Isu tentang kebijakan program presiden yang dikabarkan akan menambah jumlah kementerian atau lembaga di pemerintahannya di masa depan.
Oleh. Mahyra Senja
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id- Isu kebijakan program presiden akan menambah jumlah kementerian menjadi isu hangat yang merebak di seluruh Indonesia. Kabinet Prabowo-Gibran dinantikan berbagai pihak. Diskusi jumlah menteri menjadi hangat saat ini. Presiden dikabarkan akan menambah jumlah kementerian atau lembaga di pemerintahannya nanti. Program baru yang akan digulirkan oleh presiden ini dinilai tidak efektif.
Isu kebijakan ini menjadi kontra bagi lapisan masyarakat. Pasalnya pembentukan dokumen baru juga bisa mengganggu stabilitas pengelolaan sumber daya manusia karena harus ada pengaturan ulang alokasi tenaga kerja antarinstansi. Rencana penambahan kementerian adalah Kementerian Perumahan. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, dilansir oleh laman cnnindonesia.com.
“Ke depan akan ada pengumuman partisan. Pemerintah akan membuat konsep pembangunan yang lebih teregulasi,” ungkapnya. Penambahan struktur baru menambah tumpang tindih fungsi, memperlambat pengambilan keputusan, dan meningkatkan risiko kerumitan dalam pelaksanaan kebijakan dari program yang diusung oleh Prabowo.
Ketika pemerintah membentuk K/L baru, akan terjadi kecenderungan tumpang tindih tugas yang mengakibatkan kebijakan tidak berjalan efektif. Misalnya, pada saat pembentukan Badan Ekonomi Kreatif pada era Jokowi periode pertama yang dilebur kembali ke Kementerian Pariwisata. Hal ini karena terjadi duplikasi tugas dan tidak efektif dalam menjalankan fungsinya.
Pentingnya Belajar dari Masa Lalu
Seharusnya pemerintah belajar dari masa lalu dan fokus pada penguatan kementerian yang sudah ada serta memastikan koordinasi yang lebih baik antarinstansi untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan. Jika tidak ada hal yang mendesak, tidak perlu ada pembentukan K/L baru. Jadi, harus sesuai kebutuhan dan tepat sasaran dalam memilih program yang akan dicanangkan.
Pemerintah harus mengkaji ulang, apakah penting dibentuk K/L baru atau tidak karena utang Indonesia sudah cukup besar. Negara seharusnya menjelaskan hal tersebut. Jika terlalu banyak pemborosan, niscaya utang Indonesia bertambah dan hal itu tentu akan mencekik perekonomian rakyat.
Alasannya, di tengah kehidupan ekonomi yang serba sulit ini, bukannya mengurangi beban negara, tetapi malah menambahnya tanpa pertimbangan yang tepat. Perlu waktu dua sampai tiga tahun untuk menyesuaikan organisasi terhadap arah pembangunan, kebijakan pembangunan, dan program pembangunan yang dicanangkan. Karena itu, pasti butuh penyesuaian.
Secara konstitusional, hak prerogatif presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri merupakan amanat dari Pasal 17 UUD 1945. Urusan masalah penambahan menteri adalah hak prerogatif presiden, tetapi seharusnya hal ini perlu dipikirkan secara matang, apakah kebijakan ini bermanfaat atau malah merugikan.
Berbeda halnya dengan kondisi di luar negeri. Masalah pembangunan perumahan itu penting, sedangkan di Indonesia perlu dikaji ulang. Kebutuhan yang paling penting bagi rakyat adalah adanya program presiden yang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Contohnya, masalah pendidikan di Indonesia. Saat ini terjadi perubahan yang signifikan setelah masa pandemi berlalu. Banyak faktor yang perlu dibenahi karena pendidikan tentu akan berdampak pada kualitas generasi bangsa di masa yang akan datang. Indonesia harus lebih memperhatikan sistem pendidikan agar kemajuan dalam sektor ini dapat memberi angin segar bagi seluruh lapisan masyarakat yang berdampak positif bagi percepatan perekonomian.
Islam Mengatur Semua Aspek Kehidupan
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan dan memberikan pencerahan bagaimana mengimplementasikan kemaslahatan bagi umat manusia. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan berlandaskan Pancasila. Sudah seharusnya menerapkan ajaran Islam terutama dalam setiap kebijakan pemerintah yang bisa mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sunah, dan ijtihad ulama.
Isu kebijakan pemerintah sejatinya tidak boleh lepas dari ajaran Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia. Negara yang berlandaskan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 sangat menekankan pentingnya nilai agama dalam setiap kebijakan yang akan diputuskan. Sila pertama hingga sila kelima Pancasila, sejatinya harus menjadi pijakan dasar kebijakan. Begitu juga terkait dengan tujuan negara yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Indonesia adalah salah satu negara terbesar yang berpenduduk muslim di dunia. Sekitar 85% penduduk di negeri kita beragama Islam, tetapi sayangnya masih menerapkan sistem kapitalisme. Padahal jika menggunakan sistem ajaran Islam tentu tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya ajaran Islam menjadi pijakan dasar saat pemerintah akan mengeluarkan kebijakan apa pun hingga lini terbawah. Tegasnya, kebijakan publik yang sesuai dengan Islam adalah kebijakan umum yang melahirkan kesejahteraan bagi rakyat.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca juga :isu-kebijakan-program-pemerintah-menuai-kontra/ […]
Kabinet yang gemuk pastinya menjadi kontra bagi masyarakat karena dinilai tidak efektif