
Adanya berbagai tren di kalangan masyarakat termasuk lipstick effect tidak lepas dari sistem sekuler kapitalisme.
Oleh. Siska Juliana
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Sob, lipstik adalah salah satu benda yang enggak bisa dipisahkan sama perempuan. Benar atau betul? hehe. Tapi sekarang ada lo yang namanya lipstick effect. Apakah itu? Yuk kita bahas.
Apa Itu Lipstick Effect?
Lipstick effect artinya sebuah fenomena ketika konsumen membeli barang-barang kecil dengan harga terjangkau di tengah kondisi yang tidak pasti. Tujuannya biar bisa mendapatkan kebahagiaan yang instan. (kumparan.com, 29-12-2024)
Faktor Psikologi dan Sosial
Sob, ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya lipstick effect, yaitu:
Pertama, faktor psikologis. Saat kondisi ekonomi memburuk, perasaan galau, cemas, dan stres menyelimuti banyak orang. Dengan membeli barang-barang kecil, mampu meredakan perasaan itu, misalnya dengan membeli lipstik. Produk yang dibeli bukan sekadar kosmetik, tetapi pengingat kebahagiaan meskipun sesaat asalkan mudah didapat.
Kedua, faktor sosial. Mayoritas masyarakat menganggap bahwa penampilan menjadi hal yang sangat penting. Barang-barang kecil dianggap sebagai simbol status. Untuk mencapai "kesempurnaan", seorang individu merasa harus terus berbelanja meskipun dalam kondisi terjepit.
Adanya fenomena Fear of Missing Out (FOMO) dan You Only Live Once (YOLO) semakin menambah dorongan untuk berperilaku konsumtif. FOMO membuat individu harus segera membeli experience atau produk terbaru agar tidak ketinggalan tren. Sedangkan YOLO mendorong mereka untuk menikmati hidup meskipun keuangan terbatas.
Daya beli masyarakat sedang menurun, tetapi produk-produk tersier laris di pasaran. Misalnya saja penjualan tiket konser yang selalu laris padahal harganya tidak murah. Mereka merasa bahwa ini adalah pengalaman berharga yang tidak dapat dilewatkan. Selain itu, penjualan handphone dan skincare juga meningkat.
Mereka tak ragu mengeluarkan biaya untuk perawatan kulit dan kosmetik di tengah kehidupan yang sulit. Hal ini menunjukkan bahwa barang-barang tersebut bukan sekadar kebutuhan, tetapi menjadi simbol status untuk merasakan kebahagiaan di tengah kesulitan.
Dampak Lipstick Effect
Lipstick effect memberi dampak pada sektor tertentu, seperti kosmetik dan fesyen yang berkembang pesat. Hanya saja, dampak yang dihasilkan tidak selamanya positif. Laporan Euromonitor International menyatakan bahwa di tengah kesulitan, pasar kosmetik Indonesia bisa tumbuh sampai 8%.
Sob, konsumsi barang-barang kecil memang memberikan kesenangan sesaat, tetapi ternyata bisa menimbulkan bahaya yang besar lo. Survei OJK menunjukkan 45% responden terjebak dalam utang kartu kredit akibat belanja yang impulsif. Ditambah dengan jeratan pinjaman online yang saat ini menjamur. Ironis, bukannya memberi kebahagiaan malah berujung pada rasa bersalah dan rasa cemas.
Baca juga: Fenomena Doom Spending Menyasar Gen Z, Bahayakah?
Buah Liberalisme
Dunia pemasaran dan perkembangan teknologi telah berhasil menciptakan rasa takut kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu. Akhirnya, konsumen ingin melakukan pembelian dengan segera. Di sisi lain, media sosial telah menciptakan atmosfer opini yang membuat konsumen merasa cemas jika tidak segera memiliki produk atau pengalaman yang ditawarkan.
Salah satu penyedia layanan tiket dan manajemen acara daring Evenbrite menyatakan bahwa 69% aktivitas remaja dipengaruhi oleh FOMO.
Sob, adanya berbagai tren di kalangan masyarakat termasuk lipstick effect tidak lepas dari sistem sekuler kapitalisme yang mendewakan kebebasan. Jaminan kebebasan individu dalam melakukan sesuatu merupakan ranah personal yang tidak perlu dipermasalahkan.
Sistem ini berorientasi pada kemewahan materi. Setiap individu hanya mengejar kesenangan jasadi. Tujuannya untuk mendapatkan validasi di tengah masyarakat. Di sisi lain, hal ini akan menciptakan kesenjangan sosial dan konsumerisme. Ini pula penyebab banyaknya bisnis ribawi seperti pinjol dan layanan paylater saat ini.
Fatamorgana yang ditawarkan kapitalisme telah mengerdilkan arti kebahagiaan. Mereka terjebak dalam gaya hidup hedonis yang mementingkan penampilan, rela hidup boros meskipun harus berutang. Sistem ini tidak memberikan perlindungan pada generasi dari gaya hidup liberal.
Mirisnya, negara memfasilitasi berbagai media yang menampilkan gaya hidup instan. Alhasil, kehidupan generasi saat ini hanya berkutat pada sikap unfaedah padahal mereka adalah agen perubahan dan tulang punggung peradaban.
Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, generasi merupakan potensi besar dan kekuatan yang dibutuhkan sebagai agen perubahan. Islam akan mengondisikan masyarakat agar tidak mengejar kesenangan dunia semata. Sebaliknya, masyarakat diarahkan untuk memahami pentingnya akhirat dalam menjalani kehidupan.
Setiap individu menjalankan kehidupan dilandasi keimanan sehingga kekuatan besar akan timbul darinya. Islam mengajarkan bahwa usia muda merupakan fase untuk melakukan amal terbaik. Generasi diberi pemahaman bahwa tujuan hidupnya untuk meraih rida Allah. Alhasil, mereka akan mengerahkan seluruh potensinya untuk menjaga kemuliaan Islam.
Jadi, negara sangat berperan dalam mengarahkan potensi generasi. Negara berfokus menerapkan kurikulum pendidikan sehingga membentuk kepribadian Islam. Negara juga mencegah masuknya konten dan informasi yang dapat merusak generasi.
Khatimah
Sob, versi generasi terbaik yaitu mereka yang mewakafkan dirinya untuk kemuliaan Islam, tidak silau dengan fatamorgana dunia, apalagi terjebak dalam lipstick effect. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat dari sisi Rabb-nya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. Tirmidzi)
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
