Kapitalisme: Dalang di Balik Ketakutan Menikah

Ketakutan Menikah

Kapitalisme menyebabkan mereka lebih takut miskin daripada takut tidak menikah karena banyak pernikahan yang gagal bermula dari masalah ekonomi.

Oleh. Aryndiah
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Pernikahan adalah salah satu perjalanan penting dalam hidup manusia. Namun, seiring berjalannya waktu makna pernikahan pun bergeser. Dulu, pernikahan dianggap sebagai pintu utama menuju kedewasaan dan kemapanan yang menjadikannya sebagai kewajiban sosial dan suatu langkah hidup yang tidak dapat dihindari. Namun, di era modern ini cara pandang terhadap pernikahan berubah drastis. Pernikahan bukan lagi menjadi “kewajiban”, karena banyak orang yang menjadikan pendidikan, pekerjaan, pencapaian pribadi, atau kestabilan mental sebagai prioritas utama sebelum mempertimbangkan menikah.

Pergeseran Cara Pandang Pernikahan

Generasi modern menilai bahwa pernikahan bukan lagi dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai kebahagiaan atau kestabilan, tetapi sebagai salah satu pilihan dari banyak jalur dalam perjalanan hidup.

Adanya pergeseran cara pandang terhadap pernikahan ini, sejatinya dapat dikaitkan dengan fenomena “marriage is scary”, yaitu narasi untuk menunjukkan rasa takut seseorang terhadap pernikahan. Saat ini pernikahan dianggap sebagai momok yang menakutkan, karena banyak narasi atau fakta-fakta di lingkungan atau media sosial terhadap kasus pernikahan yang gagal akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan, ketidakcocokan nilai dan tujuan hidup, emosi yang tidak stabil, masalah keuangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Hal inilah yang akhirnya memunculkan rasa takut pada benak mereka sebagai bentuk refleksi mendalam pada kasus-kasus yang terjadi, terutama dalam hal realitas ekonomi.

Luka Ekonomi

Ekonomi adalah hal sensitif bagi generasi saat ini, bahkan mereka lebih takut hidup miskin dibanding takut tidak menikah. Menurutnya, saat ini masyarakat hidup dalam ketidakpastian ekonomi. Ketidakpastian ini terjadi akibat sulitnya lapangan pekerjaan, gelombang PHK yang terus menghantui mereka kapan pun, dan harga kebutuhan pokok yang makin melambung tinggi. Kesulitan inilah yang membuat mereka lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan menabung untuk masa depan.

Wajar di saat seperti ini mereka rela bekerja apapun agar kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi sekalipun dengan upah yang sangat minim. Bahkan mereka mengungkapkan bahwa penghasilan rata-rata mereka jauh lebih rendah daripada generasi sebelumnya, padahal biaya hidup semakin mahal. Hal inilah yang menyebabkan melonjaknya rasa cemas dan takut miskin di kalangan generasi, terutama dalam hal pernikahan, karena kebanyakan generasi menganggap menikah adalah sesuatu yang mahal.

Inilah bentuk “luka ekonomi” yang dialami oleh generasi saat ini, luka yang terjadi akibat kerusakan pada sistem perekonomian dalam jangka menengah atau panjang akibat dari krisis ekonomi, yang bermula dari masa pandemi Covid 19 (Kompas.id, 27-11-2025).

Dampak Sistem Kapitalisme

Benar bahwa luka ini telah menyebabkan masyarakat hidup dalam kesengsaraan. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah kesengsaraan dan kesulitan ini sejatinya akibat dari penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan, bukan sejak masa pandemi. Kapitalisme telah lama meracuni pemahaman umat dengan menjadikan hidup ini hanya berorientasi pada materi semata. Materi dianggap sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan. Maka, untuk mencapai kebahagian itu perlu materi yang sangat besar untuk mewujudkannya. Jika tidak mampu, maka jangan berharap bisa mencapai kebahagiaan, termasuk dalam hal pernikahan.

Sejatinya mereka tahu betul bahwa kapitalisme-lah yang membuat segalanya menjadi sulit. Namun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena seberapa keras usaha dan upaya yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh masih belum mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Inilah yang menyebabkan mereka lebih takut miskin daripada takut tidak menikah karena banyak pernikahan yang gagal bermula dari masalah ekonomi.

Sistem Pendidikan Kapitalis

Di samping itu, sistem pendidikan saat ini juga berperan dalam merusak pemahaman generasi, karena standar dalam pendidikan pun juga diukur berdasarkan materi belaka yang menyebabkan peserta didik hanya belajar untuk mengejar materi dengan cara yang mereka inginkan.

Belum lagi pengaruh media sosial yang sangat masif. Banyak informasi positif atau negatif di sana. Namun, ketika ada berita buruk, maka akan hadir beberapa pihak yang sengaja membangun narasi negatif untuk memunculkan rasa takut dan cemas dalam benak generasi, seperti kegagalan pernikahan publik figur, ajakan untuk tidak menikah, childfree, dll.

Sebagai bentuk pengalihan, mereka akan memilih melihat konten pasangan yang bahagia hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, pasangan yang menikah tetapi mengampanyekan childfree atau konten-konten flexing publik figur. Padahal, konten seperti ini hanya akan membentuk dirinya menjadi pribadi yang liberal, konsumtif, dan hedon.

Inilah buah dari pendidikan liberal ala kapitalis, generasi telah terpapar oleh racun-racun pemikiran yang berbahaya. Mereka terbiasa terdidik untuk melakukan apapun yang mereka mau, tanpa memandang apakah pemahaman dan perilakunya benar atau salah. Semua mereka lakukan semata untuk mencapai kebahagian semu.

Parahnya, di kondisi ini negara tidak pernah hadir untuk mengatasi kesulitan rakyatnya. Negara seolah abai akan tanggung jawabnya mengurus rakyat. Mereka hanya berpihak pada oligarki, keberpihakan ini menyebabkan pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator atas kebijakan-kebijakan yang menguntungkan oligarki dan pribadinya tanpa peduli bahwa kebijakan bodohnya telah menyebabkan ratusan juta orang hidup dalam jurang kesengsaraan. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban atas ketidakbecusan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan hidup rakyat dan mereka membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk bertahan hidup.

Baca juga: Kodokushi: Krisis Mental di Alam Kapitalisme

Paradigma Islam

Berbeda dengan kapitalis liberal, negara Islam bertanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Ketika masyarakat mengalami kesulitan hidup maka negara wajib memenuhi kebutuhan hidupnya, saat masyarakat kesulitan mencari pekerjaan maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan memberikan pelatihan kepada siapapun yang belum memiliki keterampilan kerja. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada rakyat.

Di samping itu, penerapan sistem ekonomi Islam menjadikan seluruh pengelolaan sumber daya alam hanya dilakukan oleh negara, bukan asing/swasta sebagaimana sistem kapitalisme, kemudian hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat sepenuhnya untuk menjamin kesejahteraan hidup masyarakat.

Sistem Pendidikan Islam

Dari segi pendidikan, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Penerapan ini akan membentuk pola pikir dan pola sikap generasi berdasarkan akidah Islam. Akidah inilah yang akan membentengi mereka dari sikap liberal dan materialis. Sehingga, kemampuan dan potensinya akan tersalurkan secara tepat untuk kemaslahatan umat semata.

Pemenuhan Kebutuhan Pokok

Dari segi keluarga, negara juga berkewajiban untuk memberikan penguatan bahwa menikah bukanlah suatu momok buruk melainkan adalah ibadah sekaligus ikatan untuk melanjutkan keturunan. Benar, bahwa menikah membutuhkan kesiapan fisik dan mental, namun perlu diingat bahwa Islam telah memberikan kemudahan bagi siapapun yang ingin menikah, tidak perlu takut miskin, karena negara yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya dan tidak akan membiarkan rakyatnya memikul beban hidupnya sendiri.

Sebagaimana firman Allah Swt.,

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32).

Sungguh hanya Islam saja yang mampu menjadi solusi atas setiap problematika hidup saat ini. Maka sudah menjadi kewajiban bagi umat islam untuk terus berdakwah menyadarkan umat akan urgensi penerapan sistem Islam dalam kehidupan saat ini di bawah naungan Khilafah islamiyyah. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Aryndiah Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Menyoal Gelondongan Kayu dalam Banjir Sumatra
Next
Alam Murka akibat Keserakahan Manusia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram