
APBN Indonesia selalu tekor. Artinya, pengeluaran lebih besar dari pendapatan alias besar pasak daripada tiang. Inilah yang dialami Indonesia dari tahun ke tahun.
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-APBN Indonesia mengalami tekor hampir di setiap tahun, padahal utang luar negeri telah menggunung dan berjibun. Dengan keadaan seperti ini, bukankah sebuah negeri mustahil mampu membangun? Sebaliknya, yang ada justru tumpukan utang yang harus ditanggung oleh rakyat hingga turun-temurun.
Sebagaimana diberitakan oleh liputan6.com (9-11-2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa APBN Indonesia (anggaran pendapatan dan belanja negara) mengalami defisit Rp309,2 triliun per Oktober 2024. Defisit itu setara 1,37 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Hal ini karena belanja negara lebih banyak daripada pendapatannya. Pernyataan tersebut disampaikan pada saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan pada Jumat 8 November 2024.
APBN Indonesia Digerogoti Utang
Dalam konferensi pers, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa pendapatan negara mengalami kenaikan sebesar 0,3 persen dibandingkan tahun lalu, yaitu periode Oktober 2023. Namun, sebagaimana diketahui bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia sangat besar. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), posisi ULN Indonesia sebesar 425,1 miliar dolar AS per Agustus 2024.
Artinya, secara tahunan ULN Indonesia naik sebesar 7,3 persen dibanding tahun lalu. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS terhadap seluruh mata uang internasional, termasuk rupiah. Dampaknya, ULN Indonesia pun otomatis naik. Dari sini terlihat betapa ruginya selama menyandarkan kurs mata uang kepada mata uang lainnya, termasuk dolar AS. Akhirnya, meskipun jumlah APBN Indonesia mengalami kenaikan, tetapi tetap defisit karena habis untuk mencicil pembayaran utang dan bunganya.
Solusi Pajak dan Investasi
Meski pendapatan negara mengalami kenaikan, APBN Indonesia selalu tekor akibat terlalu besarnya beban utang. Ini berarti pengeluaran lebih besar dari pendapatan alias besar pasak daripada tiang. Inilah yang dialami Indonesia dari tahun ke tahun. Sebagaimana diketahui bahwa negeri ini menggantungkan pendapatan pada pajak atau dapat dikatakan sekitar 80 persen pendapatan negara berasal dari pajak.
Oleh sebab itu, ketika pendapatan negara belum mencukupi untuk anggaran belanja, bersiap-siaplah apabila berbagai pajak akan dinaikkan, baik jumlah maupun jenisnya. Semua akan dikenakan pajak, termasuk belanja, benda-benda, pendapatan, dan lain-lain. Inilah tabiat negara dengan sistem pemerintahan kapitalisme demokrasi, yaitu memeras rakyat melalui pajak sampai tetes darah penghabisan.
Baca juga: Pajak Rakyat vs Perusahaan, Ironi Kebijakan Kapitalisme
Bahkan, tanpa memedulikan risiko, pemerintah akan mengambil jalan pintas mendapatkan dana segar, yaitu dengan mengutang lagi. Lebih dari itu, pemerintah tak segan menawarkan potensi dan kekayaan alam untuk dieksploitasi atas nama investasi. Mirisnya, maraknya investasi justru membuat hasil-hasil pembangunan yang ada bukanlah milik rakyat yang bisa diakses secara gratis, tetapi milik investor.
Pada akhirnya rakyat harus membeli atau membayar jika akan menikmati atau mengaksesnya, itu pun jika mereka mengizinkan. Artinya, ketika ada pembangunan berbagai infrastruktur, hal itu bukanlah indikasi kemajuan, tetapi lambang terampasnya kedaulatan negara. Dari sini dapat dikatakan bahwa pajak dan investasi bukanlah solusi atas defisitnya APBN Indonesia.
Gagal dan Menambah Beban
Berbagai solusi untuk memenuhi APBN Indonesia telah ditempuh, baik dengan meningkatkan pajak, menambah utang, maupun membuka investasi. Akan tetapi, jangankan mampu mengentaskan segala persoalan, yang ada rakyat malah makin tertekan karena munculnya berbagai permasalahan baru.
Misalnya, dalam kebijakan menaikkan pajak. Faktanya, di samping APBN Indonesia tetap kekurangan alias minus, pajak justru makin membebani rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan saja mereka sudah sulit, apalagi ditambah dengan beban pajak yang kian melilit.
Kebijakan membuka investasi pun terbukti penuh risiko. Di antaranya, investasi bukan sekadar bisnis, apalagi bantuan sukarela. Akan tetapi, investasi sejatinya adalah alat penjajahan. Dengan modal yang dimiliki, para investor akan berbuat sesuka hati yang penting keserakahannya dipenuhi.
Bahkan, mereka akan mendikte pemerintah agar menuruti segala ambisinya. Akhirnya pemerintah hanya bagaikan kerbau yang telah dicucuk hidungnya, yaitu tunduk patuh pada investor. Dampaknya, kebijakan-kebijakan yang pemerintah keluarkan tidak lagi berpihak pada rakyat, tetapi hanya pada investor.
Demikian juga dengan kebijakan utang luar negeri. Sebagaimana kebijakan dengan membuka keran investasi, utang luar negeri yang berbasis riba pun sejatinya adalah jebakan. Negara pemberi utang tentunya akan meminta syarat-syarat yang harus dipatuhi pengutang. Tidak sekadar bunga yang tinggi, tetapi juga tekanan-tekanan lainnya.
Akibatnya, APBN Indonesia akan terus terkuras untuk membayar utang beserta bunganya. Tidak heran jika kebutuhan pokok rakyat seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain-lain yang seharusnya bisa didapat dengan mudah bahkan gratis, justru tidak mampu dipenuhi oleh negara.
Dengan demikian, memenuhi kebutuhan APBN Indonesia dengan mengandalkan pajak, membuka investasi, dan utang luar negeri, tidak akan berhasil atau tercukupi, bahkan akan makin defisit. Namun, inilah cara-cara yang harus ditempuh pemerintah yang menerapkan ideologi kapitalisme, yakni ideologi buatan penjajah yang rusak dan bersifat merusak. Oleh karena itu, selama negeri ini menerapkan ideologi kapitalisme yang di dalamnya ada demokrasi, sekularisme, liberalisme, jangan berharap APBN Indonesia akan tercukupi, apalagi surplus.
APBN Tangguh dengan Islam
Akan berbeda jika Indonesia menerapkan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem Islam, ketika APBN mengalami defisit, harus ditangani segera. Hal ini karena berkaitan dengan keberlangsungan hajat hidup rakyat serta kedaulatan dan keamanan negara. Solusi defisitnya APBN tentu saja bukan dengan utang luar negeri berbasis riba karena praktik riba hanya akan mengundang kemurkaan Allah Swt. Dalam Al-Qur'an disebutkan betapa mengerikannya risiko bagi para pelaku riba, di antaranya,
اَلَّذِيۡنَ يَاۡكُلُوۡنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوۡمُوۡنَ اِلَّا كَمَا يَقُوۡمُ الَّذِىۡ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيۡطٰنُ مِنَ الۡمَسِّؕ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan setan karena gila.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Dalam sistem pemerintahan Islam, APBN hampir tidak pernah mengalami defisit, kecuali jika ada kejadian luar biasa seperti bencana alam atau wabah. Jika ada kejadian seperti itu dan negara membutuhkan dana yang harus segera, barulah pajak boleh diberlakukan. Itu pun hanya kepada mereka yang mampu saja.
Namun, hal tersebut tidak pernah terjadi karena APBN bersistem Islam memiliki beberapa sumber pos pemasukan yang sangat banyak. Sumber-sumber tersebut terkumpul dalam baitulmal. Di antara yang terbesar adalah dari pos kepemilikan umum, yaitu sumber daya alam (SDA). Sebuah nas menyebutkan bahwa SDA haram hukumnya untuk diprivatisasi, baik oleh individu, swasta, apalagi oleh asing.
Oleh karena itu, SDA yang ada akan dikelola dengan mengerahkan segenap daya upaya oleh putra bangsa. Hasilnya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat seperti gaji pegawai, kecukupan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain-lain.
Selain dari SDA, pemasukan didapat dari pos anfal, jizyah, fai, harta yang tidak memiliki ahli waris, dan lain-lain. Dengan banyaknya sumber pendapatan maka APBN bersistem Islam tidak akan pernah kekurangan karena memiliki sumber pemasukan yang sangat banyak. Bahkan, APBN akan surplus. APBN dalam Islam juga tidak menunggu dianggarkan dahulu secara tahunan, tetapi ketika rakyat telah membutuhkan pengadaannya maka akan langsung diupayakan dengan segera.
Demikianlah gambaran jika negeri ini menerapkan sistem APBN secara Islam. Hasilnya, APBN Indonesia tidak akan pernah tekor atau defisit, apalagi hingga terjadi berulang-ulang sebagaimana pada sistem kapitalisme demokrasi. Oleh karena itu, selama negeri ini menerapkan sistem kapitalisme yang notabene buatan penjajah, negeri ini hanya akan menuju pada kesengsaraan dan kebinasaan. Dengan demikian, tunggu apa lagi? Segera ganti sistem pemerintahan yang fasad saat ini dengan sistem Islam yang merupakan solusi hakiki.
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Indonesia akan selamanya tekor APBN nya selama msh berkutat dgn sistem kapitalisme