Pejuang Keluarga dalam Bayang-Bayang Kesejahteraan

Pejuang keluarga

Ketika Islam diambil sebagai pandangan hidup sekaligus aturan, maka kesejahteraan para pejuang keluarga terwujud, demikian dengan pemenuhan hajat masyarakat secara umum.

Oleh. Atien
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Harap-harap cemas. Kalimat tersebut sepertinya paling tepat untuk menggambarkan isi hati para buruh seluruh Indonesia di akhir tahun 2025.  Ya, mereka sedang menantikan sebuah keputusan besar mengenai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026 yang akan disampaikan pada Jumat (21/11). Sayangnya, besarnya angka kenaikan upah tersebut belum menghasilkan sebuah kesepakatan antara para buruh dan pengusaha.

Para buruh yang bernaung di Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut kenaikan upah sebesar 6,5—10,5 persen. Tuntutan tersebut disandarkan kepada kalkulasi inflasi, laju ekonomi, dan indikator tertentu. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Said juga menyampaikan akan ada aksi mogok kerja besar-besaran jika tuntutan para pekerja tidak disetujui.

Harapan Pengusaha

Sementara itu, perwakilan dari para pengusaha mengharapkan adanya keputusan yang adil agar tidak merugikan para pekerja maupun pengusaha. Harapan tersebut diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani.

Shinta juga berharap isi dari putusan pemerintah tentang UMP 2026 nanti bisa menjadi penengah bagi para pekerja maupun pengusaha. Intinya, keputusan tersebut benar-benar memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak ada yang merasa dirugikan satu sama lain.

Respons Pemerintah

Semua harapan para pekerja maupun pengusaha terkait kenaikan UMP 2026 langsung mendapatkan respons dari pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli. Menurutnya, keputusan UMP 2026 akan berbeda dari tahun sebelumnya karena mempunyai dasar hukum sendiri setelah munculnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Yassierli juga menegaskan bahwa penentuan metode baru UMP akan merujuk pada putusan MK yang telah mengganti beberapa pasal di UU Cipta Kerja karena tidak sesuai dengan UUD 1945.

Respons serupa juga datang dari Tenaga Ahli Utama Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luthfi Ridho. Luthfi menjelaskan bahwa keputusan yang akan diambil pasti akan melihat kepentingan kedua belah pihak baik pekerja maupun pengusaha. (BBC Indonesia, 17-11-2025)

Polemik tentang kenaikan UMP antara pekerja dan pengusaha tentu menyisakan pertanyaan besar di tengah-tengah masyarakat tentang langkah yang akan diambil oleh pemerintah. Akankah pemerintah berpihak kepada para pekerja? Lantas, seberapa besar pengaruh kenaikan UMP di tengah-tengah sistem yang tidak memihak mereka? Dan bagaimana pandangan Islam terhadap nasib para pekerja?

Mengenal UMP

Dikutip dari laman Jobstreet pada15-3-2025, UMP merupakan singkatan dari Upah Minimum Provinsi. Berdasarkan hal itu, UMP diartikan sebagai standar upah terendah yang ditetapkan oleh seorang gubernur di suatu daerah. Dengan demikian, para pengusaha yang ada di daerah tersebut wajib menaati aturan yang berlaku saat membayar upah pekerja.

Selain itu, UMP juga menjadi hal yang krusial karena memiliki fungsi untuk melindungi pekerja dari berbagai kejahatan di dunia kerja yang bisa terjadi kapan saja. Hal tersebut dijelaskan oleh ILO (International Labour Organization) atau Organisasi Buruh Internasional.

Dengan demikian, adanya UMP ini, para pekerja dipastikan menerima haknya secara utuh atas pekerjaan yang dilakukannya sekaligus sebagai dasar pembayaran upah pekerja di wilayah tersebut.

Fakta di Lapangan

Sayangnya, kebijakan UMP yang dijadikan acuan untuk membayar pekerja tidak selalu berjalan mulus. Kondisi tersebut disebabkan oleh besarnya upah yang diterima para pekerja ternyata jauh di bawah standar ditetapkan dalam UMP.

Hal tersebut didasarkan pada data yang dirilis oleh BPS bahwa ada 41,46 juta pekerja Indonesia yang mendapatkan gaji Rp2 juta atau lebih. Angka tersebut ternyata mewakili 62% dari jumlah pekerja selama Februari 2025. Itu artinya, masih ada 38% pekerja Indonesia yang mendapatkan upah di bawah Rp2 juta per bulan.

Data selengkapnya menunjukkan bahwa
sebanyak 8,25 juta pekerja memperoleh upah Rp1,5 juta–Rp2 juta, kemudian 7,21 juta pekerja digaji antara Rp1 juta–Rp1,5 juta. Sementara sisanya mendapatkan upah di bawah Rp1 juta per bulan. Lebih memprihatinkan lagi, ternyata ada 500 ribu pekerja yang hanya mendapatkan upah kurang dari Rp200 ribu per bulan. Angka tersebut tentu sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sementara itu, masih menurut BPS, dari 54,06 juta pekerja termasuk pegawai dan karyawan, ternyata baru 47,22 % yang mendapatkan upah sesuai UMP. Itu artinya baru 25,53 juta pekerja yang mendapatkan upah sesuai haknya. Sedangkan 28,53 juta pekerja lainnya masih di bawah kelayakan.
(GoodStats, 20-6-2025)

Data di atas tentu menjadi hal yang memprihatinkan di tengah-tengah komitmen pemerintah yang katanya ingin menyejahterakan para pekerja yang notabene pejuang keluarga. Kondisi tersebut tentu harus segera mendapatkan perhatian dan langkah nyata dari pemerintah agar kesejahteraan para pekerja bukan hanya impian semu.

Dilema para Pejuang Keluarga

Harapan para pekerja untuk mendapatkan upah yang layak sejatinya bukanlah hal yang berlebihan ataupun muluk-muluk. Sebab, pada faktanya kehidupan mereka sangat jauh dari kata sejahtera dan berkecukupan.

Kehidupan para pekerja sebagai pejuang keluarga tentu tidak bisa dilepaskan dari upah yang diterimanya. Dari upah tersebut, mereka berusaha memenuhi kebutuhan hidup yang dari hari ke hari makin bertambah jumlahnya. Padahal, upah yang diterimanya jumlahnya tetap sama.

Sebagai pekerja, mereka juga tidak punya pilihan yang lebih baik selain tetap dengan pekerjaannya. Sebab, hanya itu yang bisa mereka lakukan untuk tetap bisa bertahan hidup dan memenuhi semua keperluannya. Ibarat buah simalakama, itulah dilema yang dihadapi oleh para pejuang keluarga.

Pil Pahit Kebijakan Negara

Fakta di atas tentu makin mengaburkan gambaran kesejahteraan rakyat termasuk para pekerja. Pasalnya, roda perekonomian keluarga tergantung dari loyal tidaknya perusahaan kepada mereka terkait dengan kewajibannya. Kewajiban tersebut meliputi hal-hal yang sudah ada di dalam kesepakatan antara mereka. Sayangnya, kesepakatan dan segala hal yang ada di dalam skema UMP tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Mirisnya lagi, negara tidak bisa memberikan kepengurusannya ketika para pekerja merasa dirugikan. Hal itu karena negara hanya berfungsi sebagai perantara antara pekerja dan pengusaha dalam membuat aturan terkait upah dan segala yang berhubungan dengannya. Alhasil, para pejuag keluarga hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada.

Di samping itu, berbagai kebijakan dari negara juga turut andil dalam memberatkan beban para pekerja. Lihat saja harga-harga kebutuhan pokok yang makin merangkak naik menjelang akhir tahun. Belum lagi terkait akses kesehatan, pendidikan, dan berbagai layanan publik juga makin susah untuk dijangkau oleh para pekerja. Di sini, lagi dan lagi, para pekerja juga yang harus menelan pil pahit kekecewaan karena kebijakan tersebut.

Kondisi Pekerja di Sistem Buatan Manusia

Kekecewaan demi kekecewaan yang harus dirasakan oleh para pekerja membuat mereka tak pernah bisa move on dari semua masalah yang mengikutinya. Hal itu bukan karena mereka tak berusaha tetapi keadaanlah yang memaksanya. Masalahnya, ada saja aturan dari perusahaan yang tidak sesuai dengan aturan di dalam perjanjian kerja, seperti; minimnya upah yang diberikan, terbatasnya fasilitas perusahaan, jam kerja yang tidak jelas, upah yang terlambat dibayarkan, dan berbagai tunjangan lainnya. 

Fenomena di atas menggambarkan bahwa perusahaan tak segan-segan mengeksploitasi para pekerja. Di sini, kerja keras sepanjang waktu untuk perusahaan ternyata tidak dihargai dengan benar. Sebaliknya, perusahaan justru memanfaatkan kondisi pekerjanya yang terdesak kebutuhan hidup. Hal tersebut membuat para pekerja rela digaji dengan upah yang rendah.

Minimnya gaji dan segala hal yang merugikan pekerja alias pejuang keluarga adalah salah satu cara bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan.

Pasalnya, mereka menganut rumus pengeluaran sekecil-kecilnya tetapi bisa mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan rumus tersebut para pengusaha bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.

Standar Sistem Rusak

Pemahaman yang demikian menjadi hal yang wajar bagi penganut sistem rusak. Hal itu memang sejalan dengan standar hidupnya yang menganggap bahwa materi merupakan sumber kebahagiaan. Maka tak heran, banyak perusahaan yang berbuat sewenang-wenang. Semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan kenikmatan dunia yang hanya sebentar.

Baca: pekerjaan sulit jadi pmi ilegal pilihan rumit

Standar kebahagiaan yang demikian merupakan tujuan hidup di dalam sistem kapitalisme liberal. Di dalam sistem ini, seseorang akan berusaha mendapatkan segalanya meskipun dengan cara-cara yang merugikan orang lain. Intinya, semua jalan akan ditempuhnya agar tercapai apa yang menjadi keinginannya, termasuk menzalimi sesamanya.

Pekerja dalam Sistem Islam

Kondisi di atas tidak akan dialami oleh para pekerja saat mereka ada di dalam sistem Islam. Fakta tersebut dibuktikan dalam sebuah hadis yang artinya:

"Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini merupakan perintah kepada manusia dalam hal ini adalah pengusaha untuk memberikan gaji kepada pekerjanya tepat waktu. Pemberian tersebut merupakan bagian dari transaksi di antara mereka terkait dengan akad ijarah (pengupahan) yang disepakati dengan adil dan penuh kerelaan. Di sini tidak boleh terjadi kezaliman terhadap pekerja karena Islam melarang hal tersebut. Oleh karena itu, kedua belah pihak harus sama-sama memenuhi hak dan kewajibannya sesuai kesepakatan.

Sementara untuk pemenuhan kebutuhan hidup termasuk kesejahteraan bagi pekerja, hal itu merupakan kewajiban negara.  Dalam hal ini yang dikenai kewajiban tersebut adalah penguasa atau pemimpin. Perintah tersebut telah dikabarkan oleh Rasul saw. di dalam hadis yang artinya:

"Imam/ khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya." (HR Muslim)

Islam dan Jaminan Kesejahteraan

Dengan demikian, adanya pemenuhan kebutuhan hidup terkait pakaian, tempat tinggal, dan ketersedian bahan pokok tentu menjadi urusan negara. Begitu pula dengan fasilitas pendidikan, kesehatan, maupun keamanan. Semua itu merupakan kewajiban negara kepada seluruh rakyatnya termasuk para pekerja.

Demikianlah jaminan kesejahteraan dalam Islam yang mutlak diberikan kepada seluruh rakyat tanpa memandang asal usul maupun status sosial. Intinya, semua sama di hadapan hukum Islam.

Hanya saja, jaminan tersebut baru bisa terwujud ketika Islam diambil sebagai pandangan hidup sekaligus aturan di dalam segala aspek. Jika tidak, kesejahteraan yang menjadi harapan para pejuang keluarga hanya sebuah bayang-bayang semu yang mustahil untuk didapatkan olehnya maupun rakyat pada umumnya. Wallahu a'lam bish-shawwab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Atien Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Kodokushi: Krisis Mental di Alam Kapitalisme
Next
Mengembalikan Peran Hakiki Seorang Ayah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Atien
Atien
21 days ago

Jazakillah Khoir Mom dan Tim Nali

Novianti
Novianti
20 days ago

Mestinya tuntutan buruh kepada penguasa agar harga kebutuhan pokok terjangkau. Pendidikan dan kesehatan dijamin negara. Jika pada pengusaha, nanti ada PHK dengan dalih efisiensi. Pemgusaha dan buruh sama-sama susah dan korban dalam sistem kapitalisme

Ummu zay
Ummu zay
20 days ago

Nasib pekerja dalam cengkraman sistem kapitalisme sangat memprihatinkan. Harapan kesejahteraan sirna ketika regulasi dalam UU Cipta Kerja terlihat lebih pro terhadap korporasi. Hanya dalam implementasi sistem Islam nasib pekerja akan diatur dengan kebijakan aturan hukum Islam sehingga kesejahteraan dapat terealisasi

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram