
Ayah berperan tak hanya sekadar sebagai tulang punggung, melainkan juga sebagai pengayom dan pendidik keluarga.
Oleh Arda Sya'roni
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id--Di era yang konon makin canggih dan modern, mengapa justru makin ramai berita tentang kenakalan remaja. Entah itu tawuran, perundungan, pergaulan bebas, penyimpangan seksual, narkoba hingga pembunuhan. Usut punya usut ternyata ini disebabkan oleh ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak atau dikenal dengan istilah fatherless. Padahal sosok ayah berperan tak hanya sekadar sebagai tulang punggung, melainkan juga sebagai pengayom dan pendidik keluarga.
Ayah mungkin ada, tetapi tidak memainkan perannya dengan baik. Ayah hanya sebagai sumber uang atau hanya sebagai raja yang bertahta dengan titahnya, atau bahkan hanya sebagai eksekutor yang kerap memberi hukuman. Beberapa bahkan menganggap kehadiran ayah di rumah justru sebagai momok yang menghantui, bukan sebagai pribadi yang merangkul dengan kasih.
Dikutip dari Kompas.id, 10-10-2025, dari hasil survei kualitatif pada 16 psikolog klinis di 16 kota di Indonesia, dampak fatherless yang terjadi adalah rasa minder dan emosi/mental yang labil. Hal ini disebut masing-masing oleh sembilan psikolog. Adapun tujuh psikolog menjawab kenakalan remaja. Lima psikolog menyebut sulit berinteraksi sosial dan empat menjawab motivasi akademik rendah sebagai dampak berikutnya.
Akar Penyebab Fatherless
Jika ditelusuri lebih dalam, fatherless di Indonesia berakar dari dua faktor utama, yaitu budaya patriarki dan tekanan ekonomi. Budaya patriarki masih mendominasi masyarakat saat ini. Lelaki dianggap sebagai seorang raja yang bertahta dalam kerajaan yang bernama rumah tangga. Segala titah sang raja wajib didengar dan dilaksanakan, tanpa tapi tanpa nanti. Semua harus tunduk pada titah sang raja. Urusan rumah tangga dan anak tentu bukan urusan raja.
Dalam sisi tekanan ekonomi, sistem kapitalis sekuler yang diterapkan saat ini, tekanan ekonomi adalah sebuah keniscayaan. Kapitalisme yang hanya mendasarkan segala sesuatu pada materi, niscaya menjadikan para ayah hanya disibukkan oleh mencari nafkah. Apalagi di era yang makin sulit saat ini. Biaya pendidikan yang cukup mencekik leher, sembako dan migas yang makin merangkak naik. Belum lagi biaya kesehatan yang justru makin membuat napas kembang kempis. Tentu hal-hal ini membuat para ayah sibuk memutar otak untuk memenuhinya. Ayah terpaksa pergi pagi pulang malam, merantau jauh dari istri dan anak. Bahkan berani ambil jalan pintas dengan berkutat pada yang haram.
Belakangan ramai curhatan di sosial media mengenai kondisi fatherless ini. Respon pun banyak diberikan baik dari mereka para korban fatherless, maupun tanggapan pandangan dari para ahli. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena fatherless ini sudah demikian maraknya.
Fenomena fatherless yang makin marak ini tidak lahir dari ruang hampa, melainkan buah dari penerapan sistem kapitalis sekuler. Jutaan anak mengalami fatherless sebab ketiadaan ayah baik secara biologis maupun psikis. Kehamilan di luar nikah juga menambah daftar panjang fatherless.
Selain itu pemahaman umat saat ini yang jauh dari Islam kaffah menjadikan para ayah ini tidak memahami perannya sebagai qawwam. Para ayah lebih memilih waktu senggangnya untuk melaksanakan hobby, hangout bersama teman, atau bermesraan dengan gawainya daripada membersamai istri dan anaknya.
Tak Ada Fatherless dalam Islam
Dalam pandangan Islam, ayah dan ibu sama-sama memiliki peranan penting dalam keluarga. Ada sebuah ungkapan Arab yang menyatakan, "Al ummu madrasatul 'ulaa wal abu mudiruha", artinya ibu adalah sekolah pertama dan ayah adalah kepala sekolahnya. Dalam Hal ini, ibu berperan sebagai pengasuh, pendidik dan pengatur rumah tangga. Sedangkan ayah adalah sebagai pembuat kurikulum, ke mana pendidikan diarahkan dan ditekankan.
Untuk menunjang keberlangsungan peran kedua orang tua ini, negara dalam Islam turut memfasilitasi dengan mendukung para ayah memperoleh pekerjaan dengan upah layak. Memberi jaminan pemenuhan kebutuhan primer keluarga, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, sandang, pangan, papan. Selain itu juga mengendalikan harga bahan pangan agar terjangkau oleh semua kalangan. Dengan demikian, ayah mempunyai banyak waktu untuk membersamai anaknya.
Baca juga: Negara Meriayah SDA, Pajak tidak Dibutuhkan
Dalil dalam Al-Qur'an
Tak hanya itu, Islam juga mengatur jalur perwalian yang akan menjamin setiap anak memiliki figur ayah, meski mungkin sang ayah telah wafat. Islam memandang peran ayah sangat berpengaruh dalam tingkat IQ (Intellegence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spritual Quotient) anak. Kelak di akherat seorang ayah akan sangat disibukkan oleh pertanggungjawaban atas istri dan anak-anaknya, seperti yang termaktub dalam QS. At Tahrim: 6, "Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"
Adapun dalam Al-Qur'an juga terdapat 14 ayat yang menyatakan percakapan ayah dan anak, yaitu diantaranya adalah percakapan antara Nabi Ibrahim dan ayahnya (QS. Al Baqarah: 130-133; QS. Al An'am: 74; QS. Maryam: 41-48), Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (QS. Shaffat:102) , Nabi Hud dan anaknya (QS. Hud: 42-43), Nabi Yakub dan Nabi Yusuf (QS Yusuf: 4-5, 99-100), Nabi Yakub dan anaknya (QS. Yusuf: 11-14, 16-18, 63-67, 81-87, 94-98), Luqman dan anaknya (QS. Luqman 13-19), Syekh Madyan dan anak perempuannya (QS. Qashash: 26).
Sedangkan percakapan ibu dan anak hanya ada di 2 ayat, yaitu percakapan Maryam dan janin Nabi Isa (QS. Maryam: 23-26), serta percakapan ibu Nabi Musa dan anak perempuannya (QS. Al Qashash:11). Untuk percakapan kedua orang tua dan anak hanya ada 1 ayat, yaitu terdapat di QS. Al Ahqaf: 17, dialog kedua orang tua dan anak (tanpa sebut nama).
Khatimah
Dari dominasi percakapan antara ayah dan anak, serta antara ibu dan anak yang terdapat dalam Al-Qur'an, ini menandakan bahwa Allah memerintahkan seorang ayah lebih banyak diskusi dan membersamai anak daripada seorang ibu. Maka, apabila seruan Allah ini telah mengkristal dan dilakukan baik oleh individu, masyarakat maupun negara dengan aturan syariatnya, jelas bahwa fatherless takan pernah ada dalam kehidupan negara yang berideologi Islam. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















