Seharusnya anak bukanlah menjadi alasan untuk tidak berkarya. Justru harus mampu men-challenge diri untuk menjadi penulis ideologis yang tangguh.
Oleh. Rastias
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Pada bulan kemarin, tepatnya tanggal 3 Agustus 2024, Mbak Sulastri share info di grup Tim TOS Wangon tentang NarasiPost.Com yang akan mengadakan bedah buku My Story bersama penulisnya, Mom Andrea. Lantaran aku penasaran banget dengan isi buku tersebut, akhirnya memutuskan untuk menghubungi Mbak Dia selaku narahubung acara. Apalagi aku juga melihat story WhatsApp Mbak Sulastri yang mengunggah gambar buku My Story dengan caption, "The Best Mom Andrea" sehingga bertambah rasa penasaranku.
Hari itu juga aku langsung hubungi Mbak Dia. Dalam percakapan, beliau meminta aku untuk list di Konapost. Aku bingung dong, Konapost itu apa? Kemudian Mbak Dia tanya kembali, apakah aku sudah tergabung dalam grup Konapost. Aku jawab, "belum".
Akhirnya beliau menjelaskan untuk tergabung di grup Konapost harus kirim naskah ke NarasiPost.Com dahulu. Aku yang masih dalam kebingungan dengan Konapost, layaknya anak yang patuh sama ibunya. Aku akhirnya mengirim link naskah yang pernah publish di NarasiPost.Com.
Beberapa menit kemudian aku dimasukkan grup Konapost. Untuk mencari jawaban kebingunganku, akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada Mbak Sulastri karena beliau juga tergabung di grup yang sama.
Bahagia dan Kekhawatiranku
Terjawab sudah kebingunganku tentang Konapost. Jujur aku bahagia banget bisa masuk grup tersebut, disandingkan dengan penulis-penulis hebat, bisa belajar banyak melalui sharing-sharing ilmu kepenulisan, dan ada ujian yang diadakan tiap pekannya di grup Konapost untuk men-challenge diri.
Di sisi lain, aku khawatir apakah bisa menetaskan tulisan-tulisan tiap harinya atau mungkin tiap pekannya. Apalagi aku terbilang masih amatir dalam dunia literasi sehingga rasa kurang percaya diri itu terus menggerogoti.
Dahulu sebelum aku mengenal NarasiPost.Com, lebih tepatnya ketika masih awal banget belajar Islam secara kaffah, bisa dibilang girah menulis lagi bagus-bagusnya. Setiap ada TOR dari musrifahku langsung dieksekusi dan disetorkan ke musrifahku. Beliaulah yang mengirim naskahku ke media. Jadi, bisa dibilang aku terima beres sehingga aku tidak tahu media-media mana yang sudah menerima naskah tersebut.
Semenjak aku melahirkan, girah menulis itu terbang bagai ditiup angin. Banyak adaptasi yang harus aku lewati. Mulai dari adaptasi dengan peran baru, amanah baru, dan adaptasi dengan kondisi LDR dengan suami. Setelah sebulan melahirkan, suami kembali lagi ke Ponorogo untuk bekerja, sedangkan aku tetap di Banyumas.
Sibuk Bukan Alasan Malas Men-challenge Diri
Aku melahirkan secara caesar, inilah salah satu alasan kenapa aku tinggal di Banyumas dahulu. Apalagi kondisiku waktu itu bisa dibilang perlu ada orang yang membersamai setiap waktu, sedangkan suami harus bekerja. Setelah operasi caesar, aku merasakan pusing bahkan bumi ini rasanya seperti berputar. Untuk tidur pun harus dengan duduk, ketika berbaring bumi terasa berputar-putar. Semua ini berlangsung kurang lebih dua minggu. Saat aku konsultasi ke bidan, katanya karena darah rendah, kurang tidur, dan keletihan.
Kurang tidur dan keletihan merupakan hal wajar ketika mempunyai seorang anak apalagi masih bayi. Harus bangun malam memberi ASI, mengganti popok, mengayun, dan sebagainya. Bukankah itu kewajiban seorang ibu? Dalam Islam, ibu tugas utamanya adalah ummun wa rabbat al-bayt (ibu dan pengatur rumah suaminya).
Jelaslah seorang ibu tidak hanya bertugas mengurus dan mendidik anak, tetapi mengurus semua pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, menyapu, dan masih banyak lagi. Karena itu, sebagai ibu harus strong dan mampu mengerjakan semua kewajibannya dengan baik.
Baca: denting-nasihat-kehidupan/
Akhirnya menulis pun belum terealisasi optimal seperti dahulu. Sekarang anak udah usia 18 bulan, tetapi masih saja menjadi alasan untuk tidak menulis. Anak menangis minta ponsel ketika melihat ibunya memegang benda itu. Dikasih pun, bukannya anteng malah tambah rewel. Akhirnya aku tidak bisa menulis karena kesulitan pegang ponsel. Bisa pegang ponsel hanya saat anak sedang tidur, sedangkan kalau siang hari anak disuruh tidur susah banget.
Seharusnya anak bukanlah menjadi alasan untuk tidak berkarya. Justru harus mampu men-challenge diri untuk menjadi penulis ideologis yang tangguh. Sekaligus memberi contoh bahwa sebagai seorang muslim, poros kehidupannya adalah dakwah. Aku sadari inilah kekhilafanku melupakan visi yang sudah ditentukan.
Saatnya Men-challenge Diri
Challenge Milad ke-4 NP akhirnya tiba. Bismillah aku niatkan untuk menaklukkannya. Seperti tahun sebelumnya, NarasiPost.Com mengadakan challenge buat sobat Konapost dan sobat literasi lainnya. Namun, kali ini lebih istimewa. Pasalnya, setiap peserta yang ikut challenge akan dibagi menjadi tiga kelompok agar yang menang tidak hanya dia, dia, dan dia saja. Wah, bakalan seru nih.
Reward yang ditawarkan dalam challenge ini banyak dan tentunya sangat menarik, salah satunya 1 gram emas. Siapa coba yang tidak tertarik? Semuanya pasti ingin, termasuk aku. Itu merupakan hal wajar karena sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai naluri (gharizah baqa’) yang sama, yaitu mempertahankan diri, rasa ingin memiliki, diakui, dihargai, dan ingin menang.
Dalam sebuah perlombaan, menang dan kalah itu sudah biasa. Sebaiknya kita kembalikan lagi pada tujuan awal menulis. Luruskan niat untuk mendapat rida Allah sehingga saat kalah tidak kecewa, menang pun tidak jemawa.
Ini pertama kali aku ikut challenge di NarasiPost.Com. Ada rasa senang, takut, dan khawatir. Bagaimana tidak, ternyata oh ternyata salah satu kriterianya juga sama dengan challenge publish naskah, yakni menulis minimal lima naskah dalam sebulan. Kemarin tidak jadi ikut karena alasan tersebut dan takut tidak bisa pegang ponsel, tetapi nyatanya kali ini ikut.
Namun, tidak masalah hitung-hitung untuk men-challenge diri sendiri agar kembali produktif dalam menggerakkan opini Islam. Bismillah tetap jalani, nikmati prosesnya, dan terus berdoa serta berprasangka baik kepada Allah. Bukankah Allah sesuai prasangka hamba-Nya?
Rasulullah bersabda yang artinya: "Allah berfirman sebagai berikut: ”Aku sesuai prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, maka hendaknya ia memprasangkai Aku dengan apa pun yang ia mau". (Hadis sahih diriwayatkan oleh Hakim)
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Masyaallah barakallah Mb Rastias...jika Allah menjadi niatnya, insyaallah enjoying menulisnya. Tetap semangat, support dan doa terbaik to u.
Waa fiik barakallah mbak, jazakillahu Khoir support dan doanya mbak. Tetap semangat juga buat mbak mimy
[…] Baca:men-challenge-diri-dalam-dunia-literasi/ […]
[…] Baca: Men-challenge Diri dalam Dunia Literasi […]