
Hidup sejahtera bukan hanya tentang memiliki materi yang cukup, tetapi tentang hidup dengan tenang, bermartabat, dan terhindar dari keputusasaan.
Oleh. Susi Rahma S.Pd.
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id--Majelis Taklim Lentera Quran kembali digelar pada tanggal 5 Oktober 2025, bertempat di masjid Raya Bandung, jalan Lengkong Bandung dengan pembicara Ustazah Unung Kurniati S.S. Majelis taklim kali ini mengangkat tema 'Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam' (Tadabbur QS. An-Nisa’ [4]: Ayat 29). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
(QS. An-Nisa [4]: 29)
Ayat ini memberikan peringatan keras kepada kaum beriman agar tidak terjerumus dalam praktik-praktik ekonomi yang batil, seperti penipuan, korupsi, riba, dan bentuk-bentuk pengambilan harta yang tidak sah lainnya. Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah melarang keras kaum Muslim untuk memakan harta sesama mereka secara tidak benar, dan sebaliknya, mendorong agar segala bentuk transaksi ekonomi dilakukan dengan prinsip saling ridha (kerelaan bersama). Ayat ini juga menegaskan larangan untuk membunuh diri sendiri, sebuah peringatan yang sangat relevan dalam konteks kehidupan modern saat ini, di mana tekanan hidup sering kali membuat manusia kehilangan harapan.
Fenomena Bunuh Diri karena Masalah Ekonomi
Sayangnya, nilai-nilai luhur dari ayat ini belum sepenuhnya menjadi panduan hidup di tengah masyarakat. Salah satu contoh nyata adalah kasus tragis yang terjadi di Banjaran, di mana seorang ibu nekat membunuh anaknya lalu mengakhiri hidupnya sendiri karena terlilit utang pinjaman online (pinjol). Peristiwa ini bukanlah kasus tunggal. Data dari Pusat Psikologi Nasional Bareskrim Polri mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Agustus 2024 terjadi 849 kasus bunuh diri di Indonesia, dan 32% di antaranya dilatarbelakangi oleh tekanan ekonomi.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesulitan ekonomi dapat menjadi pemicu utama seseorang kehilangan harapan dan melakukan tindakan nekat. Dalam banyak kasus, masalah ekonomi bukan hanya menimpa individu, tetapi juga berimbas pada anak-anak, keluarga, dan komunitas sekitar. Inilah yang menjadi ironi besar di negeri yang kaya akan sumber daya alam, namun masih banyak rakyatnya yang hidup dalam tekanan ekonomi yang mencekik.
Baca juga: Filisida Maternal dalam Genggaman Kapitalisme
Akar Permasalahan: Sistem Sekuler Kapitalistik
Salah satu akar utama dari permasalahan ini adalah diterapkannya sistem kehidupan sekuler dan kapitalistik yang menempatkan kekayaan dan materi sebagai tujuan utama hidup. Sistem ini menciptakan manusia-manusia yang rapuh secara spiritual, egois dalam bersosialisasi, dan penuh tekanan dalam menghadapi kehidupan.
Sistem ini juga melahirkan kebijakan-kebijakan yang membuka lebar pintu bagi penguasaan harta secara batil. Pinjaman online berbunga tinggi, judi online, dan bisnis-bisnis haram lainnya tumbuh subur tanpa kendali negara. Harta terus terkonsentrasi di tangan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat berjuang untuk bertahan hidup.
Padahal, Allah dengan jelas telah melarang praktik-praktik ekonomi yang batil. Dan ketika individu tidak memiliki pegangan keimanan yang kuat serta masyarakat kehilangan kepedulian terhadap sesamanya, maka penderitaan individu semakin dalam tanpa ada tangan yang menolong.
Pandangan Islam terhadap Bunuh Diri dan Takut Miskin
Dalam Islam, tindakan bunuh diri maupun membunuh anak karena takut miskin adalah perbuatan yang sangat dilarang. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 31:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu…"
Bunuh diri atau membunuh karena tekanan ekonomi adalah bentuk keputusasaan terhadap rahmat Allah. Ini adalah bentuk kelemahan iman yang sangat disayangkan. Padahal, Islam telah menawarkan solusi konkret dan sistematis untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera dan bermartabat, baik untuk individu, masyarakat, maupun negara.
Solusi Islam: Membangun Tiga Pilar Kehidupan Sejahtera
Islam membangun kehidupan yang sejahtera dengan membentuk tiga pilar utama:
Pertama, individu yang kuat keimanannya.
Islam menanamkan akidah yang kuat bahwa rezeki berasal dari Allah, bukan dari manusia atau sistem buatan manusia. Dengan keimanan ini, seorang Muslim akan selalu bersabar, bertawakal, dan optimis dalam menghadapi kesulitan hidup. Ia tidak mudah putus asa, apalagi sampai mengakhiri hidupnya karena masalah dunia.
Kedua, masyarakat yang peduli dan peka
Islam mendorong terciptanya masyarakat yang peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Dalam hadis disebutkan:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika tetangga melihat tetangganya kesulitan, mereka tidak tinggal diam. Ada gotong royong, solidaritas, dan empati. Masyarakat seperti inilah yang menjauhkan anggotanya dari keputusasaan.
Ketiga, negara yang menjamin kesejahteraan rakyat.
Negara dalam sistem Islam (Khilafah) bertanggung jawab langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Negara tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi penjamin langsung terhadap kebutuhan dasar rakyat, seperti:
Membuka lapangan kerja dan memberikan akses modal/lahan. Menjamin pendidikan, kesehatan (termasuk kesehatan jiwa), dan keamanan. Membantu mereka yang tidak mampu bekerja karena usia, sakit, atau kondisi tertentu
Semua ini bisa dilakukan karena Islam memiliki sistem keuangan negara (baitulmal) yang mandiri dan cukup, bersumber dari zakat, kharaj, fai, ghanimah, dan pengelolaan sumber daya alam yang haram diswastakan.
Menutup Jalan-Jalan Ekonomi Batil
Islam secara tegas melarang praktik-praktik yang menyengsarakan rakyat seperti riba (termasuk pinjol), perjudian, dan transaksi yang tidak jelas (gharar). Negara bertugas menutup semua akses ini dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya serta keharamannya. Inilah bentuk kasih sayang Islam terhadap manusia, sebagaimana penutup surah an-Nisa ayat 29 yang menyebut:
"Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
Penutup
Hidup sejahtera bukan hanya tentang memiliki materi yang cukup, tetapi tentang hidup dengan tenang, bermartabat, dan terhindar dari keputusasaan. Semua itu hanya bisa dicapai jika manusia kembali kepada aturan hidup yang diturunkan oleh Allah, yaitu Islam.
Tadabbur QS. An-Nisa’ ayat 29 mengingatkan kita untuk menjauhi jalan-jalan yang batil dalam mencari harta, dan menjauhkan diri dari keputusasaan dalam menghadapi hidup. Dalam naungan sistem Islam yang kaffah, kesejahteraan bukan sekadar impian, tapi kenyataan yang pernah terwujud dan bisa terulang kembali.
Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali kepada aturan Allah dan menjadi bagian dari perubahan menuju kehidupan yang lebih baik, dalam naungan rahmat dan kasih sayang-Nya. Aamiin. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
