Di balik permasalahan ekonomi turun kelas, ternyata menyimpan banyak persoalan bangsa yang pelik. Menguak keadaan rakyat yang jauh dari kata sejahtera.
Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id—Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang awalnya 57,33 juta di 2019 turun menjadi 47,85 juta di 2024. (abc.net.au, 03-09-2024). Turunnya jumlah ini bukan karena mereka naik kelas ke level atas. Namun karena mereka turun ke kelas menengah rentan, bahkan menuju miskin.
Turunnya ekonomi kelas menengah ini tentu saja menjadi persoalan. Namun, siapakah yang disebut kelas ekonomi menengah ini? Seperti namanya, kelas menengah digambarkan sebagai kelas yang berada di tengah-tengah. Secara rasio ekonomi mereka berada di antara kelas atas dan kelas bawah. Bank Dunia mengklasifikasikan kelas menengah tersebut dilihat dari nilai konsumsinya, yaitu sebesar Rp1,2 juta sampai Rp6 juta per orang per bulan.
Penyebab Ekonomi Turun Kelas
Permasalahan ekonomi turun kelas pada kelas menengah sebenarnya disebabkan oleh banyak faktor. Namun, salah satu penyebab utama adalah ketika pandemi Covid-19 melanda dunia tidak terkecuali Indonesia, membuat perekonomian melemah. Apalagi kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekonomi redup dan memicu munculnya badai PHK serta meningkatkan jumlah pengangguran.
Begitu pula, secara otomatis, akan berimbas pada pendapatan masyarakat, daya beli mereka pun menjadi lemah. Bahkan, guncangan ekonomi global yang terjadi pada 2020 juga berdampak di Indonesia sehingga memperparah kondisi ekonomi masyarakat.
Selain itu, menurut ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manillet, kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 1 April 2022 lalu, membuat harga barang-barang ikut naik, sehingga biaya hidup yang harus dikeluarkan masyarakat pun bertambah.
Namun, semua guncangan dan kemelut ekonomi yang melanda ini tidak terlalu berdampak bagi masyarakat kelas atas. Begitu pun dengan kelas miskin dan rentan. Mereka masih mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sementara kelas menengah sebagai kelas yang minim bantuan, paling berdampak merasakannya sehingga mereka mengalami ekonomi turun kelas.
Upaya Negara
Walaupun demikian, pemerintah menilai kelas menengah memiliki kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Namun, kelas ini juga dianggap sebagai kelas yang paling rentan terhadap kestabilan ekonomi sehingga mereka mudah mengalami ekonomi turun kelas.
Terlebih lagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini, telah berhasil membuat kelas menengah akhirnya berada pada situasi ekonomi turun kelas. Untuk mengatasinya, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Raden Pardede menyatakan bahwa sektor manufaktur dapat diandalkan menjadi penyelamat permasalahan ini (tempo.co, 31-08-2024)
Dengan keterlibatan kelas menengah pada sektor manufaktur, diharapkan mampu meningkatkan kualitas produknya dan menaikkan daya beli produk tersebut di masyarakat. Apabila ini terjadi maka produktivitas manufaktur akan lebih baik dan pendapatan kelas menengah akan bertambah.
Di samping itu, kelas menengah yang dianggap sebagai motor penggerak perekonomian akan membuat mesin ekonomi bergerak secara otomatis apabila produktivitas manufaktur menjadi lebih baik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan, pemerintah telah memberikan tambahan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk menjaga eksistensi masyarakat kelas menengah.
Baca: https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/program-3-juta-hunian-akankah-terwujud/
Karena pengeluaran kedua terbesar kelas menengah saat ini adalah sektor perumahan maka keringanan pajak PPN untuk rumah pertama mereka diharapkan mampu mendorong konsumsi kelas menengah dan memperkuat daya beli di sektor perumahan.
Ekonomi Turun Kelas Dampak Kapitalisme
Akan tetapi, tampaknya persoalan ekonomi turun kelas ini akan sulit diatasi. Karena ekonomi turun kelas sangat berkaitan erat dengan kemakmuran dan kesejahteraan dan sampai kini masih terus menjadi momok.
Keadaan ini cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, kemakmuran dan kesejahteraan tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan. Begitu peliknya kondisi rakyat, sehingga memenuhi kebutuhan primer pun rasanya amatlah sulit.
Apalagi saat ini kebutuhan manusia telah terkontaminasi dengan keinginan dan kepuasan, amatlah berbahaya. Karena keinginan dan kepuasan adalah hasrat luar dari pemikiran Barat dengan kapitalismenya, bisa mengubah gaya hidup menjadi kebutuhan yang butuh pemenuhan.
Sistem kapitalisme pun menjalankan asas materiel dengan rakyat sebagai target konsumsinya. Para kapitalis akan mengambil banyak keuntungan dari rakyat untuk menyerap secara maksimal berbagai produk yang mereka hasilkan.
Sasaran utama mereka tentu saja masyarakat kelas menengah yang memiliki pendapatan yang dianggap lumayan. Alhasil, masyarakat kelas menengah terjebak pada hidup konsumtif dan tumbuh menjadi karakter serta gaya hidup yang sulit diubah sehingga menambah bengkak pengeluaran mereka.
Kegagalan Kapitalisme
Pengeluran besar ini pastinya membutuhkan pemasukan yang besar pula. Namun, apalah yang hendak dikata, pemasukan besar yang diharapkan malah minus yang dirasakan, fenomena ekonomi turun kelas pun tak dapat dihindari.
Penyebab ekonomi turun kelas para kelas menengah sebenarnya tak lepas dari gagalnya negara mengatur ekonomi rakyat. Tidak dapat dimungkiri, asas kapitalisme terlihat begitu "wah" di mata masyarakat saat ini.
Kepercayaan mereka terhadap sistem kapitalisme dengan kekuatan struktur modalnya dianggap mampu memperluas peluang investasi sehingga akan membuka banyak pintu-pintu lapangan kerja bagi rakyat guna meningkatkan kesejahteraannya.
Namun fakta berkata sebaliknya. Kekuatan modal para kapitalis malah berhasil menguasai sumber daya ekonomi seperti tanah, kekayaan alam, termasuk bahan-bahan tambang yang sangat banyak jumlahnya dan tak ternilai harganya, bahkan didukung oleh kebijakan negara demi meraup keuntungan besar.
Mereka pun yang sudah kaya dengan brutal akan menjadi lebih kaya lagi. Sementara masyarakat dari level kelas menengah ke bawah, hanya bisa menjadi pekerja yang diupah. Kesenjangan sosial pun semakin menganga dan terjadi ekonomi turus kelas pada kelas menengah, adalah bukti kegagalan sistem kapitalisme mengatur negara.
Kapitalisme Sistem Rusak
Di samping itu, prinsip dasar kapitalisme laissez faire telah menolak campur tangan negara dalam sistem perekonomiannya, tetapi memberikan kebebasan kepada pasar dan individu melakukan apa yang mereka mau.
Jadi tidaklah aneh apabila sektor manufaktur yang digaungkan sebagai penyelamat kelas menengah, nyatanya hanya ditujukan agar mesin ekonomi dapat bergerak secara otomatis tanpa adanya campur tangan negara sebagai pengurus rakyat. Kelas menengah seakan dibiarkan mengatasi himpitan persoalan hidupnya sendiri.
Apalagi bantuan insentif dan subsidi dalam kepemilikan rumah bagi kelas menengah, telah mengungkap bagaimana sistem kapitalisme memberikan solusi tetapi tetap tak mau kehilangan pasar mereka dengan hilangnya daya beli masyarakat kelas menengah untuk memiliki rumah.
Ditambah lagi, pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme yang dinilai pemerintah untuk mendanai kesejahteraan rakyat, terus saja naik tanpa kepastian kapan akan turun, semakin membuat beban rakyat bertambah berat.
Keadaan ini adalah riil dan benar-benar terjadi di Indonesia. Fakta sistem kapitalisme mampu memberikan peluang basar untuk menyerap tenaga kerja sepertinya hanya sebuah impian semu belaka.
Hal ini adalah bukti bahwa sistem kapitalisme adalah sistem rusak. Negara yang semestinya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat tetapi perpihak pada kepentingan kapitalis dan kaum oligarki. Oleh sebab itu, akankah sistem ini mampu menyelamatkan kelas menengah dari masalah ekonomi turun kelas?
Ekonomi Turun Kelas dan Islam
Berbeda halnya dengan Islam. Persoalan ekonomi turus kelas pada kelas menengah ini merupakan tanggung jawab negara yang wajib diselesaikan. Karena masalah kesejahteraan rakyat adalah beban amanah seorang pemimpin negara kepada Allah Ta'ala.
Pemimpin negara atau khalifah mempunyai kewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, baik dari kalangan miskin ataupun kaya tanpa dibeda-bedakan berdasarkan kelas apalagi layak atau tidaknya mereka menerima bansos. Semuanya berhak mendapat pelayanan maksimal dari khalifah atau pemimpin negara.
Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai (junnah), yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ’alaih).
Dalam Islam pun tidak ada istilah kelas masyarakat. Jaminan kesejahteraan yang sama diberikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di sisi lain, fenomena yang berkembang sekarang bahwa kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi dengan gaya hidup konsumtif adalah perilaku yang bertentangan dengan Islam. Pasti hal ini akan mendapat perhatian lebih dari khalifah. Karena hidup konsumtif adalah pemborosan, dan dilarang. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 26-27,
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan setan itu sangatlah ingkar kepada Tuhannya.”
Negara pun tidak akan membebani rakyat dengan kewajiban pajak karena negara akan mengambil pemasukan dari sumber daya ekonomi yang disediakan Sang Maha Pencipta untuk digunakan bagi kesejahteraan rakyat, yaitu sumber daya alam.
Sistem Ekonomi Islam
Sehubungan dengan itu, Islam mempunyai pengaturan ekonomi yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam agar rakyat dapat mencapai kesejahteraannya secara maksimal. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya ekonomi (harta) terbagi dalam tiga kepimilikan, yaitu:
Pertama. Kepemilikan individu yang berasal dari hasil usaha atau kerja, warisan, sedekah, hibah, juga hadiah.
Kedua. Kepemilikan umum, berupa: fasilitas umum, barang tambang yang sangat banyak, dan sumber daya alam lainnya.
Ketiga. Kepemilikan negara berupa harta hak seluruh kaum muslimin tetapi pengelolaannya menjadi wewenang khalifah.
Semua kepemilikan tersebut sifatnya nisbi bukan mutlak, karena pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini hanyalah milik Allah Ta'ala.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak akan mengizinkan kekayaan alam yang berlimpah ruah menjadi milik negara, individu apalagi asing, tetapi keberadaannya merupakan milik umum atau rakyat.
Pemanfaatannya memang dikelola negara, tetapi hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Baik itu untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani seperti pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis.
Demikian juga, Islam sangat menentang kesenjangan ekonomi karena distribusi kekayaan wajib dilakukan secara adil dan merata. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Hasyr ayat 7,
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْ ....
"… Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian."
Berkaitan dengan hal ini, Islam menjalankan pendistribusian kekayaan melalui baitulmal. Baitulmal merupakan jantungnya ekonomi Islam. Layaknya sebuah jantung yang berfungsi untuk memompa darah dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh, baitulmal pun berfungsi sebagai wadah penerima hasil produksi semua jenis kekayaan (kepemilikan) sekaligus juga mendistrubusikannya kepada masyarakat.
Semua yang dihasilkan dari masing-masing kepemilikan seperti kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu berupa zakat, infak, dan sedekah, akan masuk ke dalam kas baitulmal. Lalu negara akan mendistribusikannya untuk kesejahteraan rakyat.
Penutup
Begitu kompleks pengaturan ekonomi yang wajib dilakukan negara. Apabila ekonomi tidak dikelola dengan baik dan adil maka rakyatlah yang paling menjadi korban. Tidak ada pula sistem aturan yang adil, kecuali yang datangnya dari Pencipta Manusia.
Oleh karenanya, rakyat harus mampu berpikir lebih cermat. Di balik permasalahan ekonomi turun kelas, ternyata menyimpan banyak persoalan bangsa yang pelik. Menguak keadaan rakyat yang jauh dari kata sejahtera.
Wallaahu alam bisshawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca: https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/ekonomi-turun-kelas-kesejahteraan-terhempas/ […]
[…] Baca juga Ekonomi Turun Kelas Kesejahteraan Terhempas […]
[…] Baca: https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/ekonomi-turun-kelas-kesejahteraan-terhempas/ […]