Hal ini dapat disaksikan dari mitigasi yang dilakukan pemerintah selama ini, baik sebelum, saat terjadi bencana, dan setelahnya. Saat sebelum terjadi bencana, seperti pembuatan peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, edukasi terhadap masyarakat, dan lainnya masih dianggap kurang optimal.

Sebut saja soal edukasi terhadap masyarakat. Hingga saat ini masih saja ada warga yang tinggal di wilayah rawan bencana bahkan ada yang kukuh tidak mau direlokasi. Hal ini bukan karena tidak adanya edukasi terhadap masyarakat, tetapi lebih karena alasan ekonomi, misalnya warga khawatir akan kehilangan pekerjaan. Artinya, edukasi saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan menyediakan lapangan pekerjaan di tempat yang baru.

Baca: spanyol alami kekeringan, bagaimana solusi Islam?

Demikian juga dengan mitigasi saat terjadi bencana yang dianggap oleh banyak pihak masih belum optimal. Pada titik ini, pemerintah seharusnya fokus pada upaya pertolongan korban dan antisipasi kerusakan akibat bencana. Namun, lagi-lagi evakuasi korban saat terjadi bencana masih kurang tanggap. Dalam banyak kasus bencana alam di negeri ini, masih saja ditemukan korban meninggal atau hilang karena terlambat diselamatkan. Problemnya bisa karena terhambatnya akses komunikasi ataupun akses jalan yang buruk. Fakta ini jelas menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.

Belajar dari Jepang

Tak dimungkiri, Indonesia memang negara yang memiliki banyak bencana. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya pergerakan lempeng tektonik, termasuk di jalur ring of fire (cincin api) Pasifik, dan banyaknya aktivitas gunung berapi di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada kekhawatiran jika bencana alam sering menyapa negeri ini, salah satunya adalah gempa bumi.

Realitas tersebut seharusnya membuat pemerintah melakukan langkah-langkah antisipasi maksimal, bukan sekadarnya. Salah satunya dengan belajar dari Jepang dalam memitigasi bencana gempa. Jepang juga menjadi salah satu negara yang rawan gempa. Oleh karena itu, Jepang benar-benar mempelajari bagaimana karakteristik gempa sekaligus solusi penanggulangannya. Mengapa harus sedetail itu? Hal ini tentu saja untuk mendapatkan solusi yang tepat. Pasalnya, tanpa mengetahui karakteristik gempa yang akan terjadi, mustahil mitigasi yang ditetapkan akan berjalan dengan baik.

Bertindak Siaga

Jepang benar-benar mengantisipasi ancaman gempa dengan jelas dan tepat. Hal ini karena negara itu belajar dari gempa great Kanto earthquake 1923 (gempa bumi besar Kanto tahun 1923) yang mengguncang daerah metropolitan Tokyo-Yokohama. Gempa tersebut menewaskan lebih dari 140.000 orang, meruntuhkan lebih dari separuh bangunan bata, dan meluluhlantakkan sepersepuluh bangunan beton bertulang di wilayah itu.

Dari gempa tersebut, Jepang mempelajari karakteristik gempa yang akan terjadi dan mengambil langkah jelas dan tepat sebagai mitigasinya. Negara itu memulai mitigasinya dengan menetapkan penguatan standar bangunan, jalur evakuasi, jalur air untuk mengantisipasi kebakaran pascagempa, hingga waktu pemulihan infrastruktur dasar yang semuanya sudah dihitung dengan pasti.

Inilah yang seharusnya dipelajari dan dicontoh pemerintah Indonesia. Sayangnya, pemerintah seperti tidak mampu mengambil pelajaran dari banyaknya gempa yang terjadi di negeri ini. Alih-alih bertindak siaga, pemerintah justru sering kali gagap dalam menghadapi kedatangan bencana. Salah satu alasan yang menyebabkan buruknya mitigasi adalah ketiadaan anggaran.

Ketiadaan anggaran akhirnya berdampak pada minimnya langkah pencegahan, minimalisasi risiko bencana, dan kesiapsiagaan masyarakat. Mirisnya, kondisi ini justru bertolak belakang dengan anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur yang justru sangat besar. Jika mengetahui gempa megathrust memiliki daya rusak yang dahsyat, sudah seharusnya pemerintah lebih memprioritaskannya. Demikianlah, buruknya mitigasi bencana sejatinya lahir dari abainya negara terhadap berbagai urusan rakyat.

Bencana Megathrust dan Mitigasi dalam Islam

Bencana alam memang menjadi ketetapan Allah Swt. yang tidak bisa dihindari. Namun, manusia diwajibkan berikhtiar untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan akibat bencana tersebut, sebagaimana yang sudah dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabat. Dalam skala negara, penguasa adalah pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab melindungi rakyatnya dari bencana. Inilah yang dilakukan negara dalam Islam.

Dalam menangani bencana, Khilafah telah menetapkan kebijakan paripurna yang tegak di atas akidah Islam. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat. Kebijakan komprehensif yang ditetapkan oleh negara, mulai dari penanganan sebelum, saat terjadi bencana, dan sesudahnya. Penanganan sebelum bencana misalnya, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghindarkan masyarakat dari berbagai bencana atau biasa disebut mitigasi.

Strategi Khilafah dalam Memimalisasi Bencana

Kebijakan mitigasi bencana pernah diterapkan pada era kekuasaan Islam di masa lalu. Mengutip pendapat pakar geospasial Prof.Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar, disebutkan bahwa saat masa kekhilafahan di Turki dahulu, Khilafah menerapkan salah satu kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya gempa bumi, yaitu membangun gedung-gedung tahan gempa.

Salah satu contohnya adalah pembangunan masjid yang diinisiasi oleh Sultan Ahmet. Sultan membayar seorang arsitek bernama Sinan untuk membangun masjid beliau yang letaknya berseberangan dengan Aya Sofia/Hagia Sophia. Hebatnya, masjid tersebut dibangun dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh dan dilengkapi dengan pola-pola lengkung berjenjang. Pola-pola tersebut dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata sehingga bangunan bisa tahan terhadap guncangan gempa.

Tak hanya soal bahan pembuatan masjid yang sangat kuat, tanah-tanah yang dipilih sebagai lahan pembuatan masjid pun terbilang stabil, berdasarkan penelitian saat itu. Hasilnya, saat terjadi gempa besar di kemudian hari dengan kekuatan di atas delapan skala Richter, terbukti tidak menimbulkan dampak serius pada masjid tersebut, sekalipun gedung-gedung modern di Istanbul banyak yang roboh.

Kebijakan pembuatan bangunan tahan gempa merupakan bentuk perhatian penguasa (khalifah) terhadap rakyat. Khalifah benar-benar berupaya melindungi rakyatnya dari segala bencana. Negara juga tak segan membayar para insinyur untuk membuat alat peringatan dini bencana, merancang bangunan tahan gempa, membangun bunker sebagai tempat cadangan logistik, dan menyiapkan rakyat agar selalu siap siaga saat terjadi bencana.

Inilah upaya para penguasa dalam menjaga rakyatnya dari bencana. Perhatian besar penguasa terhadap nyawa rakyat sejatinya sejalan dengan fungsi penguasa dalam Islam, yakni sebagai raa'in dan junnah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang tertuang dalam hadis riwayat Bukhari, "Imam adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."

Khatimah

Megathrust merupakan gempa dahsyat yang bisa terjadi kapan saja. Ancaman serius tersebut seharusnya menghadapi mitigasi yang benar-benar matang dan pasti. Di sisi lain, mitigasi bencana juga membutuhkan tata kelola yang jelas dan tepat sasaran serta bersih dari berbagai motif kepentingan. Satu-satunya motif dalam Islam saat melakukan mitigasi bencana adalah kepentingan rakyat. Di bawah naungan Islam dan pemimpin yang amanah, rakyat benar-benar terlindungi dari berbagai bencana.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Sartinah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Peringatan Darurat, Masihkah Berharap pada Demokrasi?
Next
Kekeringan di Spanyol: Penyebab dan Cara Mengatasinya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Sambas
1 month ago

Di bawah naungan Islam, masyarakat akan aman terlindungi.

Barakallah, Mbak Sartinah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram