Program Quick Win Prabowo: Harapan atau Beban?

program quick win Prabowo

Keberhasilan program quick win yang diusung Prabowo patut dipertanyakan, terutama dalam realitas sosial dan ekonomi Indonesia saat ini.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterai.id-Prabowo Subianto, presiden terpilih untuk periode 2025 telah mencanangkan suatu program kebijakan yang disebut Quick Win atau Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) sebagai solusi percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Program ini diusung dengan tujuan untuk memberikan hasil nyata dalam jangka waktu yang relatif singkat, terutama di tahun pertama pemerintahannya. Namun, di balik visi besar tersebut, terdapat sejumlah pertanyaan kritis terkait dampak jangka panjang, biaya yang harus ditanggung, serta keberlanjutannya. Apakah program ini benar-benar akan memberikan hasil yang diharapkan, atau justru sebaliknya, hanya menjadi solusi sementara yang tidak menyelesaikan masalah secara mendalam?

Mengenal Program Quick Win

Quick Win adalah istilah dalam dunia manajemen proyek dan kebijakan publik untuk merujuk pada langkah-langkah yang dapat memberikan hasil signifikan dalam waktu singkat. Dalam konteks pemerintahan, quick win yang digagas oleh Prabowo Subianto merupakan rangkaian program yang difokuskan pada percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta reformasi birokrasi yang dianggap krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat merasakan langsung dampak positif dari kebijakan pemerintah baru dalam waktu yang cepat.

Anggaran sebesar Rp121 triliun yang dialokasikan untuk program quick win merupakan angka yang sangat besar. Anggaran ini mengalami peningkatan dari sebelumnya Rp113 triliun, yang menandakan adanya peningkatan skala dan ambisi dari program ini. (Tempo.co, 13-10-2024)

Program ini mencakup berbagai sektor seperti: kesehatan, pendidikan, energi, dan infrastruktur. Pendanaan untuk quick win akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber-sumber pendapatan negara lainnya seperti: pajak, utang luar negeri, atau pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Di sinilah letak pertanyaan kritis muncul, apakah biaya yang fantastis ini sebanding dengan hasil yang akan diperoleh?

Mari kita telusuri satu per satu program utama yang diusung dalam quick win ini, serta mempertimbangkan tantangan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaannya.

Pertama, program makan siang bergizi gratis.

Salah satu program andalan dari quick win adalah penyediaan makan siang bergizi gratis untuk 15,42 juta jiwa di 514 kabupaten/kota. Program ini dianggarkan sebesar Rp 71 triliun, jumlah yang sangat besar. Tujuan dari program ini tentu saja mulia, yaitu memastikan bahwa masyarakat, khususnya anak-anak dan kelompok rentan, mendapatkan asupan gizi yang memadai.

Pertanyaannya adalah bagaimana anggaran sebesar itu akan dikelola secara efisien. Apakah distribusi makanan bisa berjalan dengan lancar di seluruh pelosok Indonesia? Mengingat tantangan logistik yang sering dihadapi, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain itu, keberhasilan program ini juga akan sangat tergantung pada kualitas bahan pangan yang disediakan, serta kemampuan pemerintah dalam mengawasi implementasi di lapangan. Mengingat besarnya anggaran, ada kekhawatiran bahwa program ini dapat rentan terhadap penyimpangan dana atau ketidakefisienan penggunaan sumber daya.

Kedua, pemeriksaan kesehatan gratis.

Program kedua yang diusung Prabowo-Gibran adalah pemeriksaan kesehatan gratis yang mencakup tekanan darah, gula darah, rontgen, serta skrining penyakit katastropik seperti tuberkulosis (TBC). Program ini dianggarkan sebesar Rp3,2 triliun dengan sasaran utama penurunan kasus TBC hingga 272 per 100.000 penduduk.

Langkah ini tentunya disambut baik oleh masyarakat, terutama dalam memperbaiki kualitas kesehatan di kalangan penduduk miskin yang selama ini kesulitan mengakses layanan kesehatan. Namun, sekali lagi, tantangan pelaksanaan program ini tidaklah kecil. Mengingat wilayah Indonesia yang luas dan infrastruktur kesehatan yang masih minim di beberapa daerah, bagaimana cara pemerintah memastikan bahwa program ini benar-benar menjangkau seluruh masyarakat? Terlebih lagi, menuntaskan kasus TBC memerlukan upaya yang konsisten, bukan hanya pemeriksaan massal, tetapi juga penanganan lanjutan bagi penderita.

Ketiga, pembangunan rumah sakit berkualitas di daerah.

Program quick win lainnya adalah pembangunan rumah sakit di daerah, dengan fokus peningkatan kualitas rumah sakit dari tipe D menjadi tipe C, serta peningkatan sarana, prasarana, dan alat kesehatan. Anggaran yang dialokasikan untuk program ini adalah sebesar Rp1,8 triliun.

Pembangunan rumah sakit di daerah adalah salah satu langkah yang krusial dalam meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang merata. Namun, seperti program lainnya, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan keberlanjutan dari pembangunan tersebut. Rumah sakit yang dibangun harus dilengkapi dengan tenaga medis yang cukup dan berkualitas, serta sistem manajemen yang baik untuk memastikan pelayanan berjalan optimal. Selain itu, rumah sakit tipe C tetap memerlukan dukungan peralatan medis yang canggih, yang sering kali mahal dan memerlukan biaya perawatan tinggi.

Kelima, pembangunan dan perbaikan sekolah.

Dalam sektor pendidikan, Prabowo-Gibran berencana melakukan renovasi gedung sekolah, termasuk ruang kelas, mebel, serta fasilitas MCK sebanyak 22 ribu unit dengan anggaran Rp20 triliun. Selain itu, mereka juga akan membangun sekolah unggulan terintegrasi sebesar Rp4 triliun di beberapa wilayah, termasuk IKN (Ibu Kota Nusantara), NTT, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara.

Investasi besar ini menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Namun, renovasi gedung saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan perbaikan kualitas pengajaran dan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Pengelolaan anggaran yang besar ini juga harus transparan dan tepat sasaran, agar tidak ada kesenjangan antara sekolah di kota besar dengan daerah terpencil yang selama ini masih banyak terjadi.

Kelima, pembangunan lumbung pangan nasional.

Sektor pertanian juga menjadi perhatian melalui pembangunan lumbung pangan nasional dengan intensifikasi lahan pertanian dan cetak sawah baru. Program ini menganggarkan Rp15 triliun untuk lahan seluas 80 ribu hektare dan sawah baru seluas 150 ribu hektare.

Dalam menghadapi ancaman krisis pangan global, program ini sangat relevan. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa pembangunan lumbung pangan membutuhkan keterlibatan banyak pihak, dari petani, pemerintah daerah, hingga dukungan teknologi modern. Bagaimana pemerintah memastikan bahwa lahan-lahan baru ini dapat produktif dan berkelanjutan? Selain itu, dukungan kepada petani dalam bentuk akses terhadap teknologi pertanian, benih unggul, serta pasar yang adil juga harus menjadi bagian integral dari program ini.

Keenam, program kartu kesejahteraan sosial.

Prabowo-Gibran juga berencana melanjutkan dan menambah program kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha untuk menargetkan penghapusan kemiskinan absolut, yang saat ini mencapai 0,8 persen, menjadi 0 persen pada tahun depan.

Ini adalah target yang sangat ambisius, dan akan memerlukan pendekatan yang holistik. Selain memberikan bantuan langsung, perlu ada upaya pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuannya agar masyarakat miskin bisa bangkit dari ketergantungan pada bantuan pemerintah dan menciptakan kemandirian ekonomi.

Ketujuh, pembangunan infrastruktur desa dan rumah murah.

Program terakhir adalah pembangunan infrastruktur desa, termasuk penyediaan rumah murah bersanitasi baik sebanyak 914.573 unit serta pengentasan 563,1 hektare pemukiman kumuh. Program ini menyasar mereka yang benar-benar membutuhkan rumah layak huni dan sarana infrastruktur yang memadai di desa-desa.

Sama seperti program lainnya, inisiatif ini sangat baik dari sisi kebutuhan dasar masyarakat. Namun, tantangannya tetap ada pada pelaksanaan dan pengawasan. Pembangunan rumah murah harus benar-benar menyasar mereka yang berhak, serta memastikan kualitas pembangunan yang layak dan tahan lama.

Program Tambal Sulam

Keberhasilan dari program quick win yang diusung oleh Prabowo patut dipertanyakan, terutama dalam konteks realitas sosial dan ekonomi Indonesia saat ini. Dalam banyak kasus, kebijakan yang berfokus pada hasil cepat sering kali hanya menjadi solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar permasalahan. Program-program semacam ini rentan terhadap kegagalan jika tidak disertai dengan reformasi struktural yang lebih mendalam dan komprehensif.

Contoh nyata dari potensi masalah dalam program quick win adalah ketika infrastruktur dibangun dengan cepat tanpa memperhatikan aspek kualitas dan keberlanjutan. Misalnya, pembangunan jalan tol, jembatan, atau fasilitas umum lainnya sering kali dikebut untuk mencapai target dalam jangka waktu tertentu. Namun, tanpa disertai perencanaan yang matang terkait pemeliharaan dan operasionalnya. Akibatnya, dalam jangka panjang, infrastruktur tersebut tidak bisa berfungsi optimal dan justru menambah beban anggaran pemerintah untuk perbaikan dan pemeliharaan.

Memperlebar Defisit Anggaran

Selain itu, program quick win yang berbiaya besar juga berisiko memperlebar defisit anggaran negara. Saat ini, APBN Indonesia sudah mengalami tekanan yang signifikan akibat tingginya belanja negara di berbagai sektor, terutama sejak pandemi Covid-19. Dengan tambahan pembiayaan untuk program-program percepatan seperti quick win, dikhawatirkan beban utang negara akan semakin besar dan membebani generasi mendatang.

Baca: Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran, Efektifkah?

Pertanyaan lain yang tidak kalah penting adalah seberapa inklusif program ini. Apakah dampaknya akan dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, atau hanya dinikmati oleh segelintir kalangan tertentu? Dalam sejarah pembangunan di Indonesia, sering kali program-program besar hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas, sementara kelompok masyarakat miskin tetap tertinggal dan tidak mendapatkan manfaat yang berarti.

Tidak hanya program quick win, tapi berbagai program lain yang diusung oleh pemerintah hanyalah solusi tambal sulam, yang tidak menyelesaikan masalah secara mendasar. Program-program tersebut hanya memberikan solusi jangka pendek, tanpa adanya perencanaan yang matang untuk menghadapi masalah yang lebih kompleks dan jangka panjang.

Sebagai contoh, dalam sektor pendidikan dan kesehatan, berbagai program yang digulirkan pemerintah sering kali hanya fokus pada memperbaiki aspek-aspek tertentu saja, tanpa menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Akibatnya, permasalahan-permasalahan yang ada terus berulang dan bahkan semakin memburuk. Dalam jangka panjang, program-program semacam ini justru akan membebani APBN. Pemerintah harus terus menerus mengeluarkan biaya tambahan untuk menambal kerusakan yang timbul.

Hal ini memperparah situasi di mana anggaran negara terus membengkak tanpa ada perbaikan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Jika pola ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan bahwa krisis anggaran akan makin besar dan sulit diatasi. Oleh karena itu, banyak yang merasa bahwa pemerintah perlu mencari solusi yang lebih mendasar dan jangka panjang, yang tidak hanya fokus pada hasil cepat, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan dan dampak jangka panjang dari setiap kebijakan yang diambil.

Islam Solusi Tuntas

Sistem negara Islam memiliki solusi yang komprehensif untuk menyejahterakan rakyat dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) yang ada secara adil dan bertanggung jawab.

Berikut ini mekanisme sistem negara Islam dalam menyejahterakan rakyatnya:

Pertama, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dalam Islam.

Islam memandang bahwa SDA adalah milik seluruh rakyat dan negara berperan sebagai pengelola yang bertanggung jawab. Sumber daya seperti minyak, gas, air, hutan, tambang, dan mineral lainnya tidak boleh dimiliki individu atau kelompok tertentu. Sumber daya tersebut harus dikelola negara untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Dalil yang mendasari prinsip ini terdapat dalam sabda Rasulullah ﷺ:
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Hadis ini menegaskan bahwa sumber daya yang bersifat umum dan strategis. Misalnya, air dan energi, adalah hak seluruh umat dan tidak boleh dimonopoli. Dengan demikian, negara Islam akan mengelola SDA dengan kebijakan yang mengutamakan distribusi hasil kekayaan alam tersebut kepada masyarakat. Misalnya dengan memberikan akses gratis atau murah untuk air bersih, energi, dan sumber daya lainnya.

Kedua, kesejahteraan sosial dalam sistem Islam.

Negara Islam memprioritaskan kesejahteraan sosial dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu. Kebutuhan pokok yang dimaksud mencakup sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Negara wajib memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak-hak tersebut tanpa diskriminasi, baik melalui subsidi maupun penyediaan layanan yang berkualitas.

Sebagai contoh, dalam bidang pangan, negara akan mengelola lahan pertanian secara optimal untuk memastikan ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat. Negara juga memastikan bahwa distribusi pangan berjalan dengan baik agar tidak terjadi kelangkaan atau ketimpangan.

Ketiga, sistem kesehatan dalam Islam.

Dalam negara Islam, kesehatan dianggap sebagai hak dasar yang harus dipenuhi negara. Negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang mudah diakses, berkualitas, dan gratis atau sangat terjangkau. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa kesehatan adalah bagian dari kemaslahatan umum yang harus diprioritaskan.

Pengelolaan sektor kesehatan dalam Islam akan dibiayai melalui pendapatan negara, termasuk dari pengelolaan SDA, zakat, kharaj, dan fai. Rasulullah ﷺ telah mencontohkan pentingnya perhatian terhadap kesehatan melalui kebijakan-kebijakan di Madinah. Sebagai pemimpin, beliau menjamin kesehatan rakyatnya dengan mengirimkan para tabib (dokter) untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis.

Keempat, pendidikan dalam Islam.

Islam sangat memuliakan ilmu dan menjadikan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan masyarakat. Negara Islam wajib menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas untuk semua warga negara, tanpa memandang status sosial. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab negara. Negara harus memastikan bahwa setiap individu mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Selain itu, dalam sejarah Islam, para khalifah memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Khalifah Umar bin Khattab misalnya, membangun sistem pendidikan di seluruh wilayah kekhalifahan dengan menyediakan fasilitas dan gaji bagi para pendidik.

Kelima, penyediaan infrastruktur publik.

Negara Islam juga bertanggung jawab dalam membangun dan memelihara infrastruktur. Pembangunan yang mendukung kesejahteraan masyarakat, seperti jalan, jembatan, pasar, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa fasilitas umum adalah bagian dari kebutuhan bersama yang harus dipenuhi oleh negara. SDA, seperti hasil tambang dan energi, juga digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut.

Dalam bidang transportasi, negara akan memastikan akses jalan dan sarana transportasi yang memadai untuk mendukung mobilitas masyarakat dan distribusi barang serta jasa. Dalam bidang perumahan, negara juga berperan dalam menyediakan rumah layak huni untuk rakyat yang membutuhkan.

Keenam, pembiayaan negara: zakat, kharaj, dan pengelolaan SDA.

Untuk membiayai semua mekanisme kesejahteraan ini, negara Islam tidak hanya mengandalkan pajak, tetapi juga sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah menurut syariat, seperti zakat, kharaj (pajak tanah), jizyah (pajak dari nonmuslim yang mendapatkan perlindungan negara), dan hasil pengelolaan SDA. Zakat, misalnya, digunakan untuk membantu kelompok fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Pengelolaan SDA yang baik juga menjadi sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Selain itu, sistem pengelolaan kharaj dan fai telah diterapkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat sebagai salah satu instrumen keuangan negara yang berkontribusi pada kesejahteraan umum.

Khatimah

Program quick win yang diusung oleh Prabowo Subianto mungkin menawarkan solusi yang menarik dalam jangka pendek. Namun, ada banyak pertanyaan mengenai keberhasilannya dalam jangka panjang, terutama terkait dengan besarnya biaya yang dikeluarkan dan dampaknya terhadap anggaran negara. Sementara itu, berbagai program yang ada saat ini dinilai hanya sebagai solusi tambal sulam. Solusi yang tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh, dan justru dapat membebani anggaran negara lebih lanjut.

Islam menawarkan solusi yang berbeda, dengan mengedepankan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan untuk kepentingan rakyat. Melalui pendekatan ini, negara dapat memastikan kesejahteraan rakyat tanpa harus terjebak dalam pola pengeluaran anggaran yang tidak efisien. Inilah salah satu jalan yang perlu dipertimbangkan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan berkelanjutan. Wallahu'alam Bishowab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Vega Rahmatika Fahra, S.H. Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kesempatan untuk Naya
Next
Ma, Pa, Khawatirku Ada Banyak
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
novianti
novianti
9 months ago

betul, semua program hanyalah tambal sulam dan ujung-ujungnya bagi-bagi proyek, sarat korupsi.

Atien
Atien
9 months ago

Semua program dari presiden terpilih memang sangat baik dan memberi harapan baru . Namun mungkinkah hal itu bisa terealisasi mengingat biayanya yang begitu besar. Jangan sampai hal itu jadi ladang basah untuk diselewengkan.
Barakallah mba @Vega

UmmuTriaz
UmmuTriaz
8 months ago

Programnya menjanjikan banget. Tapi bagaimana pemerintah bs menjalankan semua apabila masih berada dalam lingkaran utang dan defisit anggaran? Pembenahan pemasukan anggaran pun sangat perlu dibenahi, apalagi pajak yg sangat memberatkan rakyat. Buat apa program gratis sementara pajak naik drastis??? Huhu...

trackback

[…] Baca juga: Program Quick Win Prabowo: Harapan atau Beban? […]

trackback

[…] Baca juga: Program Quick Win Prabowo: Harapan atau Beban? […]

trackback

[…] Baca juga : Program Quick Win Prabowo: Harapan atau Beban? […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram