Polemik MBG Kapan Berakhir?

Polemik MBG kapan berakhir

‎Segudang problematika dalam program MBG sepatutnya membuat kita berbenah. Layakkah program ini tetap menjadi program prioritas di tengah pelaksanaan yang karut-marut dan menimbulkan banyak permasalahan baru?

Oleh. Riani Andriyantih, A.Md.
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id--Program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) yang beroperasi sejak Januari 2025, hingga hari ini masih saja menuai polemik. Bahkan sejak awal pelaksanaannya program ini banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Menjadi rahasia umum bahwa dana yang digelontorkan untuk menjalankan program MBG ini cukuplah fantastis. Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tujuh puluh persen pendapatannya diperoleh dari pajak. Program ini telah sukses memangkas anggaran sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan lain sebagainya.

Ironisnya, tidak hanya memangkas anggaran banyak sektor, tetapi program ini juga mengakibatkan keracunan massal di beberapa daerah di Indonesia. Menurut catatan JPPI, jumlah korban keracunan akibat proyek MBG telah mencapai 11.566 orang dengan tingkat penyebaran kasus di berbagai provinsi yang makin luas dan tidak terkendali hingga tercatat sebagai kejadian luar biasa (KLB). (tempo.co, 13-10-2025).

‎Korban terbanyak tercatat di Jawa Barat sebanyak 4.125 orang, Jawa Tengah sebanyak 1.666 orang, Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 1.053 orang, Jawa Timur 950 orang, dan Nusa Tenggara Timur sebanyak 800 orang. Makin bertambahnya kasus dan korban keracunan program MBG ini dapat disimpulkan bahwa negara gagal melindungi rakyat.

Polemik MBG

Makanan bergizi gratis yang lahir karena dilatarbelakangi tingginya angka gizi buruk di negeri ini nyatanya tidak mampu menjadi solusi tuntas. Sebaliknya, justru mendatangkan petaka yang lebih besar karena dilaksanakan tanpa perencanaan yang jelas dan terkesan memaksakan.

Lebih menyedihkannya lagi, makanan yang katanya bergizi ternyata banyak menu tidak bergizi yang disajikan. Hal ini pun menjadi kritik keras para ahli gizi salah satunya datang dari dr. Tan Shot Yen. Menurutnya, menu ultra processed food (UPF) seperti burger, spaghetti, bakmi gacoan, biskuit kemasan, susu kotak, dan masih banyak menu lainnya yang tidak memenuhi standar gizi. (detiknews.com, 26-09-2025). Didapati pula kondisi makanan yang tidak layak makan, berulat, berjamur, hingga basi.

Program ini juga mengorbankan sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan. Padahal kita ketahui bersama masih banyak anak-anak bangsa yang tidak mendapatkan pendidikan gratis dengan kualitas serta sarana dan prasarana yang layak. Kemudahan akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa ini jelas sangat penting agar terlahir generasi unggul yang menguasai IPTEK dan berkepribadian mulia.

Tampaknya, negara perlu berbenah untuk mewujudkan generasi emas.
‎Jika negara rela mengorbankan anggaran pendidikan untuk mendukung program prioritas MBG yang masih prematur maka cita-cita itu sulit tercapai.

Terlebih lagi, pemangkasan juga terjadi di bidang kesehatan, sedangkan sejatinya kesehatan merupakan hak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Jangan sampai pemangkasan anggaran di sektor ini justru menambah derita panjang yang melahirkan istilah orang miskin dilarang sakit.

Segudang problematika dalam program MBG sepatutnya membuat kita berbenah. Layakkah program ini tetap menjadi program prioritas di tengah pelaksanaan yang karut-marut dan menimbulkan banyak permasalahan baru? Di sisi lain, program ini juga berpotensi membuka lahan korupsi baru dan menguntungkan para pemilik modal.

Akar Masalah

Sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan gizi bagi keluarganya berawal dari kondisi perekonomian. Jika bicara perbaikan gizi, tentu kita bicara tentang perekonomian masyarakat. Tidak ada satu pun masyarakat yang ingin hidup di garis kemiskinan. Hanya saja, kondisi memaksa mereka berada pada situasi ekonomi yang sulit. Masyarakat dihadapkan pada kenyataan pendapatan yang rendah, pengangguran yang tinggi, dan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok. Hal ini menjadikan masyarakat fokus pada bagaimana membuat perut kenyang agar dapat bertahan hidup tanpa memperhatikan nilai gizi.

‎Kondisi stunting juga tidak akan terselesaikan jika hanya mengandalkan program MBG karena semua berawal dari dapur dan rumah mereka sendiri yang sejak awal tidak mampu menyediakan makanan bergizi bagi keluarga karena keterbatasan ekonomi. Masyarakat dimiskinkan secara sistemik dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.

Baca juga: Di Balik Keracunan Program MBG

Cara Islam Mengakhiri Polemik MBG

Jika kondisi perekonomian masyarakat meningkat dan baik maka sudah pasti mereka akan mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik dari segi sandang, pangan, maupun papan. Maka dibutuhkan keseriusan dari negara untuk mampu mengurai problematika yang ada di tengah masyarakat.

Negara sudah seharusnya hadir sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan layanan terbaik dan keberpihakannya kepada masyarakat dengan mengurus segala hal yang menjadi hak warga negaranya agar mampu hidup sejahtera.

Menjadi kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan dengan upah yang layak, terutama untuk laki-laki. Sehingga para laki-laki dapat memberikan nafkah yang layak untuk keluarganya.

Negara juga hadir dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok, dengan harga yang murah dan terjangkau sehingga semua kalangan masyarakat dapat membeli dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sisi lain, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas juga selayaknya menjadi hak masyarakat yang dijamin oleh negara.

Sesungguhnya, problematika yang menimpa rakyat saat ini merupakan buah pahit sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang mencampakkan hukum Allah sebagai landasan dalam berpikir dan bertindak. Sehingga kebijakan yang lahir mengedepankan hawa nafsu tanpa menimbang kemudaratan yang akan diterima.

Selayaknya kita menyadari bahwa segala permasalahan yang terjadi hanya dapat terselesaikan jika kita memahami posisi kita sebagai hamba yang tidak layak menandingi aturan Sang Pencipta. Alhasil, kesejahteraan dan keadilan hanya mampu terwujud jika kita kembali pada syariat Islam yang akan membawa kepada jalan keselamatan dan memberi rahmat bagi semesta alam. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Riani Andriyantih Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Filisida Maternal Indikator Rusaknya Negara
Next
‎Generasi Emas, Tercipta dari Sistem Mulia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram