
Keberhasilan untuk bisa menikmati khusyuk harus dibarengi dengan komitmen kuat untuk menghadirkan dan menyertakan rasa tunduk, patuh, dan khidmat.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Menikmati kekhusyukan saat melaksanakan salat merupakan anugerah yang luar biasa sebab tak semua orang bisa mereguk kenikmatannya. Jangankan menikmati, untuk menyadari betapa pentingnya kekhusyukan pun belum tentu semua orang tahu. Khusyuk dapat diartikan ketenangan dan ketenteraman selama melaksanakan salat.
Secara bahasa, khusyuk berarti penuh penyerahan, kebulatan hati, sungguh-sungguh, dan penuh kerendahan hati. Dengan kata lain, menikmati kekhusyukan bermakna menikmati ibadah dengan sungguh-sungguh dan penuh kerendahan hati. Sungguh-sungguh karena kita tengah berhadapan dengan Allah Tuhan semesta alam dan merasa rendah hati karena posisi kita sebagai hamba yang penuh dengan kekhilafan.
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita bisa menikmati kekhusyukan dalam tiap salat agar ibadah yang kita jalani tak hanya sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi juga memberikan ketenangan dan kelegaan dalam hati. Tidak bisa menikmati kekhusyukan saat melaksanakan salat harusnya menjadikan jiwa kita merasa kehilangan sebagaimana kehilangan benda yang berharga seperti uang ataupun yang lain. Kita harus dapat memosisikan khusyuk sebagai sesuatu yang sangat berharga dalam hidup sehingga saat kita tak menjumpai dan menikmatinya dalam salat, jiwa akan sedih dan berusaha untuk mencarinya.
Firman Allah dalam surah Al-Mu’minun ayat 1-2:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ
Artinya: “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.”
Juga firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 45:
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ
Artinya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat. Sesungguhnya salat itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
Dua surah di atas menjelaskan bagaimana Allah menempatkan orang yang bisa menikmati kekhusyukan dalam salatnya sebagai hamba yang beruntung diperingkat pertama, berada di atas orang-orang yang menjaga perkataan dan perbuatannya, orang-orang yang membayar zakat, dan orang-orang yang amanah. Mengapa demikian? Sebab salat itu merupakan tiang agama. Insyaallah perbuatan yang lain akan menjadi baik jika salatnya baik.
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa khusyuk berarti takut lagi tenang. Khusyuk bisa dimiliki oleh semua mukmin, mustahil Allah memerintahkan khusyuk dalam salat jika hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Akan tetapi, memang banyak kaum muslim yang mungkin belum bisa menikmati kekhusyukan dalam tiap salatnya.
Lalu, bagaimana agar kita menjadi salah satu hamba yang beruntung? Apakah khusyuk akan hadir otomatis saat kita melaksanakan salat? Tentu tidak, kondisi itu adalah hal yang harus kita upayakan kehadirannya.
Menikmati Kekhusyukan adalah Rasa
Berbicara tentang khusyuk, kita akan berbicara tentang rasa. Keberhasilan untuk bisa menikmati khusyuk harus dibarengi dengan komitmen kuat untuk menghadirkan dan menyertakan rasa tunduk, patuh, dan khidmat. Tanpa rasa, khusyuk tidak akan hadir dalam setia ibadah kita.
Mari sejenak kita mengingat kisah Ali bin Abi Thalib, saat anak panah dicabut dari punggungnya, ia tetap khusyuk dalam salatnya dan menikmati waktunya saat berkomunikasi dengan Allah. Begitulah hakikat khusyuk, ia akan dapat mengalihkan segala hal yang ada di sekitarnya sehingga rasa sakit ataupun rasa yang lainnya tak jauh lebih penting daripada waktu berdua dengan Allah.
Sejatinya khusyuk tidak bias juga dipisahkan dengan ketenangan jiwa. Jiwa yang tidak tenang tidak akan bias mengantarkan kepada kenikmatan khusyuk. Semua gerakan salat yang dimulai dari wudu, lalu takbir, rukuk, iktidal, sujud, tahiat, dan salam hanya akan menjadi gerakan biasa jika kita tidak menghadirkan rasa. Sebaliknya jika setiap gerakan dilaksanakan dengan rasa patuh dan tenang, maka kekhusyukan akan hadir dengan sendirinya dan kita pun bisa menikmati kehadirannya.
Menikmati Khusyuk Diawali dengan Tekad
Hal utama yang harus kita miliki saat ingin khusyuk di dalam salat adalah tekad dan seberapa penting kita memosisikan khusyuk. Andai diri kita menganggap khusyuk tidaklah penting, tentu ia tidak akan terwujud. Bagaimana mungkin sesuatu yang kita anggap tidak penting akan berusaha kita cari dan wujudkan?
Lain halnya saat kita menyadari betapa pentingnya nikmat khusyuk dalam salat, maka kita pasti akan berusaha mewujudkannya. Saat rasa itu hilang maka kita pun akan kelimpungan mencari dan merasa gundah gulana. Oleh karena itu, modal awal yang harus dipunyai adalah kebulatan tekad. Dengan kemantapan tekad, pasti kita akan mengupayakan segala hal agar khusyuk itu dapat kita nikmati
Prinsip untuk Menikmati Khusyuk
Untuk dapat menikmati kekhusyukan, maka ada beberapa prinsip yang harus kita tempuh, di antaranya:
Pertama, yakni tumakninah dalam pelaksanaan salat. Saat salat, lakukanlah semua gerakan dengan tumakninah atau tenang, tidak terburu-buru, santai, dan tenteram. Umumnya ada korelasi antara ketenangan dan kenikmatan. Jika tenang, maka segala sesuatunya akan dapat kita nikmati. Seperti saat kita menikmati sajian makan dengan tenang dan tidak terburu-buru. Pasti akan beda rasanya jika kita makan terburu-buru. Jauh lebih nikmat makan dengan tenang. Sama halnya dengan salat. Tentunya akan ada perbedaan rasa antara salat yang tenang dan santai dengan salat yang terburu-buru. Tumakninah berarti melaksanakan gerakan salat dengan sempurna dengan posisi tubuh yang tepat.
Kedua, komunikasi bermakna bahwa kita harus menyadari bahwa saat salat, kita tengah berkomunikasi dengan Allah. Sebagaimana adab berkomunikasi dengan manusia, tatap dan fokuslah terhadap lawan bicara. Maka begitu juga saat kita berhadapan dengan Allah, fokus dan pusatkan pikiran kita hanya kepada Allah
Ketiga, penghayatan salat. Penghayatan berasal dari kata hayat yang berarti hidup. Jadi, usahakan segala gerakan salat kita hidupkan dengan jiwa dan sikap. Mulai dari waktu berwudu, hayatilah setiap gerakan yang kita lakukan. Saat kita mengucapkan takbir, pahami maknanya dan resapi dalam diri. Begitu juga saat kita membaca Al-Fatihah, resapi setiap maknanya dan begitu seterusnya hingga sampai ke salam.
Selain tiga prinsip di atas, dua hal yang harus diperhatikan lagi, yaitu:
Pengondisian fisik dan jiwa. Fisik dapat dikondisikan dengan ruangan yang nyaman. Tentunya beribadah di tempat yang bersih akan lebih nyaman daripada di tempat yang kotor. Pahami bahwa kita akan menghadap Allah, maka siapkanlah kondisi yang terbaik. Selain itu, kita juga perlu melakukan pengondisian terhadap jiwa, ketundukan hati karena rasa takut kepada Allah, merasa hina, dan tawaduk.
Baca: Menyiapkan anak menjadi musafir taat
Kemudian, hilangkan rasa malas. Kita harus memahami bahwa salat bukanlah beban, melainkan waktu untuk beristirahat. Salat akan melahirkan ketenangan dan ketenteraman, jadi saat kita sedang sibuk dan memiliki banyak pekerjaan jangan menunda salat, tetapi itulah waktu yang tepat untuk menepi sejenak dari kepadatan aktivitas dengan istirahat salat sembari memohon pertolongan dan kemudahan dari Allah Swt.
Khatimah
Salat adalah ibadah yang kita tunjukkan kepada Allah, bukan manusia. Allah mengingatkan kita pada surah Al-Kausar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Artinya: “maka dirikanlah salat Karena tuhanmu dan berkorbanlah.”
Apabila kita ingin bertemu dengan manusia lain, maka kita akan mengupayakan kondisi yang terbaik. Seharusnya saat bertemu dengan Allah, segala persiapan harus lebih baik lagi. Saat kita tengah bekerja dan dipanggil oleh atasan, pasti kita akan menemui atasan tersebut dengan rasa sungkan dan penuh ketundukan. Jika menghadap atasan yang seorang manusia saja kita seperti itu, maka bukankah seharusnya kita memiliki rasa yang lebih sungkan dan lebih tunduk lagi untuk menghadap Allah.
Lebih dari itu, jadikanlah salat kita sebagai jalan untuk melepas kepenatan dari hiruk pikuk dunia. Lakukanlah salat dengan bahagia sehingga kita benar-benar bisa merasakan kenikmatan ibadah salat.
Sahabat, sudahkah salat kita selama ini khusyuk? Jika belum, sudahkah kita berusaha untuk menghadirkan kekhusyukan itu? Atau kita justru membiarkan salat-salat kita berlalu begitu saja dan kita kehilangan esensi dari ibadah salat?
Jika selama ini kita sudah bisa mewujudkan kekhusyukan dalam salat, Alhamdulillah. Akan tetapi, jika selama ini kita belum bisa menikmati kekhusyukan, maka berusahalah untuk menghadirkan rasa itu. Istigfarlah dan mohon ampunlah kepada Allah. Sampaikan rasa gundah gulana kita kepada Allah dan mohonlah kepada-Nya agar kita mampu mewujudkan dan menikmati rasa khusyuk dalam ibadah salat kita.
Wallahu’alam bisawab []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
